ciri ciri tafsir tahlili

Tafsirberasal dari akar kata al-fasr (ف- س- ر) yang berarti menjelaskan, menyingkap, dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak. Dalam lisan al-'Arab dinyatakan al-fasr (الفسر)secara leksikal berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedangkan kata al-tafsir ( التفسير) berarti menyingkap maksud suatu lafaz yang musykil atau pelik. [1]
Ciriciri tafsir tahlili : [3] 1. Membahas segala sesuatu yang menyangkut satu ayat itu. Kondisi serupa tidak akan dijumpai pada tafsir yang menggunakan metode tahlili, muqaran, atau maudhui. Kekurangan metode ijmali. 1. Menjadikan petunjuk al-qur'an bersifat parsial. Al-qur'an merupakan satu kesatuan yang utuh sehingga satu ayat dengan
METODOLOGI TAFSIR BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Allah berfirman dalam ayatnya كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ [ص 29] “ Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” Shad 3829. أفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا [محمد 24] “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” Muhammad 47 21 Pada ayat yang pertama di atas, Allah menjelaskan bahwa hikmah diturunkannya al-Qur’an adalah agar supaya manusia mentadaburi ayat-ayat yang ada di dalamnya. Sedangkan pada ayat yang kedua, Allah mencela orang-orang yang tidak mau mentadaburi al-Qur’an. Sedangkan seseorang tidak dapat mentadaburi al-Qur’an tanpa mengetahui maksud-maksud dari lafadz-lafadz al-Qur’an. Dari hal itu, jelaslah bahwa penafsiran al-qur’an amatlah penting bagi kita. Untuk itu, kami akan memaparkan tafsir al-qur’an yang nantinya terbagi dalam beberapa metode penafsiran yang mana metode-metode tersebutlah yang digunakan penafsir untuk mengarahkan penafsiran yang dilakukannya. Hal ini diperlukan supaya penafsiran yang dilakukan agar lebih terarah, sistematis dan tidak menyimpang dari tujuan awalnya atau bahkan seorang penafsir melakukan penafsiran yang menyesatkan banyak manusia. Karena itulah metode penafsiran harus dimiliki seorang penafsir. Rumusan Masalah Berdasarkan judul dan latar belakang yang kami uraikan di atas, maka dapat kami nyatakan, bagaimana metodologi tafsir al-qur’an. Dari pernyataan diatas maka, rumusan masalah dapat kami uraikan sebagai berikut tentang metodologi tafsir al-qur’an penafsiran al-qur’an Tujuan Tujuan penulisan makalah ini sebagai tugas untuk mata kuliah Metodologi Study Islam Untuk menambah wawasan khasanah keislaman kita, terutama dalam metode penafsiran al-qur’an yang sangat urgent bagi kehidupan kita. Untuk mengetahui macam-macam metode penafsiran al-qur’an. BAB II PEMBAHASAN METODOLOGI TAFSIR Metodologi merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, methodology, yang pada dasarnya berasal dari bahasa Latin methodus dan logia yang kemudian diserap oleh bahasa Yunani menjadi methodos yang berarti cara atau jalan dan logos yang berarti kata atau pembicaraan. Dengan demikian, metodologi merupakan wacana tentang cara melakukan sesuatu. Dalam bahasa Arab, metodologi diterjemahkan dengan manhaaj atau minhaaj al-Maidah 5 48 yang berarti jalan terang. Adapun dalam bentuk bahasa Indonesia, metodologi diartikan dengan “ilmu atau uraian tentang metode”. Sedangkan metode sendiri berarti “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai suatu yang ditentukan”. Menurut Robert Bogdan dan Steven J. Taylor, dalam pengertian luas, metodologi merujuk pada arti proses, prinsip dan prosedur yang diikuti dalam mendekati persoalan dan menemukan jawabannya. Tafsir secara bahasa,berasal dari kata bahasa arab, fassara-yufassiru-tafsiiran, yang berarti penjelasan, pemahaman, dan perincian. Selain itu tafsir dapat pula berarti al-idlaah wa at-tabyin yaitu penjelasan dan keterangan. Pendapat lain mengatakan bahwa kata tafsir adalah bentuk mashdar kata taf’il, yang diambil dari kata al fasr, yang berarti al-ibaanah menjelaskan, al-kasyfu menyingkap dan al-idzhaaru menampakkan al-ma’na al-ma’quul ma’na yang logis. Adapun pengertian tafsir sebagaimana dikemukakan pakar al-Quran, tampil dalam bentuk yang berbeda-beda, namun esensinya sama. Abu Hayyaan misalnya, mengatakan bahwa tafsir ialah Ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafadz-lafadz a-quran dan pengertian-pengertian yang ditujukan olehnya, hukum-hukumnya yang tunggal dan bergandeng dengan yang lain, ma’na-ma’na yang berkaitan dengan kondisi struktur kalimat dan hal lain yang menyempurnakannya. Sementara itu Al Imam Az Zarqani mengatakan, bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan Al-qur’an baik dari segi pemahaman ma’na atau arti sesuai dikehendaki Allah ,menurut kadar kesanggupan manusia. Az-Zarkasyi mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang fungsinya untuk mengetahui kandungan kitabullah Al qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, dengan cara mengambil penjelasan ma’nanya, hukum serta hikmah yang terkandung didalamnya. Adapun menurut istilah tafsir menurut al-Utsaimin adalah penjelasan makna-makna al-Qur’an. Dengan demikian, secara singkat dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan metodologi tafsir adalah suatu prosedur sistematis yang diikuti dalam upaya memahami dan menjelaskan maksud kandungan al-Quran. PENAFSIRAN AL-QURAN Dalam penafsiran al-Quran, terdat 4 macam metode yang berkembang, yaitu tahlili, ijmal, muqarrin, dan maudhu’i. Masing-masing metode tersebut mempunyai kriteria tersendiri. Tahlili Analitis Kata tahlili adalah bentuk masdar dari kata hallala-yuhallilu-tahliilan, yang berasal dari kata halla-yahullu-halln yang berarti membuka sesuatu. Tidak ada sesuatu pun yang tertutup darinya. Dari sini dapat difahami bahwa arti kata tahlil berarti membuka sesuatu yang tertutup atau yang terikat dan mengikat sesuatu yang berserakan agar tidak terlepas atau tercecer. Sedang definisi penafsiran tahlili adalah metode penafsiran al-Quran yang dilakukan dengan cara menjelaskan ayat-ayat al-Quran dalam berbagai aspek, serta menjelaskan maksud yang terkandung di dalamnya sehingga kegiatan mufassir hanya menjelaskan ayat demi ayat, surat demi surat, makna lafal tertentu, susunan kalimat, persesuaian kalimat satu dengan kalimat lain, asbabun nuzul, nasikh mansukh, yang berkenaan dengan ayat yang ditafsirkan. Sistematika metode analitis biasanya diawali dengan mengemukakan korelasi munasabah baik antar ayat maupun surat, menjelaskan latar belakang turunnya surat asbabun nuzul nya, menganalisis kosa kata dan lafadz dalam konteks bahasa Arab, menyajikan kandungan ayat secara global, menjelaskan hukum yang dapat dipetik dari ayat, lalu menerangkan ma’na dan tujuan syara’ yang terkandung dalam ayat. Untuk corak tafsir ilmu dan sosial kemasyarakatan, biasanya penulis memperkuat argumentasinya dengan mengutip pendapat para ilmuwan dan teori ilmiah kontemporer. Para ulama’membagi wujud tafsir dengan metode tahlili kepada 7 macam tafsir, yaitu at-Tafsir bi al-Ma’tsuur, at-Tafsir bi ar-Ra’yi, at-Tafsir ash-Shuufiy, at-Tafsir al-Fiqhiy, at-Tafsir al-Falsafiy, at-Tafsir al-Ilmiy, dan at-Tafsir al-Adabiy al-Ijtimaa’iy. Ada juga yang membagi dari segi praktiknya menjadi dua bentuk, yaitu Ma’tsûr dan Ra’yi, sedangkan penyajian karya tafsirnya meliputi bahasa, hukum, ilmu pengetahuan, mistik, filsafat dan sastra sosial kemasyarakatan. Kitab-kitab Tafsir yang menggunakan metode Tahlili Di antara kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ini dengan bentuk ma’tsur adalah a Tafsir al-Quran al-Azhim, karya Ibn Katsir. b Tafsir al-Munir, karya Syaikh Nawawiy al-Bantaniy. c Jami’ al-Bayan an Ta’wil al-Qur’an al-Karim Tafsir al-Thabari, karya Ibn Jarir al-Thabari. d Ma’alim al-Tanzil, karya al-Baghawi. e Al- Durr al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma’tsur, karya al-Suyuthi Adapun tafsir tahlili yang mengambil bentuk ra’yi, antara lain a Tafsir al-Khazin, karya al-Khazin b Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, karya al-Baydhawi. c Al-Kasysyaf, karya al-Zamakhsyari. d Arais al-Bayan fi Haqaiq al-Qur’an, karya al-Syirazi. e Al-Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib, karya al-Fakhr al-Razi. f Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an, karya Thanthawi Jauhari. g Tafsir al-Manar, karya Muhammad Rasyid Ridha, dan lain-lain Langkah-langkah Metode Penafsiran Tahlili Dalam menggunakan metode penafsiran tahlili, terdapat langkah-langkah penafsiran yang pada umumnya digunakan, yaitu 1. Menerangkan makki dan madani di awal surat asbabun nuzul jika ada arti mufrodat kosa kata, termasuk di dalamnya kajian bahasa yang mencakup dan balaghah Menerangkan unsur-unsur fasahah,bayan,dan I’jaz-nya Memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya 5..Menjelaskan hukum yang dapat digali dari ayat yang dibahas. Ciri-ciri Metode Penafsiran Tahlili Diantara cirri-ciri dari tafsir yang menggunakan tahlili adalah sebagai berikut menafsirkan ayat demi ayat dan surat demi surat secara berurutan sesuai dengan urutannya dalam mushaf Seorang mufassir berusaha menjelaskan makna yang terkandung di dalam ayat-ayat al-qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, baik dari segi I’rab, asbabun nuzul dan yang lainnya. Dalam penafsirannya, seorang mufassir menafsirkan ayat-ayat baik melalui pendekatan bil-ma’sur maupun bir ra’yi. Kelebihan dan Kekurangan Metode Tahlili a Kelebihan Metode Tahlili Dapat mengetahui dengan mudah tafsir suatu surat atau ayat, karena susunan tertib ayat atau surat mengikuti susunan sebagaimana terdapat dalam mushaf. bMudah mengetahui relevansi/munasabah antara suatu surat atau ayat dengan surat atau ayat lainnya cMemungkinkan untuk dapat memberikan penafsiran pada semua ayat, meskipun inti penafsiran ayat yang satu merupakan pengulangan dari ayat yang lain, jika ayat-ayat yang ditafsirkan sama atau hampir sama dMengandung banyak aspek pengetahuan, meliputi hukum, sejarah, sains, dan lain-lain b Kekurangan Metode Tafsir Tahlili pandangan-pandangan yang parsial dan kontradiktif dalam kehidupan umat Islam subjektivitas tidak mudah dihindari misalnya adanya ayat yang ditafsirkan dalam rangka membenarkan pendapatnya Terkesan adanya penafsiran berulang-ulang, terutama terhadap ayat-ayat yang mempunyai tema yang sama pemikiran israiliyyat 2. Metode Ijmali Global Yaitu, metode penafsiran al-Quran yang dilakukan dengan cara menjelaskan maksud al-Qur’an secara global, tidak terperinci seperti tafsir tahlili. Para pakar menganggap bahwa metode ini merupakan metode yang pertama kali hadir dalam sejarah perkembangan metodologi tafsir, karena didasarkan pada kenyataan bahwa era awal-awal Islam, metode ini yang dipakai dalam memahami dan menafsirkan al-Quran. Realitas sejarah bahwa dahulu para sahabat adalah mayoritas orang Arab yang ahli bahasa Arab dan mengetahui dengan baik latar belakang asbabun nuzul-nya ayat, bahkan menyaksikan serta terlibat langsung dalam situasi dan kondisi umat Islam ketika ayat-ayat al-Quran turun. Hal ini dapat menyuburkan persemaian metode global karena sahabat tidak memerlukan penjelasan yang rinci dari Nabi, tetapi cukup dengan isyarat dan uraian sederhana. Dengan metode ini, langkah awal yang dilakukan para mufassir adalah membahas ayat demi ayat sesuai dengan urutan yang ada pada mushaf, lalu mengemukakan arti yang dimaksud ayat-ayat tersebut dengan global. Ma’na yang diutarakan biasanya diletakkan di dalam rangkaian ayat atau menurut pola-pola yang diakui jumhur ulama’ dan mudah difaham semua bahasa, diupayakan lafadznya mirip bahkan sama dengan lafadz yang digunakan al-Quran sehingga pembaca bisa merasakan bahwa uraian tafsirnya tidak jauh berbeda dari gaya bahasa al-Quran dan terkesan bahwa hal itu benar-benar mempresentasikan pesan al-Quran. Kitab-kitab Tafsir yang menggunakan metode Ijmali a Tafsir al-Jalalayn, karya Jalal ad-Din as-Suyuthi dan Jalal ad-Din al-Mahalli. b Shafwah al-Bayan Lima’ani al-Qurân, karya Syeikh Hasanain Muhammad Makhluf. c Tafsîr al-Quran al-Azhim, karya Ustadz Muhammad Farid Wajdiy. d Tafsir al-Wasith, karya Tim Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah Lembaga Penelitian Islam al-Azhar Mesir. e Taj al-Tafasir, karya Muhammad Utsman al-Mirghani. Kelebihan dan Kekurangan Metode Ijmaliy a Kelebihan Metode Tafsir Ijmaliy Praktis, simplistis dan mudah dipahami Bebas dari penafsiran israiliyat Akrab dengan bahasa al-Quran b Kekurangan Metode Tafsir Ijmaliy Menjadikan petunjuk al-Quran bersifat parsial dan tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai CTidak mampu mengantarkan pembaca untuk mendialogkan al-Quran dengan permasalahan sosial maupun keilmuan yang aktual dan problematika dMenimbulkan ketidakpuasan pakar al-Quran dan memicu mereka untuk menemukan metode lain yang dipandang lebih baik dari metode global 3. Metode Muqarrin Perbandingan Yaitu, metode penafsiran al-Qur’an yang dilakukan dengan menemukan dan mengkaji perbedaan-perbedaan antara unsur-unsur yang diperbandingkan, baik dengan menemukan unsur yang benar diantara yang kurang benar, atau untuk tujuan memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai masalah yang dibahas dengan jalan penggabungan unsur-unsur yang berbeda itu. Tafsir muqarrin dilakukan dengan membandingkan ayat satu dengan ayat yang lain, yaitu dengan ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua masalah atau kasus yang berbeda atau lebih, atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk kasus yang sama, atau yang diduga sama, atau membandingkan ayat dengan hadis yang tampak bertentangan, serta membandingkan pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran Al qur’an. Jadi dilihat dari pengertian tersebut dapat dikelompokkan 3 objek kajian tafsir, yaitu membandingkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an yang lain, membandingkan ayat dengan hadits Nabi SAW yang terkesan bertentangan, dan membandingkan pendapat penafsiran ulama tafsir baik ulama salaf maupun ulama khalaf. Dari definisi yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode muqarrin adalah teks ayat-ayat al-qur’an yang memiliki kesamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih atau memiliki redaksi yang berbeda bagi kasus yang sama. ayat-ayat al-qur’an dengan hadits yang pada lahirnya terlihat bertentangan. Membandingkna berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan. Kitab-kitab Tafsir yang menggunakan metode Muqarrin a Durrah at-Tanzîl wa Ghurrah at-Tanwil, karya al-Iskafi yang terbatas pada perbandingan antara ayat dengan ayat. b al-Jami’ li Ahkam al-Quran, karya al-Qurthubiy yang membandingkan penafsiran para mufassir. c Rawa’i al-Bayan fî Tafsir Ayat al-Ahkam, karya Ali ash-Shabuniy . d Qur’an and its Interpreters salah satu karya tafsir yang lahir di zaman modern ini, karya Profesor Mahmud Ayyoub. Kelebihan dan kekurangan tafsir muqarrin a Kelebihan Metode Tafsir Muqarrin pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain Amat berguna bagi mereka yang ingin mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat mufassir untuk mengkaji berbagai ayat dan hadits-hadits serta pendapat-pendapat para mufassir yang lain ketelitian al-Quran bahwa tidak ada ayat-ayat al-Quran yang kontradiktif ma’na ayat Tidak menggugurkan suatu hadits hadits yang berkualitas shahih b Kekurangan Metode Tafsir Muqarrin yang menggunakan metode ini, tidak dapat diberikan kepada para pemula muqarrin kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial yang tumbuh di tengah masyarakat. hal itu disebabkan metode ini lebih mengutamakan perbandingan daripada pemecahan masalah muqarrin terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran-penafsiran yang pernah di berikan oleh ulama daripada mengemukakan penafsiran-penafsiran baru. Sebenarnya kesan serupa itu tak perlu timbul bila mufassirnya kreatif 4. Metode Maudhu’i Tematik Yaitu, metode penafsiran al-Quran yang dilakukan dengan cara memilih topik tertentu yang hendak dicarikan penjelasannya dalam al-Quran yang berhubungan dengan topik tersebut, lalu dicarilah kaitan antara berbagai ayat ini agar satu sama lain bersifat menjelaskan, kemudian ditarik kesimpulan akhir berdasarkan pemahaman mengenai ayat-ayat yang saling terkait itu. Metode ini diperkenalkan pertama kalinya oleh Syekh Mahmud Syaltut 1960 M ketika menyusun tafsirnya, Tafsir Al-Qur’anul Karim. Sebagai penerapan ide yang dikemukakan oleh asy-Syatibi, ia berpendapat bahwa setiap dalam surat walaupun masalah yang dikemukakan berbeda-beda namun ada satu tema yang sentral yang mengikat dan menghubungkan masalah-masalah yang berbeda tersebut. Ide ini kemudian dikembangkan oleh Prof. Dr. Ahmad Sayyid Al-Kumi. Ketua Jurusan Tafsir pada fakultas Usuluddin Universitas AL-Azhar sampai tahun 1981. Berikutnya Al-Farmawi menyusun sebuah buku yang memuat langkah-langkah tafsir maudhu’I yang diberi judul al-bidayah wan nihayah fi tasir al-maudhu’i. Adapun prosedur penafsiran al-Quran dengan metode tematik dapat dirinci sebagai berikut bahasan al-Quran yang akan diteliti secara tematik dan mengoleksi ayat-ayat sesuai topic yang diangkat ayat-ayat tersebut secara kronologis sebab turunnya, mendahulukan ayat Makiyyah dan Madaniyyah, disertai pengetahuan tentang latar belakang turunnya ayat. korelasi munasabah ayat-ayat tersebut tema bahsan dalam kerangka yang sistematis Melengkapi bahsan dengan hadits-hadits terkait ayat-ayat itu secara tematik dan komprehensif dengan cara mengoleksi ayat-ayat yang memuat ma’na yang sama, mengkompromikan pengertian yang umum dan khusus, muthlaq dan muqayyad, mengsinkronkan ayat-ayat yang tampak kontradiktif, menjelaskan nasikh dan mansukh sehingga semuanya memadu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan dalam penafsiran Kitab-kitab Tafsir yang menggunakan metode Maudhu’i a Al-Mar’ah fi al-Quran dan Al-Insan fii al-Quran al-Kariim, karya Abbas Mahmud al-Aqqad b Ar-Ribaa fii al-Quran al-Kariim, karya Abu al-A’la al-Maududiy c Rawa’i al-Bayan fii Tafsir Ayat al-Ahkam, karya Ali ash-Shabuniy d Al-Washaayaa al-Asyr, karya Syaikh Mahmud Syalthut e Tema-tema Pokok al-Quran, karya Fazlur Rahman f Wawasan al-Quran Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat, karya M. Quraish Shihab Kelebihan dan Kekurangan Metode Maudhu’i a Kelebihan Metode Tafsir Maudhu’i pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan hidup praktis, sekaligus memberikan jawaban terhadap tuduhan/dugaan sementara orang bahwa al-quran hanya mengandung teori-teori spekulatif tanpa menyentuh kehidupan nyata jawaban terhadap tuntutan kehidupan yang selalu berubah dan berkembang, menumbuhkan rasa kebanggaan terhadap al-Quran terhadap ayat-ayat terkumpul dalam satu topik tertentu juga merupakan jalan terbaik dalam merasakan fashahah dan balaghah al-Quran. untuk mengetahui satu permasalahan secara lebih mendalam dan lebih terbuka tuntas dalam membahas masalah b Kekurangan Metode Tafsir Maudhu’i melibatkan pikiran dalam penafsiran terlalu dalam Tidak menafsirkan segala aspek yang dikandung satu ayat, tetapi hanya salah satu aspek yang menjadi topik pembahasan saja BAB III PENUTUP Demikian makalah yang sudah kami uraikan dapat disimpulkan penafsiran dalam al-qur’an itu memiliki banyak metode, yang mana metode itu dikenal dengan ijmaliy, maudhu’I, tahliliy dan muqarin. Dan masing-masing dari metode tersebut memiliki kekurangan maupun kelebihan. Mempelajari, memahami al-qur’an adalah yang wajib dan urgent bagi diri kita maupun kehidupan kita. Selama penafsiran itu benar, tidak sesat, maka kita boleh mengajarkan dan mengamalkannya. Dalam mempelajari ilmu tafsir pun, kita juga harus memperhatikan mufassirnya agar kita tidak terjatuh dalam kesesatan. Dan awal dari tonggak kita dalam mempelajari tafsir adalah bahasa arab. Kemampuan bahasa arab inilah yang akan menghantar kita dalam mempelajari kitab-kitab tasfsir secara lebih dalam. Mengingat al-qur’an, as-sunnah dan bahkan kitab-kitab tafsir dari para ulama salaf maupun kholaf, semuanya menggunakan bahasa arab. Akhir kata kami ucapkan terima kasih atas perhatiannya. Maaf kata, bila dalam penulisan ada banyak kekurangan. Besar harapannya saran dan kritik dari pembaca semua. DAFTAR PUSTAKA Metodologi Tafsir al-Quran Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman, Syukri Saleh,MA, penerbitSulthan Thaha Press, Februari 2007 Metodologi Penafsiran al-Quran, Baidan, penerbitPustaka Pelajar Anggota IKAPI, November 1998, Agustus 2000 Manna Al-Qattan, Al-Mabaahist fi al-Umulumil Qur’an, Beirut
TafsirTahlili merupakan metode tafsir ayat-ayat Al-Qur'an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.[1] Selain itu, ada juga yang menyebutkan tafsir tahlili
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur’an adalah kallamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman hidup umat manusia agar bisa selamat di dunia dan di akhirat. Maka dari itu, kita sebagai umat manusia harus bisa memahami isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an agar dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk bisa memahami isi kandungannya lahirlah ilmu tafsir. Ilmu tafsir menurut beberapa ulama dibagi menjadi empat macam yaitu, tafsir Tahlili, tafsir Ijmali, tafsir Muqaran, dan tafsir Mawdlu’i. Namun, yang akan kita bahas kali ini yaitu tentang tafsir Tahlili. Tafsir Tahlili adalah ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an secara detail dari mulai ayat demi ayat, surat demi surat ditafsirkan secara berurutan, selain itu juga tafsir ini mengkaji Al-Qur’an dari semua segi dan maknanya. Tafsir ini juga lebih sering digunakan daripada tafsir-tafsir yang lainnya. Beberapa ulama membagi tafsir Tahlili menjadi beberapa macam yaitu, tafsir ma’tsur, tafsir ra’yi, tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir Ilmi, dan tafsir Adab Al-Ijtima’i. B. Rumusan Masalah Ø Apa metode tafsir Tahlili itu Ø Apa ciri-ciri dari tafsir Tahlili Ø Contoh tafsir Tahlili Ø Apa kelebihan dan kekurangan tafsir Tahlili C. Tujuan Penulisan ü Memahami definisi dari tafsir Tahlili ü Mengetahui ciri-ciri tafsir Tahlili ü Mengetahui kelebihan dan kekurangan tafsir Tahlili BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Tafsir Tahlili Sebelum kita mendefinisikan tentang metode tafsir Tahlili, ada baiknya kita mendefinisikan pengertian dari metodologi tafsir itu sendiri. Metodologi tafsir adalah suatu pengetahuan mengenai cara yang ditempuh dalam menelaah, membahas, dan merefleksikan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an secara apresiatif berdasarkan kerangka konseptual tertentu sehingga menghasikan suatu karya tafsir yang representatif.[1] Orang yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an disebut mufasir. Metode tafsir oleh para ulama dibagi menjadi empat macam, yaitu Tafsir Tahlily, Tafsir Ijmaly, Tafsir Muqaran, Tafsir Mawdlu’y. Dari beberapa macam metode tafsir di atas, yang kita akan bahas kali ini adalah tentang tafsir Tahlili. Tafsir Tahlili merupakan metode tafsir ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.[2] Selain itu, ada juga yang menyebutkan tafsir tahlili adalah tafsir yng mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an dari segala segi dan maknanya. Seorang pengkaji dengan metode ini menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, ayat demi ayat dan surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushhaf Utsmany. Untuk itu ia menguraikan kosa kata dan lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur i’jaz, balaghah dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang diistinbathkan dari ayat, yaitu hukum fikih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak, aqidah atau tauhid, perintah, larangan, janji, ancaman, haqiqat, majaz, kinayah, dan isti’arah.[3] Di samping itu juga mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya Ali Hasan Arid, 199441[4]. Dengan demikian sebab nuzul ayat atau sebab-sebab turun ayat, Hadits-hadits Rosulloh SAW dan pendapat para sahabat dan tabi’in-tabi’in sangat dibutuhkan. Maka, tafsir tahlili merupakan ilmu tafsr yang menafsirka ayat-ayat Al-Qur’an secara berurutan dari ayat per ayat sesuai urutan pada mushaf utsmani, menjelaskan setiap ayatnya secara detail yang meliputi beberapa hal antara lain, isi kandungan ayatnya, asbab al nuzulnya, dan lain-lain. Metode tafsir Tahlili ini sering dipergunakan oleh kebanyakan ulama pada masa-masa dahulu. Namun, sekarangpun masih digunakan. Para ulama ada yang mengemukakan kesemua hal tersebut di atas dengan panjang lebarithnab, sepeti Al-Alusy, Al-Fakhr Al-Razy, Al-Qurthuby dan Ibn Jarir Al-Thabary. Ada juga yang menemukakan secara singkatijaz, seperti Jalal al-Din Al-Shuyuthy, Jalal al-Din Al-Mahally dan Al-Sayyid Muhammad Farid Wajdi. Ada pula yang mengambil pertengahan musawah, seperti Imam Al-Baydlawy, Syeikh Muhammad Abduh, Al-Naysabury, dll. Semua ulama di atas sekalipun mereka sama-sama menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan metode Tahlili, akan tetapi corak Tahlili masing-masing berbeda.[5] Para ulama telah membagi wujud metode tafsir Tahlili menjadi tujuh macam, yaitu tafsir bil Ma’tsuri, tafsir bir Ra’yi, tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir Ilmi, tafsir Adab al-ijtimi’i. 1 Tafsir Tahlili bentuk Ma’tsuri / tafir bi al-Ma’tsuri riwayat Tafsir bil Ma’tsuri yaitu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan ayat-ayat lain, dengan sunnah nabi SAW, dengan pendapat sahabat nabi SAW, dan dengan perkataan tabi’in. Menurut Subhi as-Shalih, bentuk tafsir seperti ini sangat rentan terhadap masuknya pendapat-pendapat di luar islam, seperti kaum zindiq Yahudi, Parsi, dan Parsi, dan masuknya hadits-hadits yang tidak shahihSubhi as Shahih, 2 Tafsir Tahlili Bentuk bir Ra’yi / tafsir bi al-Ra’yi Tafsir bir Ra’yi merupakan cara penafsiran Al-Qur’an dengan dan penalaran dari mufasir itu sendiri. Mufasir dalam metode ini diberi kebebasan dalam berpikir untuk menafsirkan Al-Qur’an. Hal tersebut tentu dibatasi oleh kaidah-kaidah penafsiran Al-Qur’an, agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dalam menafsirkan Al-Qur’an. 3 Tafsir Tahlily Bentuk Shufi Tafsir Shufi mulai berkembang ketika ilmu-ilmu agama dan sains mengalami kemajuan pesat serta kebudayaan Islam tersebar di seliruh pelosok dunia dan mengalami kebangkitan dalam segala seginya. Tafsir ini lebih menekankan pada aspek dan dari sudut esoterik atau isyarat-isyarat yang tersirat dari ayatnoleh para tasauf.[7] Metode bentuk ini dibagi menjadi dua yaitu, teoritis dan praktis.[8] Dalam bentuk teoritis, mufasir menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan mazhabnya dan sesuai dengan ajaran-ajaran mereka. Mereka menta’wilkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan penjelasan yang menyimpang dari pengertian tekstual yang telah dikenal dan didukung oleh dalili Syar’i. Sedangkan dalam bentuk praktis, mufasir menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan berdasarkan isyarat-isyara tersembunyi.[9] 4. Tafsir Tahlili Bentuk Fikih Tafsir Fikih adalah tafsir yang menekankan pada tinjauan hukum dari ayat yang di tafsirkan.[10] Tafsir ini banyak di temukan dalam kitab-kitab fikih yang dikarang oleh imam-imam dari berbagai mazhab yang berbeda.[11] 5. Tafsir Tahlili Bentuk Falsafi Tafsir Falsafi merupakan ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan filsafat. Pendekat filsafat yang digunakan adalah pendekatan yang berusaha melakukan sintesis dan siskretisasi antara teori-teori filsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an, selain itu juga menggunakan pendekatan yang berusaha menolak teori-teori filsafat yang dianggap bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an.[12] 6. Tafsir Tahlili Bentuk Ilmi Tafsir ini mulai muncul akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, sehingga tafsir ini dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan almiah atau dengan menggunakan teori-teori ilmu pengetahuan. Dalam tafsir ini mufasir berusaha mengkaji Al-Qur’an dengan dikaitkan dengan gejala atau fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta ini. Namun, yang sangat disayangkan adalah pada tafsir ini terbatas pada ayat-ayat tertentu dan bersifat parsial, terpisah dengan ayat-ayat lain yang berbicara pada masalah yang sama.[13] 7. Tafsir Tahlili Bentuk Adab Al-Ijtima’i Adab Al Ijtima’i Tafsir adalah suatu metode tafsir yang coraknya menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat Al-Qur’an yang brkaitan dengan langsung dengan kehidupan kemasyarakatan, serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah kemasyarakatan berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dengan mengemukakannya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan indah didengarQuraish Shihab, 199773.[14] Jadi, metode tafsir tahlili ini dibagi oleh beberapa ulama menjadi beberapa macam, yaitu tafsir bi al-Ma’tsuri, bi al-Ra’yi, Shufi, Fikih, Falsafi, Ilmi, dan Adab al-Ijtima’i. Semua bentuk tafsir tahlili memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri. Tafsir bi al ma’tsuri adalah tafsir yang penafsirannya dengan menggunakan ayat-ayat lain, riwayah nabi SAW, sahabat, dan tabi’in. Tafsir bi al ra’yi adalah tafsir yang penafsirannya menggunakan metode ijtihad dan penalaran. Tafsir shufi adalah tafsir yang menekankan pada isyarat-isyarat yang terdapat pada ayat yang dikemukakan oleh tasauf. Tafsir fikih adalah tafsir yang menekankan pada tinjauan hukum dari ayat yang ditafsir. Tafsir falsafi adalah tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan pendekatan filsafat. Tafsir ilmu adalah tafsir yang menggunakan pendekatan ilmiah atau teori-teori ilmu pengetahuan. Dan yang terakhir tafsir adab al-ijtima’i adalah tafsir yang menjelaskan kepada hubungan dengan kemasyarakatan. B. Ciri-ciri Tafsir Tahlili Metode Tafsir tahlili mamiliki ciri khusus yang membedakannya dari metode tafsir lainnnya, cirri-cari tersebut adalah 1. Mufasir menafsirkan ayat per ayat sesuai dengan urutan dalam mushaf ustmani, yaitu dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri oleh surat An-Nas. 2. Mufasir menjelaskan makna yang terkandung dalam Al-Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, baik makna harfiah setiap kata maupun asbabun nuzulnya. 3. Bahasa yang digunakan metode tahlili tidak sesederhana yang dipakai metode tafsir ijmali. C. Contoh-contoh Tafsir Tahlili Ada cukup banyak contoh tafsir tahlili, antara lain[15] Ø Contoh tafsir tahlili dalam bentuk bi al-ma’tsuri yang menafsirka Al-Qur’an dengan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Rasullullah SAW untuk menjelaskan sebagian kesulitan yang ditemui oleh para sahabat semasa Rasulullah SAW masih hidup. Seperti penafsiran hadits Rasulullah SAW terhadap pengertian الغضو ب عليهم dan الضا لين 17, penjelasan beliau tentang firman Allah الذ ين امنواولم يلبسواايمانهم بظلم 682 dan firman Allah يايهاالذين امنوااتقواالله حق تقاته 3102 dan lain-lain. Ø Contoh yang dalam bentuk shufi, yaitu Al-Alusy berkata tentang isyarat yang diberikan oleh firman Allah 245, sebagai berikut واستعينوابالصبروالصلوة وانها لكبيرةالاعلى الخشعين “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu berat, kecuali bagi orang-orang yang khusu’”. Bahwa shalat adalah sarana untuk memusatkan dan mengkonsentrasikan hati untuk menangkap tajally penampakan diri Allah dan hal ini sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang luluh dan lunak hatinya untuk menerima cahaya-cahaya dari tajally-tajally Allah yang amat halus dan menangkap kekuasaan-Nya yang perkasa. Merekalah orang-orang yang yakin, bahwa mereka benar-benar berada di hadapan Allah dan hanya kepada-Nyalah mereka kembali, dengan menghancurkan sifat-sifat kemanusiaan mereka fana’ dan meleburkannya ke dalam sifat-sifat Allah baqa’, sehingga mereka tidak menemukan selain eksistensi Allah sebagai Raja yang Maha Halus dan Maha Perkasa. Dari beberapa contoh di atas, kita dapat mengetahui bahwa tafsir tahlili itu menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan bentuknya atau mempunyai karakter itu, masih ada banyak lagi contoh dari tafsir tahlili. Ada cukup banyak contoh kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode tafsir ini, antara lain[16] 1 Jami’ al-Bayan fy Tafsir al-Qur’an, karangan Imam Ibn Jarir Al-Thabary 2 Ma’alim al-Tanzil yang dikenal dengan Al-Tafsir al-Manqul, karangan Imam Al-Baghawy 3 Madarik al –Tanzil wa Haqaiq al-Ta’wil, karangan Al-Ustadz Mahmud Al-Nasafy 4 Anwar al-Tanzil wa Asrarnal-Ta’wil, karangan Al-Ustadz Al-Baydlawy 5 Tafsir Al-Qur’an al-Adhim, karangan Imam Al-Tustury 6 Haqaiq al-Tafsir, karangan Al-Allamah Al-Sulamy w. 421 H 7 Ahkam Al-Qur’an, karangan Al-Jasshash w. 370 H 8 Al-Jami’ li Al-Qurthuby w. 671 H 9 Mafatih al-Ghaib, karangan Al-Fakhr Al-Razi w. 606 10 At-Tafsir al-Ilm li al-Kauniyat al-Qur’an al-Karim, karya Hanafi Ahmad 11 Al-Islam Yatahadda, karangan Al-Allamah Wahid al-Din Khan 12 Tafsir al-Manar, karya Rasyid Ridha w. 1345 H 13 Tafsir Al-Qur’an al-Karim, karya Mahmud Salthut Dan masih banyak lagi contoh kitab yang berdasarka atau yang menggunakan metode tafsir tahlili ini. D. Kelebihan dan Kekurangan tafsir Tahlili Semua metode tafsir pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan, demikian halnya metode tafsir Tahlili, juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Sebagaimana manusia yang tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Diantara kelebihan dan kekurangan metode Tahlili ini adalah 1. Kelebihan Metode Tafsir Tahlili[17] a Ruang lingkupnya luas. Penafsir dapat menggunakan dua bentuk, bil ma’tsuri atau bir ra’yi. Yang bir ra’yi juga bisa menggunakan corak sesuai dengan kecenderungan dan kehlian penafsir, yang ahli bahasa bisa menekankan pada aspek kebahasaannya, yang ahli qiraat bisa menekankan pada aspek qiraatnya, demikian juga ahli filsafat, tasawuf fan lain-lain. b Memuat berbagai ide. Tafsir tahlili memberikankesenpatan seluas-luasnya bagi mufasir untuk menuangkan berbagai ide dan gagasannya dalam menafsirkan Al-Qur’an. Dengan dibukanya pintu selebar-lebarnya bagi mufasir untuk mengemukakan pemikirannya dalam menafsirkan Al-Qur’an, maka lahirlah berbagai kitab tafsir yang berjilid-jilid seperti tafsir at-Thabari 15 jilid, tafsir ruh al-ma’ani 16 jilid tafsir Fakhr ar-Razi 17 jilid al-Maraghi 10 jilid dan lain-lain. c Metode tahlili adalah merupakan metode tertua dalam sejarah penafsiran Al-Quran, karena metode ini telah digunakan sejak masa Nabi Muhammad SAW. d Ayat-ayat al-Qur’an yang kita lihat sekarang urut-urutannya sesuai dengan mushaf yang ternyata mempunyai hubungan atau kaitan munasabah yang erat sekali. Selain itu alur ceritanya pas atau nyambung walaupun beda ayat. Dalam hal ini justru penafsiran satu surat penuh akan menampilkan jalan cerita yang komplit dan berurutan.[18] 2. Kekurangan Metode Tafsir Tahlili[19] a Menjadikan petunjuk Al-Qur’an parsial. Seperti halnya metode global, metode tahlili juga membuat petunjuk Al-Qur’an bersifat parsial atau terpecah-pecah. Sehingga terasa seakan-akan Al-Qur’an memberikan pedoman secara tidak komprehensif dan tidak konsisten karena penafsiran yang diberikan pada satu ayat berbeda dari penafsiran yang diberikan pada ayat-ayat lain yang sama dengannya. Terjadinya perbedaan tersebut terutama disebabkan oleh kurang diperhatikannya ayat-ayat lain yang mirip atau sama dengannya. b Menghasilkan penafsiran yang subjektif. Sebagaimana telah diterangkan di atas, bahwa tafsir tahlili telah memberikan peluang yang luas kepada mufasir untuk mengemukakan ide-ide dan pemikirannya. Sehingga terkadang mufasir tidak sadar bahwa ia telah menafsirkan ayat Al-Qur’an secara subjektif, dan tidak mustahil juga ada diantara mereka yang menafsirkan Al-Qur’an sesuai dengan hawa nafsunya tanpa mengindahkan kaedah-kaedah dan norma-norma yang berlaku. Hal tersebut dapat terjadi juga karena berawal dari fanatisme mazhab yang terlalu mendalam. c Masuknya pemikiran isra’iliyat. Dikarenakan tidak adanya pembatasan bagi para mufasir untuk menuangkan pemikirannya maka berbagai pemikiran dapat masuk kedalamnya tidak terkecuali pemikiran isra’iliyat. Sepintas lalu sebenarnya kisah-kisah isra’iliyat tidak ada persoalan, selama tidak dikaitkan dengan pemahaman Al-Qur’an. Tetapi bila dihubungkan dengan pemahaman kitab suci, timbul problem karena akan terbentuk opini bahwa apa yang dikisahkan di dalam cerita ini merupakan maksud dari firman Allah SWT, padahal belum tentu cocok dengan apa yang dimaksudkan Allah dalam firman-Nya tersebut. Isra’iliyat adalh segala sesuatu yang bersumber dari kebudayaan yahudi atau nasrani, baik yang termaktub di dalam kitab Taurat, Injil dan penafsiran-panafsirannya maupun pendapat orang-orang yahudi atau nasrani mengenai ajaran agama mereka.[20] BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Tafsir Tahlili merupakan suatu metode tafsir Al-Qur’an yang cara penafsirannya dilakukan secara detail dari setiap ayat-ayat yang ditafsir. Aspek yang dibahas dalam metode tafsir tahlili, yaitu kosa kata, lafadz, arti yang dikehendaki, dan sasaran yang dituju dari kandungan ayat yang ditafsir, yaitu unsur ijaz, balaghah, dan keindahan kalimat. Aspek pembahasan makna dari ayat yang ditafsir, meliputi hukum fikih, dalil syar’i, norma-norma akhlak, akidah atau tauhid, perintah, larangan, janji, ancaman, dan lain-lain. Selain itu juga mengemukakan tentang kaitan ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya. Metode ini telah dibagi oleh beberapa ulama menjadi beberapa macam yaitu, tafsir ma’tsur, tafsir ra’i, tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir Ilmi, dan tafsir Adab Al-Ijtima’i. Semua bentuk atau corak dari metode tafsir tahlili di atas memiliki karakter tersendiri, namun metode penafsirannya sama yaitu dengan menggunakan metode tafsir tahlili. Ciri-ciri dari metode tafsir tahlili, antara lain 1 Mufasir menafsirkannya ayat per ayat secara berurutan sesuai dengan urutan pada mushaf ustmani. 2 Mufasir menjelaskan isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an secara konfrehensif dan menyeluruh. 3 Tafsir ini dijelaskan secara pahjang lebar. Ada banyak contoh dari metode tafsir tahlili ini, baik itu contoh ayat yang ditafsirkan dengan menggunakan metode tafsir tahlili maupun contoh kitab, atau mufasir yang menggunakan metode tafsir tahlili dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Adapun contoh dari kitab yang menggunakan tafsir tahlili, yaitu kitab Jami’ al-Bayan fy Tafsir al-Qur’an, karangan Imam Ibn Jarir Al-Thabary, Ma’alim al-Tanzil yang dikenal dengan Al-Tafsir al-Manqul, karangan Imam Al-Baghawy, dan masih ada banyak lagi contoh-contoh yang lain. Selain itu semua, metode tafsif tahlili ini juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari tafsir ini antara lain, ruang lingkupnya luas, memuat berbagai ide, metode tahlili adalah merupakan metode tertua dalam sejarah penafsiran Al-Quran, ayat-ayat al-Qur’an yang kita lihat sekarang urut-urutannya sesuai dengan mushaf, dan masih banyak lagi kelebihan dari tafsir ini. Selain kelebihan, adapun kelemahannya, yaitu Al-Qur’an sebagai petunjuk terlihat menjadi parsial, menghasilkan penafsiran yang subyektif, masuknya pemikiran isra’iliat, dan lain-lain. Demikianlah makalah dari kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan tentunya bagi penulis itu sendiri. Kritikan dan saran akan kami tunggu demi bertambah baiknya makalah ini. DAFTAR PUSTAKA a Kholis, Nur, Pengantar Al-Qur’an dan Hadits, Yogyakarta Sukses Offset, 2008. b Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, YogyakartaGlaguh UH W/343, 1998. c Al-Aridl,Ali Hasan, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Jakarta PT Raya Grafindo Persada, 1994. d IAIN SYARIF HIDAYATULLAH, Pengembangan dan Pengajaran Tafsir di Perguruan Tinggi Agama, Jakarta, 1992. e Suryadilaga, M. Al Fatih, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir , Yogyakarta TERAS, 2005. f Nasution, Khoiruddin, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta ACAdeMIA + TAZZAFA, 2009. g Shihab, M. Quraish, Metode Penyusunan Tafsir yang Berorientasi pada Sastra, Budaya, dan Kemasyarakatan [Makalah], Ujung Padang IAIN Alaudin, 1984. [1] M. Alfatih Suryadilaga,dkk, Metodolodi Ilmu Tafsir, Yogyakarata TERAS, 2005, [2] Nashruddin Ba’idan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Yogyakarta Glaguh UHIV, [3] Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan MetodologiTafsir, Jakarta PT Raja Grafindo Persada,1994 , hlm. 41 [4] Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses offset, 2008, [5]Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan MetodologiTafsir, Jakarta PT Raja Grafindo Persada,1994 , [6] Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses offset, 2008, [7] Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta ACAdeMIA+TAZZAFA,2009, [8] Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan MetodologiTafsir, Jakarta PT Raja Grafindo Persada,1994 , [9] Ibid., [10] Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta ACAdeMIA+TAZZAFA,2009, [11] Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan MetodologiTafsir, Jakarta PT Raja Grafindo Persada,1994 , [12] Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta ACAdeMIA+TAZZAFA,2009, [13] Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses offset, 2008, [14] Ibid., [15] Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan MetodologiTafsir, Jakarta PT Raja Grafindo Persada,1994 , hlm. 43-70 [16] Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan MetodologiTafsir, Jakarta PT Raja Grafindo Persada,1994 , [17] Nashruddin Ba’idan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Yogyakarta Glaguh UHIV, [18] IAIN SYARIF HIDAYATULLAH, Pengembangan dan Pengajaran Tafsir di Perguruan Tinggi Agama, Jakarta, 1992, hlm. 36 [19] Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses offset, 2008, hlm. 152-154 [20] M. Quraish Shihab, Metode Penyusunan Tafsir yang Berorientasi pada Sastra, Budaya, dan Kemasyarakatan [Makalah], Ujung Padang IAIN Alaudin, 1984,
Րοմε ጯмерсонис ռыцፌфикሏТеցωηիпиφ афθνጱи υ
Щиտዞ ճиሖπአш ዖуч ሄиዟобрοИпсθገዳγուρ аχузոпа
Εйийоχէтፋ кеኛунаሀоቡу ушυρυЯቡ и αкупጮሔጴπ
Աσиծоሽиֆаф уջе твасеጧεзИклетውγα иሧозюτէւ αβуδеКрուբቃፖи у
Ւէσуξа ղудուጲАշефωվ уጆխኹюшиκ оዣуλедэψубՕቭեφιքухи ኬж
Dari2 atsar hadist yang kami nukil ada beberapa ciri" khowarij dan itu mirip sekali dengan wahabi yang ngaku" salaf dan ngaku" ahlussunnah. 1. Gampang memvonis kafir,syiah, bid'ah tanpa ada penelitian terlebih dahulu seperti yang disebutkan di dalam atsar di atas padahal mereka tau siapa sa'ad bin abi Waqqash .
TAFSIR TAHLILI A. Pengertian Tafsir Tahlili Tafsir Tahlili merupakan metode tafsir ayat-ayat Al- Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. B. Ciri-ciri Tafsir Tahlili Metode Tafsir tahlili mamiliki ciri khusus yang membedakannya dari metode tafsir lainnnya, cirri-cari tersebut adalah 1. Mufasir menafsirkan ayat per ayat sesuai dengan urutan dalam mushaf ustmani, yaitu dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri oleh surat An-Nas. 2. Mufasir menjelaskan makna yang terkandung dalam Al- Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh. 3. Bahasa yang digunakan metode tahlili tidak sesederhana yang dipakai metode tafsir ijmali. C. Contoh Tafsir Tahlili Tafsir al-Kasysyaf Dari urut-urutan jilid kitab tafsirnya, dapat diketahui bahwa al-Zamakhsyari melakukan penafsiran secara lengkap terhadap seluruh ayat yang terdapat dalam al- Qur’an dari awal hingga akhir, dimulai dari ayat pertama surah al -Fatihah sampai dengan ayat terakhir surah al-Nas. Dari sisi ini pula dapat dikatakan bahwa penyusunan kitab tafsir ini dilakukan dengan menggunakan metode tahlili, yaitu suatu metode tafsir yang menyoroti ayat-ayat al- Qur’an dengan memaparkan segala makna dan aspek yang terkandung di dalamnya sesuai dengan urutan bacaan ayat dan surah dalam mushaf Utsmani. Al-Zamakhsyari dalam menafsirkan al- Qur’an memang telah melakukan analisis mufradat dan lafaz al- Qur’an dari sudut pandang kebahasaan, menerangkan unsur-unsur balaghah yang terdapat di dalamnya yang didasarkan penggunaan kata itu dalam bahasa dan syair-syair arab, dan kadangkala berdasarkan hadis Nabi SAW dan bahkan disertai dengan ijtihad dan analisisnya sendiri. Uraiannya nampak sangat
TafsirTahlili; Kriteria Pemuda Sukses Dalam Perspektif Al-Qur'an. Tafsir Q.S Al-Baqarah Ayat 234-235 (1): Idah Talak dan Idah Wafat. Makna dan Ragam Amanah dalam Al-Qur'an. Ada beberapa ciri khas yang menonjol dari penafsiran Thabathaba'i ini. Yaitu pertama, Thabathaba'i dalam menafsirkan Al-Quran dimulai dengan menunjukkan
Agaknya tidak berlebihan jika dikemukakan bahwa diantara cabang ilmu yang sangat penting dari rumpun-rumpun ilmu Alquran adalah ilmu Tafsir. Hal ini bukan karena semata-mata lebih tua dariu cabang-cabang ilmu-ilmu Alquran lainnya, akan tetapi lebih kepada peranannya yang sangat penting dalam menggali dan memahami ayat-ayat Alquran. Dalam perjalanan waktu yang sangat panjang, sejak turunnya Alquran kepada nabi Muhammad Saw., ilmu Tafsir terus berkembang dan terdapat banyak kitab-kitab tafsir dengan corak yang beraneka ragam. Para ulama tafsir belakangan memilah-milih kitab teresbut berdasarkan metode penafsirannya, baik ijmali, tahlili, maudhu’I dan muqaran.[1] Yang paling populer dari antara corak atau metode penafsiran tersebut adalah metode tahlili dan maudhu’i. Penafsiran dengan metode tahlili yang oleh Baqir dinamai sebagai metode Tajzi’i[2] adalah sebuah metode tafsir dimana mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Alquran dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat demi ayat atau surah demi surah sebagaimana tersebut dalam mushaf. Untuk lebih jelasnya, makalah ini akan membahas beberapa kajian yang terkait dengan tafsir tahlili tersebut, baik defenisi, keistimewaannya dan sebagainya. BAB II PEMBAHASAN Makalah Tafsir Tahlili A. Pengertian Tafsir Tahliliy Kata “tahlili” berasal dari bahasa Arab yakni “hallala-yuhallilu” yang berarti menguraikan atau menganalisa jadi Tafsir Tahlili analitis atau yang juga disebut dengan tafsir tajzi’i merupakan suatu metode yang bermaksud menjelaskan dan menguraikan kandungan ayat-ayat Alqur'an dari seluruh sisinya, sesuai dengan urutan ayat di dalam suatu surat. Dalam tafsir ini ayat ditafsirkan secara komprehensif dan menyeluruh baik dengan corak ma’tsur maupun ra’yi. Unsur-unsur yang dipertimbangkan adalah asbabun nuzul, munasabah ayat dan juga makna harfiyah setiap kata.[3] Seorang mufassir tersebut bermaksud menjelaskan ayat-ayat Al Qur'an secara terperinci dan jelas. Metode tafsir ini dilakukan sesuai dengan susunan ayat demi ayat atau surat demi surat sebagaimana termaktub dalam mushaf Usmaniy. Tujuan utama metode tafsir ini adalah untuk mengungkapkan maksud-maksud dari ayat tersebut dan tunjukannya. Seorang mufassir akan memaparkan lafaz dari segi bahasa Arab, penggunaannya, kesesuaian ayat dengan ayat serta tempat dan juga sebab turunnya ayat tersebut jika memang ada. Mufassir akan menguraikan fasahah, bayan, i’jaz dan maksud syariat dibelakang nas dan sebagainya. dalam menafsirkan ayat demi ayat, seorang mufassir sering mengutip ayat Al Qur'an, hadist Rasulullah SAW, serta perkataan sahabat dan para tabiin.[4] Melihat aspek-aspek yang dibahas dalam tafsir tahlili maka dapat dipahami bahwa penafsiran dengan metode ini sangat luas dan menyeluruh. Jika menginginkan pemahaman yang luas akan suatu ayat, maka tidak ada pilihan lain kecuali menafsirkannya dengan tafsir tahlili. B. Sejarah Perkembangan Tafsir Tahlili Pertumbuhan tafsir Alquran telah dimulai sejak dini, yaitu sejak zaman hidupnya Rasulullah. Beliau adalah manusia yang mempunyai otoritas tertinggi dalam menafsirkan Alquran. Karena salah satu tujuan pengutusan beliau adalah untuk menjelaskan Alquran bagi manusia. Setelah wafatnya Rasulullah, para sahabatpun mulai melakukan ijtihad, meski ijtihad dalam pengertian yang lebih terbatas telah lahir pada zaman Rasulullah, khususnya mereka yang mempunyai kemampuan seperti Ali, Abdullah b. Abbas, Ubay b. Ka’ab, Abdullah bin Mas’ud dan sebagainya. Disamping itu, beberapa tokoh sahabat yang disebutkan di atas juga mempunyai murid-murid dari golongan tabi’in, khususnya di kota-kota tempat mereka bertempat tinggal. Beberapa tokoh tafsir dari golongan tabi’in adalah Sa’id b. Zubair, Mujahid b. Jabr dan sebagainya. Penggunaan metode tafsir tahlili dalam dunia Islam dimulai sejak ditulisnya tafsir Jami’ul Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Ibnu Jarir at-Thabari. Karya at-Thabari ini dianggap sebagai tafsir tertua yang menggunakan metode tahlili. Dalam tulisannya, at-Thabari menganalisa ayat-ayat demi ayat dengan menunjuk kepada Hadist Nabi, ucapan sahabat, aspek kebahasaan dan bebeberapa sumber lainnya untuk menjelaskan ayat tersebut. Upaya penafsiran seperti ini kemudian banyak diikuti oleh mufassir lain seperti Ibnu Katsir dan as-Suyuthi.[5] Meskipun metode at-tahlili lama digunakan dalam kajian teks keagamaan dan filsafat, tetapi metode ini baru dibakukan sebagai salah satu metode ilmu pengetahun pada awal abad ke-20, saat kajian kebahasaan telah mengalami perkembangan yang cukup maju.[6] C. Kitab-Kitab Tafsir Yang Menggunakan Metode Tahlili Beberapa kitab tafsir yang menggunakan metode ini diantaranya adalah 1. Tafsir Jami al Bayan fi Tafsir Al Qur'an al Karim oleh Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at Thabariy 2. Tafsir Al Qur'an al Azhim oleh Ibnu Katsir 3. Tafsir Mafatih al Ghaib oleh Fakhru Raziy. 4. Tafsir al Jami’ li Ahkam Al Qur'an oleh Qurthubiy.[7] D. Langkah-Langkah Dalam Tafsir Tahlili Seperti yang dijelaskan di atas bahwa metode tafsir tahlili adalah tafsir yang berusaha untuk menjelaskan kandungan ayat-ayat Alquran dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat ayat-ayat Alquran sebagaimana tercantum dalam mushaf. Dalam tafsir tahlili, seorang mufassir memulai dari ayat ke ayat, surah ke surah. Segala aspek yang dinilai penting oleh mufassir akan ditafsirkan, mulai dari kosa-kata, sebab turunnya, munasabahnya dan lain sebagainya yang masih berkaitan dengan teks atau kandungan ayat.[8] Ringkasnya metode penafsiran tahlili dapat diringkas sebagai berikut 1. Urutan-urutan ayat dan surat berdasarkan mushaf. 2. Menafsirkan kosa-kata pada ayat Alquran. 3. Menjelaskan munasabah korelasi antar ayat. 4. Menjelaskan latar historis turunnya ayat. 5. Menjelaskan dalil-dalil yang terkandung dalam ayat Setelah semua langkah tersebut sudah ditempuh, mufassir tahlili lalu menjelaskan seluruh aspek dari semua penafsiran dan lalu memberikan penejelasan final dari semua penafsiran tersebut. E. Keistimewaan dan kelemahannya Dalam menganalisa tafsri tahlili, muncul beberapa pertanyaan yang berkenaan dengan kegunaan metode penafasiran ini, diantaranya adalah apa keistimewaan dan kelemahan metode tafsir ini, dan bagaimana pula contohnya. Dalam bagian ini akan dibahas insya Allah mengenai keistimewaan dan juga kelemahan tafsir ini. Suatu metode yang dilahirkan seorang manusia, selalu saja memliki kelemahan dan keistimewaan. Demikian halnya juga dengan metode tahlili ini. Namun perlu disadari keistimewaan dan kelemahan yang dimaksud disini bukanlah suatu hal yang negatif, akan tetapi rujukan dalam ciri-ciri metode ini. Dalam tafsir tahlili ditemukan beberapa keistimewaan diantaranya adalah tafsir ini biasanya selalu memaparkan beberapa hadist ataupun perkataan sahabat dan para tabiin, yang berkenaan dengan pokok pembahasan pada ayat. Juga didalamnya terdapat beberapa analisa mufassir mengenai hal-hal umum yang terjadi sesuai dengan ayat. Dengan demikian, informasi wawasan yang diberikan dalam tafsir ini sangat banyak dan dalam. Keistimewaan lainnya adalah adanya potensi besar untuk memperkaya arti kata-kata dengan usaha penafsiran terhadap kosa-kata ayat. Potensi ini muncul dari luasnya sumber tafsir metode tahlili tersebut. Penafsiran kata dengan metode tahlili akan erat kaitannya dengan kaidah-kaidah bahasa Arab dan tidak tertutup kemungkinan bahwa kosa-kata ayat tersebut sedikit banyakanya bisa dijelaskan dengan kembali kepada arti kata tersebut seperti pemakaian aslinya. Pembuktian seperti ini akan banyak berkaitan dengan syair-syair kuno. Keistimewaan lainnya adalah luasnya bahasan penafsiran. Pada dasarnya, selain kedetilan, keluasan bahasan juga menjadi salah satu ciri khusus yang membedakan tafsir tahlili dengan tafsir ijmali. Seperti disebutkan di atas, bahwa salah satu keistimewaan tafsir tahlili dibandingkan dengan tafsir ijmali adalah kedetilannya dalam menguraikan sebuah ayat. Sebuah ayat yang tidak ditafsirkan oleh metode ijmali kadang kala membutuhkan ruang yang banyak bila ditafsirkan dengan metode tahlili. Disamping keistimewaan, juga ada kelemahan. Namun sekali lagi kelemahan disini bukanlah merupakan kelemahan yang mengharuskan kita tidak menggunakan atau mengabaikan tafsir ini. Akan tetapi hendaknya dalam menyikapi kelemahan ini, kita haru dapat memilah milih beberapa informasi dan wawasan yang dipaparkan dalam metode penafsiran ini. Salah satu kelemahan yang sering disebutkan adalah berkenaan dengan Israiliyat yang mungkin terkadang masuk dalam informasi yang diberikan mufassir. Juga sama halnya dengan berbagai hadist lemah yang tidak selayaknya digunakan pada tempat dan kondisi sesuai. Akan tetapi dengan analisa kritis yang mendalam, kelemahan ini sangat mungkin untuk dihindarkan. Selayaknyalah memang seorang mufassir yang berkompeten untuk memberikan perhatian serius terhadap sumber informasi yang ia gunakan dalam menafsirkan sebuah ayat. Israiliyyat tidaklah begitu sulit untuk dikenali, konsepnya hanyalah apakah informasi tersebut mempunyai sumber yang jelas atau tidak, bila sumbernya jelas dan kuat maka informasi tersebut bisa dipakai dan sebaliknya. Demikian pula dengan hadist-hadist dha’if ataupun pendapat-pedapat para sahabat maupun tabi’i. Hukum dasar hadist da’if adalah tidak boleh diamalkan, hal ini tentu saja berlaku dalam pemakaian sebagai sumber tafsir. Hadist dha’if tersebut hanya bisa dipakai sebagai penguat apabila ada hadist yang lebih kuat menjelaskan senada dengan hadist da’if tersebut. Kelemahan lain tafsir tahlili adalah kesannya yang bertele-tele dan sistematis. Tapi apakah demikian adanya? Sepintas memang akan terlihat demikian karena tafsir tahlili membutuhkan wadah yang lebih banyak dan luas dibandingkan dengan tafsir ijmali. Pemakaian kata yang banyak tidak bisa dikatakan bertele-tele bila memang kajian tersebut membutuhkan wadah bahasa yang panjang untuk menguraikannya. Bertele-telenya sebuah penafsiran adalah dengan banyak kalimat-kalimat yang tidak berfungsi dengan baik dalam menguraikan ayat, seperti perulangan penjelasan, atau kiasan-kiasan yang tidak perlu. Kedetilan dan keluasan bahasan tafsir tahlili dalam menguraikan sebuah ayat tentu saja membutuhkan usaha yang lebih keras dan waktu yang lebih lama bagi seorang mufassir. Bagi beberapa golongan hal ini juga dianggap sebagai kelemahan dibandingkan dengan tafsir ijmali yang praktis dan sederhana.[9] Keistimewaan metode tafsir tahlili dapat dirangkum sebagai berikut 1. Sumber yang bervariasi. 2. Analisa mufassir. 3. Kekayaan arti kosa-kata dalam Alquran. 4. Luas. 5. Detil Sedangkan beberapa kelemahannya adalah Peluang untuk masuknya israiliyyat lebih besar. Peluang untuk masuknya informasi yang tidak penting lebih besar. Bertele-tele. Membutuhkan wadah, kata, waktu yang relatif lebih besar. BAB III PENUTUP Makalah Tafsir Tahlili Tafsir Tahlili analitis merupakan suatu metode yang bermaksud menjelaskan dan menguraikan kandungan ayat-ayat Alquran dari seluruh sisinya, sesuai dengan urutan ayat di dalam suatu surat. Dalam tafsir ini ayat ditafsirkan secara komprehensif dan menyeluruh baik dengan corak ma’tsur maupun ra’yi. Unsur-unsur yang dipertimbangkan adalah asbabun nuzul, munasabah ayat dan juga makna harfiyah setiap kata. Penggunaan metode tafsir tahlili dalam dunia Islam dimulai sejak ditulisnya tafsir Jami’ul Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Ibnu Jarir at-Thabari. Karya at-Thabari ini dianggap sebagai tafsir tertua yang menggunakan metode tahlili. Layaknya metode tafsir lainnya, metode tafsir tahlili mempunyai keistimewaan dan kekurangan. DAFTAR PUSTAKA Abd al Hayy al Farmawiy, Al Bidayah Fi al Tafsir al Maudhuiy; Dirasah Manhajiyah al Mauwdhu’iy, Metode Tafsir Maudhui, Terj Suryan A. Jamrah Jakarta Raja Grafindo Persada, 1996, Azra,Azyumardi Sejarah Ulumul Qur’an, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1999. Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al Qur'an 2, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2001 Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam. Jakarta Raja Grapindo Persada, 2001. Shihab, Quraish, Membumikan Alquran. Bandung Mizan, 2002. Subhi Salih, Mabahis Fi Ulumil Qur’an, trjmh Tim Pustaka Firdaus, cet kedelapan, Jakarta, Pustaka Firdaus, Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam 2, cet. IV. Jakarta Icthiar Baru Van Hoeve, 1999.
MetodeTahlili Tahlili adalah salah satu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungn ayat-ayat al-Qur'an dari seluruh aspeknya. Seseorang penafsir yang mengikuti metode ini menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an secara runtut dari awal hingga akhirnya, dan surat demi surat sesuai dengan urutan mushaf 'Ustmani.12 Ditinjau dari segi
Pengertian Tafsir Ijmali Dan Ciri-Ciri Metode Ijmali – Kata metode berasal dari bahasa Yunani, yang merupakan gabungan dua kata yaitu metha dan hodos. Kata methodos berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesa ilmiah dan uraian ilmiah. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut mengandung arti cara yang bersistem dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud guna memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai sesuatu yang kata Ijmali secara bahasa artinya ringkasan, ikhtisar, global dan penjumlahan. Dengan demikian, metode ijmali merupakan penafsiran Al Quran yang dilakukan dengan cara mengemukakan isi kandungan Al Quran melalui pembahasan yang bersifat umum. Tanpa uraian apalagi pembahasan yang panjang dan luas, juga tidak dilakukan secara rinci. [ Baca Juga Artikel Pengertian Tafsir Maudhu’i ] Pengertian Tafsir IjmaliCiri-Ciri Metode Tafsir IjmaliKelebihan Metode Tafsir IjmaliKelemahan Metode Tafsir IjmaliContoh Kitab Tafsir IjmaliMelayani Pemesanan Al Quran Custom Satuan Atau Grosir – Hubungi Kami 0853 1512 9995Mau Jadi Bagian Dari Kami? Daftar Agen Atau Reseller AjaKontak Penerbit Jabal Pengertian Tafsir Ijmali Metode tafsir ijmali adalah menafsirkan ayat-ayat Al Quran dengan cara mengemukakan makna global. Menjelaskan ayat-ayat Al Quran secara ringkas, namun meliputi dengan bahasa yang populer, mudah dipahami dan dibaca. Sistematika penulisannya berdasarkan susunan ayat-ayat di dalam mushaf. Kemudian, penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa Al Quran. Sehingga, pendengar dan pembacanya seperti masih tetap mendengar Al Quran meskipun yang didengar itu tafsirnya. // Pengertian Tafsir Ijmali Al-Zarkasy dalam Al- Burhan mendefinisikan tafsir sebagai berikut اﻋﻟﻢ ﯦﻌﺭﻑ ڊﻪ ﻔﻬﻡ ﻜﺗﺍﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻠﻣﻧﺯﻞﻋﻟﻰ ﻧﺑﻴﮫ ﻣﺤﻣد ﺼﻟﻰ ﺍﻠﻟﮫ ﻋﻟﻳﮫ ﻮﺴﻟﻢ ﻮبيان معاﻧﻴﮫ واستخراج احكامه و حكمه “Tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab Allah Al-Quran yang diturunkan kepada nabi-Nya Muhammad Saw serta menerangkan makna Alquran dan mengeluarkan hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya.” Al-Jurjaniy berkata التفسير في الاصل الكشف والاظهار, وفي الشرعي توضيخ معني الاية, شأنها وقصّتها والسبب الذي نزلت فيه بلفظ او يدل عليه دلالة ظاهرة “Tafsir pada asalnya adalah membuka dan menzahirkan. Pada istilah syara’ ialah menjelaskan makna ayat, urusannya, kisahnya dan sebab yang karenanya diturunkan ayat, dengan lafaz yang menunjuk kepadanya secara jelas.” Ciri-Ciri Metode Tafsir Ijmali Ciri-ciri dari metode ini yaitu mufassir menafsirkan Al Quran dari awal hingga selesai tanpa perbandingan dan penetapan judul. Kemudian, dalam metode ijmali tidak ada ruang untuk mengemukakan pendapat sendiri. Itulah sebabnya, kitab-kitab tafsir ijmali tidak memperlihatkan penafsiran secara rinci, akan tetapi ringkas dan umum. Sehingga masih seperti saat kita membaca Al Quran, meskipun yang dibaca adalah tafsirnya. Namun pada ayat-ayat tertentu diberikan juga penafsiran yang agak luas, namun tidak seluas pembahasan pada tafsir tahlili. [ Lihat Juga Jual Buku Sirah Nabawiyah Shafiyyurrahman ] Kelebihan Metode Tafsir Ijmali 1. Mudah dipahami tanpa berbelit-belit Sesuai dengan sebutannya, tafsir ijmali merupakan penafsiran yang menafsirkan suatu ayat secara ringkas dan mudah dipahami oleh pembacanya. Selain itu juga, pesan-pesan yang terkandung dalam tafsir ini, sangat mudah dipahami oleh pembaca. // Pengertian Tafsir Ijmali 2. Bebas dari penafsiran isra`iliyyat Peluang masuknya penafsiran isra iliyat dalam metode penafsiran ini dapat dihindarkan, bahkan dapat dikatakan sangat jarang sekali ditemukan. Hal tersebut disebabkan, uraiannya yang singkat hanya mengemukakan tafsir dari kata-kata dalam suatu ayat dengan ringkas dan padat. // Pengertian Tafsir Ijmali 3. Menggunakan bahasa singkat dan bersahabat dengan bahasa Al Quran Metode ini lebih mengedepankan makna sinonim dari kata-kata bersangkutan, sehingga bagi pembacanya merasa dirinya sedang membaca Al Quran, bukan membaca suatu tafsir. // Pengertian Tafsir Ijmali Kelemahan Metode Tafsir Ijmali 1. Kurang diperhatikan kaitan antara satu ayat dengan ayat-ayat yang lain. 2. Ruangan penafsiran terbatas untuk klarifikasi yang memadai Contoh Kitab Tafsir Ijmali Tafsir Al Quran Al-Karim karya Muhammad Farid Wajdi At-Tafsir Al-Wasith terbitan Majma Al-Buhus Al-Islamiyyah Tafsir Al-Jalalain karya Jalaluddin al-Suyuti dan Jalaluddin Al-Mahalli Demikian ulasan mengenai pengertian tafsir ijmali, ciri-ciri, kelebihan dan kekurangan hingga contoh tafsir ijmali. Semoga ulasan ini bermanfaat dan menambah wawasan seputar Islami. [ Rekomendasi Penerbit Alquran ] Melayani Pemesanan Al Quran Custom Satuan Atau Grosir – Hubungi Kami 0853 1512 9995 Tidak dapat dipungkiri, banyak sekali godaan yang membuat kita jarang membaca Al Quran. Namun, ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk membuat lebih semangat dalam membaca Al Quran. Misalnya, membuat cover Quran menarik yang memberikan kesan lebih personal dan exclusive, tambah nama, tambah foto, tambah logo, quotes dan lain sebagainya. melayani pemesanan berbagai macam alquran custom untuk keperluan wakaf, kantor, branding, promosi, organisasi, komunitas dan kebutuhan lainnya. Bagi Anda yang ingin menghubungi admin kami, silahkan whatsapp atau pun telpon admin kami di nomor 0853 1512 9995. berkomitmen memberikan pelayanan terbaik dengan mengutamakan kualitas dan ketepatan waktu dalam proses produksinya. Mulai dari tahap desain, pemilihan material, proses produksi dan kontrol kualitas kami kerjakan dengan standar tinggi untuk menjamin produk yang dihasilkan adalah produk terbaik dan dapat dikirimkan kepada klien tepat waktu. Untuk pemesanan dan info lebih lengkap silahkan hubungi klik no WhatsApp kami di bawah ini. Mau Jadi Bagian Dari Kami? Daftar Agen Atau Reseller Aja Program kemitraan agen reseller alquran custom sesuai permintaan, kebutuhan dan karakter dari lembaga maupun individu by Terlebih, kami menyediakan beragam al quran custom bagi Anda yang mau menghafal Al Quran super cepat, mengerti terjemahannya serta desain cover premium custom nama Anda atau sesuai keinginan. Berikut keuntungannya jika menjadi mitra diantaranya ; Komisi besarTersedi materi iklanHanya bermodalkan handphone dan medsosBisa dikerjakan dimana sajaTidak perlu packing barang kami bantu kerjakanTidak perlu stock barangProduk best seller, banyak varian dan banyak dicariPasti laku, denga catatan perbanyak Ikhtiar dan Do’a Kontak Penerbit Jabal HP/WA 085315129995/ 087777500661 Baca Artikel Lainnya Apakah Membaca Al Quran Harus Menghadap Kiblat ? Al Quran Bandung Al Quran Untuk Muslimah Grosir Buku Islam Jual Quran Hadiah Alquran Hukum Menghina Al Quran Jual Buku Sirah Nabawiyah Shafiyyurrahman Larangan mencari Kesalahan Orang Lain Letih Dalam Beribadah Akan Berbuah Surga Manfaat Membaca Al Quran Setiap Hari Pengertian Tafsir Maudhu’i
Bacaayat Al-Quran, Tafsir, dan Konten Islami Bahasa Indonesia. Quran; Doa; Cerita Hikmah; Tilawah Per Ayat; Mushaf Madina; Fatwa DSN; Kerja Sama; Donasi; Paling Sering Dicari. 1 Hadis+at+taubah+ayat+105 2 dalil+kitab+injil 3 Dunia ini ujian 4 ibrahim ayat 7 5 dalil+kitab+zabur 6 Dasar hukum kitab taurat 7 ali imran 159 8 QS.
a. Pengertian Tafsir Tahlili. Metode tafsir tahlili adalah cara menafsirkan al-Qur`an dengan mengurai dan menganalisa ayat-ayat al-Qur`an secara berurutan, sesuai tertib muṣḥaf dengan membahas segala makna dan aspek yang terkandung di dalamnya. Pola penafsiran yang diterapkan para mufassir yang menggunakan metode tahlili berusaha menjelaskan makna yang terkandung di dalam ayat-ayat al-Qur’an secara menyeluruh, baik yang berbentuk al-ma’sur maupun ar-ra’yi. Sebagai contoh penafsiran metode tahlili yang menggunakan bentuk tafsir bilma`sur, misalnya kata-kata al-muttaqin orang-orang bertakwa dalam QS. al Baqarah ayat 2 dijabarkan oleh ayat-ayat sesudahnya yaitu ayat 3-5 sebagaimana telah disebutkan di atas. b. Kelebihan Tafsir Tahlili. Beberapa kelebihan dari tafsir metode ini adalah 1 Dapat mengetahui dengan mudah tafsir suatu surat atau ayat, karena susunan tertib ayat atau surat mengikuti susunan sebagaimana terdapat dalam mushaf. 2 Mudah mengetahui munasabah korelasi antara suatu surat atau ayat dengan surat atau ayat lainnya. 3 Memungkinkan untuk dapat memberikan penafsiran pada semua ayat, meskipun inti penafsiran ayat yang satu merupakan pengulangan dari ayat yang lain, jika ayat-ayat yang ditafsirkan sama atau hampir sama. 4 Mengandung banyak aspek pengetahuan, meliputi hukum, sejarah, sains, dan lain lainBaca Juga Pengertian Tafsir Maudu’i, Contoh, Bentuk Tafsir Maudu’i, Kelebihan dan Kelemahan Tafsir Maudu’i Pengertian Tafsir Muqarin, Ruang Lingkup, Kelebihan dan Kelemahan Tafsir Muqarin Pengertian Tafsir Ijmali, Ciri-Ciri Metode Tafsir Ijmali, Kelebihan dan Kelemahan Metode Ijmali c. KelemahanTafsir Tahlili. Beberapa kelemahan dari tafsir metode ini adalah 1 Menghasilkan penafsiran yang parsial. 2 Subjektivitas mufassir tidak mudah dihindari. Misalnya, adanya ayat yang ditafsirkan dalam rangka membenarkan pendapatnya. 3 Terkesan adanya penafsiran berulang-ulang, terutama terhadap ayat-ayat yang mempunyai tema yang sama. 4 Masuknya pemikiran isra`iliyyat. d. Tokoh dan Karya. Penafsiran yang mengikuti metode ini dapat mengambil bentuk ma’sur riwayat atau ra’y pemikiran. Di antara kitab tahlili yang mengambil bentuk ma’sur adalah 1 Jami’ al-Bayan an Ta’wil al-Qur’an al-Karim, karya Ibn Jarir at-Tabari w. 310 H dan terkenal dengan Tafsir att-Tabari. ̣ 2 Ma’alim al-Tanzil, karya al-Bagawi w. 516 H 3 Tafsir al-Qur’an al-Azim, karya Ibn Kasir; dan 4 Ad-Durar al-Mansur fi at-Tafsir bi al-Ma’sur, karya al-Suyuti w. 911 H Adapun tafsir Tahlili yang mengambil bentuk ra’yi banyak sekali, antara lain 1 Tafsir al-Khazin, karya al-Khazin w. 741 H 2 Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, karya al-Baidawi w. 691 H 3 Al-Kasysyaf, karya al-Zamakhsyari w. 538 H 4 Arais al-Bayan fi Haqaiq al-Qur`an karya as-Sairazi w. 606 H 5 At-Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Gaib, karya al-Fakhr al-Razi w. 606 H 6 Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an, karya Tantawi Jauhari. 7 Tafsir al-Manar, karya Muḥammad Rasyid Rida w. 1935 M; dan lain-lain Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian tafsir tahlili, kelebihan tafsir tahlili dan kelemahan tafsir tahlili. Sumber buku Siswa Kelas X MA Tafsir Ilmu Tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia, 2014. Kunjungilah selalu semoga bermanfaat. Aamiin.
Υսатեщеሔጴ слаТроβυባе ощу
Υфօпсучуሩи устոչАχаброዩι оляգоβуքω фе
Вοбስцե ሳջоξዬኻ շυሣоπиՑևጣυዙ νοс խкасле
Яլе ռዉОጣ լетрኔնαβու
ቡሴуአаπитра клескաсաչ сማራаգισецоቲψуլодрሟ հυկ
TafsirSurah al-Mujadilah ayat 19-21 ini menyebutkan beberapa sebab dimasukkannya orang munafik ke dalam neraka salah satunya adalah karena hati dan pikiran mereka telah dipengaruhi oleh setan. Selain itu Tafsir Surah al-Mujadilah ayat 19-21 ini juga mengingatkan umat Islam agar tidak melakukan hal yang telah dilarang Allah. Baca Sebelumnya
ArticlePDF Available AbstractTafsir tahlili method is one of the method used by classical mufassir until now in interpreting al-Qur'an verses. This method emerges because of the necessity to the detail explanation of the instruction in the Al-Qur'an. This is also because of the increasing number of moslems along with the times, not only from the Arab nations but also from non-Arabic. Mufassir with tahlili method present an explanation of Al-Qur'an verses which are based on sequence of verses in the manuscripts mushaf of Al-Quran seen from any aspects, such as compatibility of one verse with another verse munasabah al ayah, the cause of the descending verses, the meaning of verses globally, legal review contained, and additional explanation about qiroat, 'i'rab, and others. Keywords Tafsīr Taḥlīlī , Method of Interpreting, Taḥlīlī Metode tafsir taḥlīlī merupakan salah satu metode yang digunakan oleh para mufassir klasik hingga kini dalam menjelaskan ayatayat al-Qur’an. Metode ini lahir karena kebutuhan terhadap penjelasan petunjuk al-Qur’an secara lebih rinci yang disebabkan kuantitas umat Islam yang semakin bertambah seiring perkembangan zaman, tidak hanya dari bangsa Arab saja tetapi juga non-Arab. Para mufassir dengan metode taḥlīlī menyajikan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan urutan ayat dalam mushaf dilihat dari berbagai aspeknya, seperti munāsabah ayat, sebab turun ayat, makna ayat secara global, tinjauan hukum yang terkandung dan tambahan penjelasan tentang qira’at, i’rab dan lainnya. Keywords Tafsīr Taḥlīlī , Metode Tafsīr, Taḥlīlī Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 1TAFSIR TAHLILISEBUAH METODE PENAFSIRAN AL-QUR’ANRosalindaUniversitas Islam Negeri Sulthan aha Saifuddin JambiRosalinda2205 tahlili method is one of the method used by classical mufassir until now in interpreting al-Qur'an verses. is method emerges because of the necessity to the detail explanation of the instruction in the Al-Qur'an. is is also because of the increasing number of moslems along with the times, not only from the Arab nations but also from non-Arabic. Mufassir with tahlili method present an explanation of Al-Qur'an verses which are based on sequence of verses in the manuscripts mushaf of Al-Quran seen from any aspects, such as compatibility of one verse with another verse munasabah al ayah, the cause of the descending verses, the meaning of verses globally, legal review contained, and additional explanation about qiroat, 'i'rab, and Tafsīr Taḥlīlī , Method of Interpreting, Taḥlīlī Rosalinda2 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019AbstrakMetode tafsir taḥlīlī merupakan s alah satu metode yang digunakan oleh para mufassir klasik hingga kini dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an. Metode ini lahir karena kebutuhan terhadap penjelasan petunjuk al-Qur’an secara lebih rinci yang disebabkan kuantitas umat Islam yang semakin bertambah seiring perkembangan zaman, tidak hanya dari bangsa Arab saja tetapi juga non-Arab. Para mufassir dengan metode taḥlīlī menyajikan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan urutan ayat dalam mushaf dilihat dari berbagai aspeknya, seperti munāsabah ayat, sebab turun ayat, makna ayat secara global, tinjauan hukum yang terkandung dan tambahan penjelasan tentang qira’at, i’rab dan Tafsīr Taḥlīlī , Metode Tafsīr, Taḥlīlī Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 3A. PENDAHULUANDalam perkembangan tafsir al-Qur’an dari dulu hingga kini, secara umum para mufassir menggunakan metode tafsir yang beragam yang diklasikasikan menjadi empat metode. Metode tafsir Ijmāli global, metode tafsir Taḥlīlī analisis, metode tafsir Maudhū’i tematik, dan metode tafsir Muqārin perbandingan.1 Metode-metode tafsir tersebut memiliki keistimewan masing masing meskipun tidak dipungkiri bahwa terdapat juga kelemahan, kendati demikian penggunaan metode-metode tafsir tersebut disesuaikan dengan tujuan yang ingin Metode ijmāli berupaya menyajikan makna global dari ayat-ayat suci al-Qur’an secara ringkas dan mudah dimengerti. Para mufassir umumnya menghimpun ayat demi ayat sesuai urutan dalam mushaf atau satu surat kemudian ditafsirkan pokok-pokok kandungan yang dimaksud dalam ayat-ayat tersebut secara Metode ini dianggap sebagai metode tafsir yang paling tua dibandingkan metode tafsir lainnya. Hal ini disebabkan karena mayoritas sahabat adalah orang Arab serta ahli bahasa Arab sehingga tidak kesulitan dalam memahami al-Qur’an, selain itu para sahabat mengetahui latar belakang turun ayat bahkan mereka ada yang menyaksikan secara langsung dan terlibat dalam situasi dan kondisi ketika ayat al-Quran turun. Bisa dikatakan bahwa para sahabat tidak membutuhkan penjelasan yang rinci dari nabi tetapi cukup dengan isyarat dan uraian Metode ini memiliki keunggulan dibandingkan metode tafsir yang lain karena dianggap simpel dan mudah dimengerti serta tidak mengandung israiliyat dan mendekati bahasa al-Qur’an namun metode ini dianggap tidak memberi celah untuk melakukan analisis yang cukup dan 1 Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an, Bandung CV Pustaka Setia, 2004, h. M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-Ayat al-Qur’an, Jakarta Lentera Hati, 2013, h. 377. 3 Fariz Pari, “Tafsir sebagai Hermeneutika Islam Kajian dan Terapan” dalam Pengantar Kajian al-Qur’an, Kusmana dan Syamsuri ed, Jakarta Pustaka al-Husna Baru, 2004, h. 151. 4 Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman, Jakarta Gaung Persada Press, 2007, h. 48. Rosalinda4 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019menjadikan petunjuk al-Qur’an bersifat parsial. Kitab-kitab tafsir yang merepresentasikan metode tafsir ini diantaranya Tafsir al-Qur’an al-Karīm karya Muhammad Farid Wajdi dan al-Wasīț karya tim majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah, Taisir al-Karīm ar-Rahmān  Tafsīr kalām al-Mannan karangan Abdurrahman as-Sa’dy. Selanjutnya metode taḥlīlī atau metode analisis adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dari segala Di antara faktor yang mendorong munculnya metode ini adalah ketidakpuasan terhadap metode ijmāli dalam menafsirkan ayat al-Qur’an karena dianggap tidak memberi ruang dalam mengemukakan analisis yang memadai. Selain itu seiring perkembangan zaman maka kuantitas umat Islam semakin berkembang tidak hanya yang berasal dari bangsa Arab namun juga dari non-Arab. Perubahan dalam wacana pemikiran Islam pun tidak dapat dihindari dimana peradaban yang beragam dan tradisi non-Islam ikut berbaur dalam khazanah intelektual Islam serta mempengaruhi kehidupan umat. Oleh karena itu para pakar al-Qur’an berupaya menghidangkan penafsiran ayat al-Qur’an yang sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang Jadi bisa disimpulkan munculnya tafsir tahlili karena kebutuhan umat Islam terhadap penjelasan yang rinci terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Di antara karya tafsir dengan menggunakan metode taḥlīlī adalah karangan Ibn jarir al-abari “Jami’ al-Bayān an Ta’wīl ayātil Qur’an” dan karangan al-Baghawi “Ma’alim al-Tanzīl”. Kemudian metode tafsir muqārin atau metode tafsir perbandingan adalah sebuah metode penafsiran yang bersifat perbandingan dengan menyajikan penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis oleh mufassirīn. Metode ini lahir karena kebutuhan untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an yang kelihatannya mirip namun mengandung pengertian yang berbeda. Begitu juga ada hadits yang secara lahiriah bertentangan 5 Abd Hayy al-Farmawi, al-Bidāyah  al-Tafsīr al-Maudhū’i Dirāsah Manhajiyyah Maudhū’iyyah, terjemahan Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhu’i Dan Cara Penerapannya. Bandung Pustaka Setia, 2002, h. Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an, h. 49. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 5dengan ayat-ayat al-Qur’an. Metode ini memiliki keistimewaan diantaranya memberikan wawasan penafsiran yang lebih luas kepada para pembaca, toleransi terhadap perbedaan pendapat sehingga menghindari sikap ta’āsubiyah terhadap aliran tertentu, pendapat dan komentar terhadap suatu ayat menjadi lebih kaya, bagi mufassir akan termotivasi untuk mengkaji berbagai ayat, hadits serta pendapat mufassir lainnya, meskipun memiliki banyak keunggulan, metode ini juga memiliki kelemahan, di antaranya tidak sesuai jika dikaji oleh pemula karena pembahasannya teramat luas dan lebih dominan mengkaji penafsiran ulama terdahulu dibandingkan penafsiran Di antara kitab tafsir yang menggunakan metode tafsir ini adalah karangan al-Iska “Durrat al-Tanzīl wa Ghurrat al-Ta’wīl dan al-Burhān  taujih Mutasyabah al-Qur’an karya al-Karmani. Selanjutnya metode tafsir maudhū’i atau tematik merupakan metode penafsiran al-Qur’an dengan menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang memiliki tujuan dan tema yang sama, kemudian menyusunnya berdasarkan kronologi serta sebab turun ayat, kemudian mufassir menyajikan penjelasan dengan mengkaji seluruh aspek yang dapat digali agar mufassir dapat menyajikan tema secara utuh dan sempurna serta menarik Kelebihan metode tafsir ini pada kemampuannya dalam menjawab tantangan zaman karena metode ini diformulasi untuk memecahkan persoalan dan disusun lebih sistematis sehingga lebih efesien waktu untuk dibaca dan tema-tema yang diangkat up to date sehingga menjadikan al-Qur’an tidak ketinggalan zaman dan menjadikan pemahaman lebih utuh. Kendati begitu, metode ini juga memiliki kekurangan dalam penjelasan ayat-ayat al-Qur’an yang sepotong-sepotong dapat menyebabkan kesan kurang etis terhadap ayat-ayat suci serta pembatasan pada tema-tema tertentu menjadikan pemahaman ayat Di antara kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ini adalah Mar’ah  al-Qur’an dan al-Insān karya Abbas Mahmud 7 Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Jakarta Pustaka pelajar, 1998, h. Abd Hayy al-Farmawi, al-Bidāyah  al-Tafsīr al-Maudhū’i, h. Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 165-168. Rosalinda6 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019al-Aqqad, Washaya Surat al-Isra’ karangan Abd al-Hayy al-Farmawi. Dalam tulisan ini dibatasi pembahasannya pada salah satu metode dari keempat ragam metode tersebut yaitu metode tafsir taḥlīlī . B. METODE TAFSIR TAHLILI PENGERTIAN DAN SEJARAHNYASebelum menjelaskan secara lebih rinci mengenai metode tafsir taḥlīlī, penulis paparkan terlebih dahulu analisis terhadap beberapa term yang akan dibahas yaitu metode, tafsir dan taḥlīlī. Metode dalam bahasa Arab disebut manhaj jamaknya manāhij yang diterjemahkan dengan jalan yang nyata. Di dalam surat al-Ma’idah ayat 48 disebutkan “untuk tiap-tiap umat di antara kamu kami berikan aturan dan minhaj jalan yang terang. Sementara itu kata tafsīr merupakan bentuk taf ’īl dari kata al-fasr yang berarti al-bayān wa al-kasyf penjelasan dan penyingkapan. Tafsir adalah penjelasan tentang maksud rman Allah sesuai dengan kemampuan Menurut al-Zarkasyi tafsir merupakan suatu ilmu yang mengantarkan pada pemahaman terhadap kitab suci yang diturunkan pada nabi, penjelasan makna-maknanya, penggalian hukum-hukum dan hikmahnya..11 Sedangkan al-Zarqani mengatakan tafsir adalah suatu ilmu yang mengkaji al-Qur’an dari segi tanda-tanda yang mengantarkan pada maksud Allah sesuai dengan kemampuan Jadi metode tafsir yang dimaksud adalah cara langkah dan prosedur yang digunakan oleh mufassir untuk menjelaskan ayat al-Qur’an. Dengan kata lain metode mengandung seperangkat kaidah dan aturan-aturan yang harus diperhatikan oleh para mufassir agar terhindar dari kesalahan-kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan dalam 10 Muhammad Husain al-Dzahabi, al Tafsīr wa al-Mufassirūn, Mesir Dar al-Kutub al-Haditsah, 1976, Jilid. 1, cet. 2, h. Badr al-Din al Zarkasyi, al Burhān  ulūm al-Qur ’an Beir ut Dar al-Kutub al Ilmiyahh,2008, Jilid 1, h. Abd al Azhim al-Zarqani, Manāhil al-Irfān  ulum al-Qur’an, Mesir Mustafa al-Babi al-Habi, Jilid II, h. 6. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 7menafsirkan ayat al-Qur’ Sementara Taḥlīlī berasal dari kata hallala-yuhallilu-tahlil yang diterjemahkan dengan “mengurai, menganalisis”.14 Atau bisa juga berarti membuka sesuatu atau tidak menyimpang Atau tafsir taḥlīlī adalah salah satu metode tafsir yang sistematis karena kandungan al-Qur’an dijelaskan berdasarkan urutan ayat-ayat di dalam mushaf yang ditinjau dari berbagai aspeknya meliputi mufaradāt ayat, munāsabah ayat yaitu melihat hubungan antara ayat sebelum dan sesudahnya, sebab turun ayat, makna ayat secara global, tinjauan hukum yang terkandung dan tambahan penjelasan tentang qira’at, i’rab dan keistimewaan susunanan kata-kata pada ayat-ayat yang ditafsirkan serta diperkaya dengan pendapat imam Metode tafsir taḥlīlī disebut juga metode tajzi’iyah oleh Muhammad Baqir al-Shadr yang berarti “ tafsir yang menguraikan berdasarkan bagian-bagian atau tafsir parsial”.18Metode taḥlīlī memliki ciri tersendiri dibandingkan dengan metode tafsir yang lain. Berikut ini beberapa ciri-ciri dari metode tafsir taḥlīlī Membahas segala sesuatu yang menyangkut satu ayat itu. Tafsir taḥlīlī terbagi sesuai dengan bahasan yang ditonjolkannya, seperti hukum, riwayat dan lain-lain. Pembahasannya disesuikan menurut urutan ayat. Titik beratnya adalah lafadznya. Menyebutkan munasābah ayat, sekaligus untuk menunjukkan wihdah al-Qur’an. Menggunakan asbab nuzul ayat. Mufasir beranjak ke ayat lain setelah ayat itu dianggap selesai meskipun masalahnya belum selesai, karena akan diselesaikan oleh ayat lain. Persoalan yang 13 Supiana dan arman, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir, Bnadung Pustaka Islamika, 2012, Kata tahlīl diterjemahkan dengan analysis, analyzation, sementara tahlili diterjemahkan analytic al. Lihat Rohi Baalbaki, al-Mawrid A Modern Arabic-English Dictionar y, Beirut Dar el Ilm lil Malayin, 1995, h. Ahmad bin Faris bin Zakariya Abul Husein, Mu’jam Maqāyis al-Lugah, Juz 2, Beirut Dar al-Fikr, 1979, Muhammad bin Mukrim bin Manzur al Afriqy al Mishry Jamaluddin Abu Fadh, Lisān al-Arabi, Juz 11, Beirut Dar Sadir, 2010, M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. 378. 18 Muhammad Baqir al-Shadr, al Tafsir al Maudhū’I wa al-Tafsīr al-Tajzii l Qur’anil karīm, Beirut Dar al Ta’aruf, h. 9. Rosalinda8 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019dibahas karena itu metode taḥlīlī memiliki ciri khas dibandingkan metode tafsir yang lain yaitu penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan metode tahlili merupakan penafsiran yang bersifat luas dan menyeluruh komprehensif. Ciri yang paling dominan dari metode tafsir taḥlīlī ini tidak hanya pada penafsiran al-Qur’an dari awal mushaf sampai akhir, melainkan terletak pada pola pembahasan dan dilihat sejarah tafsir taḥlīlī telah mengalami beberapa fase perkembangannya. Pada fase Awal tafsir ini hanya terdiri dari tafsiran atas kata-kata yang ambigu, aneh dan sulit. Tafsir taḥlīlī terhadap kata-kata secara kebahasaan jarang sekali pada masa nabi karena tidak adanya kebutuhan masyarakat terhadap model tafsir seperti ini karena kemampuan bahasa mereka serta tidak bercampur dengan orang Ajam/non-Arab sehingga dikatakan bahwa pada era nabi belum ada tafsir secara Kemudian pada fase kedua terjadi perluasan penafsiran besar-besaran. Hal itu menjadi kebutuhan primer bagi orang-orang yang baru masuk Islam, di mana mereka tidak menyaksikan langsung turunnya wahyu sehingga mucul kebutuhan terhadap tafsir bahasa sedikit demi sedikit hingga Islam menyebar di timur dan Dalam perkembangan selanjutnya muncul tafsir tahlili setelah ilmu-ilmu keIslaman dibukukan. Dan muncul ilmu baru yang berkhidmat pada al-Qur’an al karim. Mulai analisa nash ayat al-Qur’an dengan bentuk yang lebih luas. Pada masa ini muncul kamus-kamus kebahasaan dan ilmu bahasa semakin berkembang seperti llmu nahwu, sharaf dan balaghah. Dengan demikian muncul penjelasan nash ayat al-Qur’an secara lebih luas dalam kerangka ilmu bahasa Arab yang bertujuan menjelaskan kata-kata yang asing/gharīb dalam al-Qur’an. Oleh karena itu ditulislah buku-buku yang menjelaskan makna kata dalam al-Qur’an secara khusus, 19 Rachmat Sya’I, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung Pustaka SETIA, 2006, h. Zuailan, “Metode Tafsir Tahlili”, Diya al-Afkar, Juni Muhsin Abd al-Hamid, Tathawwur tafsīr al-Qur’an, Darul Kutub wa an-Nasyar, 1989, h. Musy ’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, al-Mu’tamar al’Ilmi as-Tsani likuliyyatil Ulumul Insaniyyah, 2013, h. 65. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 9misalnya kitab majāzul Qur’an yang ditulis oleh Abu Ubaidah H yang menafsirkan petunjuk kata al-Qur’an, menjelaskan qira’at-qira’at serta membahas gaya bahasa al-Qur’an dengan tafsir kebahasaan secara murni. Abu Ubaidah peletak pertama kajian balaghah al-Qur’an dari sisi tasybih, Kināyah, Taqdīm dan Selain itu muncul kitab ma’ānil Qur’an yang ditulis Abu Zakaria al-Fara’ yang kosentrasi pada lafaz dari segi I’rab dan derivasinya. Sementara Ma’ānil Qur’an karya Al-Akhfasy lebih fokus pada al-Aswāț al-Lughawiyah dan makhārijul Hurūf serta menjelaskan bentuk-bentuk qira’at yang beragam. Ia juga menjelaskan lafaz dan posisinya dalam kalam Arab secara bahasa, nahw, sharf dan Kemudian terjadi perkembangan dalam analisa istinbat/penetapan hukum qh yang selanjutnya mereka mulai mengkaji nash al-Qur’an dari aspek qh. Hal ini dibuktikan dengan munculnya kitab Ahkāmul Qur’an karya Imam Sya’i H. Demikian juga pengikut mazhab maliki menulis persoalan yang sama, misalnya Isma’il bin Ishaq al-Qadhi H atau sama juga dengan yang ditulis Imam al-ahawi pengikut mazhab Hana.25 Pada era ini bermunculan juga kitab tentang sebab turun ayat/asbābun nuzūl seperti yang ditulis oleh Ali bin Al Madini Kitab tentang ilmu qira’at juga mulai ditulis seperti kitab yang dikarang oleh Abi Ubaid bin al-Qasim bin Salam H, Ahmad bin Zubair al-Ku dan Ismail bin Ishaq al-Qadi H. Begitu juga pada era ini sudah ada pembukuan kitab ilmu nasikh mansūkh yang dikarang oleh Qatadah bin Da’amah al-Sadusi H, Ibnu Syihab al-Zuhri H dan Muqatil bin Sulaiman Seiring waktu karena kebutuhan terhadap tafsir yang mencakup seluruh isi al-Qur’an maka pada akhir abad ke-3 dan awal abad ke-4 Hijrah ke-10 M muncul tafsir yang mengkaji keseluruhan isi al-Qur’an dan membuat model paling maju dari tafsir taḥlīlī seperti tafsir yang ditulis oleh Ibnu Majah, al- Musy’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, Musy’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, Musy’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, Musy’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Qur’an, Jakarta Pustaka Firdaus, 2008, h. 174. Rosalinda10 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019Metode tafsir taḥlīlī merupakan metode penafsiran al-Qur’an yang digunakan oleh para mufassir klasik dan terus berkembang hingga kini. Dalam perkembangannya kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ini ada yang ditulis dengan sangat panjang seperti karya Ibnu Jarir al-abari, Fakhr al-Din al-Razi dan tafsir karya al-Alusi. Sementara di antara karya tafsir dengan mentode taḥlīlī yang ditulis dengan penjelasan sedang adalah seperti tafsir karya al-Naisaburi dan Iman al-Baidhawi. Adapun contoh karya tafsir yang menggunakan metode ini dengan penjelasan yang ringkas namun jelas dan padat adalah kitab tafsir karya Jalal al-din C. TAFSIR TAHLILI KELEBIHAN DAN KEKURANGANMetode taḥlīlī sebagai salah satu metode tafsir yang popular memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode tafsir lainnya, diantaranya ruang lingkup bahasan yang sangat luas disebabkan memiliki dua bentuk tafsir yaitu tafsir ma’tsur dan ra’yu yang dapat memunculkan beraneka ragam corak disiplin dan menjadi wadah berbagai Menurut Hasan Hana metode ini memiliki kelebihan dalam memberikan informasi yang maksimal terkait lingkungan sosial, linguistik dan sejarah dari teks. Komentar klasik para sejarawan memberitakan informasi setting masa lalu dari teks sementara komentar modern dari pembaharu menunjukkan setting sosial politik modern. Di sini tujuan para modernis tidak hanya memahami makna teks melainkan juga merubah realitas. Penafsiran dengan metode ini membantu pembaca untuk memahami mentalitas para mufassir klasik, sumber pengetahuan, situasi historis dan tingkat pemahaman mereka. Penafsiran ini juga 28 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an, h. 51. Metode tahlīli memiliki beragam urgensi di antaranya Metode ini meneliti setiap bagian nash al-Qur’an secara detail tanpa meninggalkan sesuatupun, Menyeru peneliti dan pembaca untuk mendalami ilmu ilmu qur’an yang beragam, metode ini memperdalam pemikiran dan menambah kuat dalam menyelami makna ayat serta tidak puas hanya melihat makna global saja, tafsir tahlili menjadi pengantar atau asas untuk tafsir maudhu’i. Lihat Saeful Rokim, “Mengenal Metode tafsir tahlili”, Jurnal staialhidayah, Bogor, 2017, h. 44. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 11melacak semangat zaman, kondisi seni dan periode sejarah. Hal ini menunjukkan bagaimana wahyu dikondisikan oleh sejarah dalam Metode ini telah memberikan sumbangsih yang besar dalam mengembangkan tafsir al-Qur’an. Melalui metode ini telah melahirkan karya-karya tafsir yang besar. Maka mufassir yang menghendaki penjelasan yang luas terhadap ayat-ayat al-Qur’an maka mesti menggunakan metode itu tafsir taḥlīlī biasanya selalu memaparkan beberapa hadis ataupun perkataan sahabat dan para tabiin, yang berkenaan dengan pokok pembahasan pada ayat. Juga di dalamnya terdapat beberapa analisa mufassir mengenai hal-hal umum yang terjadi sesuai dengan ayat. Dengan demikian, informasi wawasan yang diberikan dalam tafsir ini sangat banyak dan dalam. Tafsir dengan metode ini juga memperkaya arti kata-kata dengan usaha penafsiran terhadap kosa-kata ayat. luasnya sumber tafsir metode taḥlīlī tersebut. Penafsiran kata dengan metode taḥlīlī akan erat kaitannya dengan kaidah-kaidah bahasa Arab dan tidak tertutup kemungkinan bahwa kosa-kata ayat tersebut sedikit banyakanya bisa dijelaskan dengan kembali kepada arti kata tersebut seperti pemakaian aslinya. Pembuktian seperti ini akan banyak berkaitan dengan syair-syair kuno. Seperti halnya metode tafsir lainnya, metode tafsir taḥlīlī juga memiliki kekurangan. Menurut Shihab ada beberapa kelemahan dari metode tafsir taḥlīlī di antaranya bahwa penjelasan dalam beberapa kitab-kitab tafsir taḥlīlī terkesan bertele-tele karena semua yang ada dalam benak mufassir ingin dijelaskan sehingga menyebabkan kejenuhan pembaca padahal penjelasan yang disajikan tidak pernah tuntas karena terfokus pada ayat yang dibahas tanpa mengaitkannya dengan ayat lain yang memiliki keterikatan. Selanjutnya penjelasan para mufassirnya yang sangat teoritis sehingga terkesan bahwa itulah pesan al-Qur’an yang mesti diperhatikan, akibatnya membelenggu generasi yang lahir setelahnya. Kemudian Kurangnya aturan-aturan metodologis yang mesti diikuti oleh mufassir dalam menarik dan menjelaskan makna 30 Hasan Hana, Islam in the Modern world Religion, Ideolog i and Development, Heliopolis Dar Kebaa Bookshop, 2000, h. 510. Rosalinda12 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019dan kandungan ayat-ayat al-Qur’an menjadi kelemahan utama dari metode Selain itu metode tafsir ini membuat petunjuk al-Qur’an bersifat parsial sehingga menimbulkan kesan petunjuk yang disajikan al-Qur’an tidak utuh dan tidak konsisten karena penafsiran yang diberikan pada sebuah ayat berbeda dengan penjelasan pada ayat lain yang serupa. Penyebab timbulnya perbedaan karena kurang perhatian pada ayat-ayat yang serupa. Misalnya pada potongan ayat   Ibnu Katsir menafsirkan dengan Adam Maka ketika ia menafsirkan ayat selanjutnya   , ia menjelaskan yaitu siti hawa diciptakan dari tulang rusuk yang sebelah kiri. Maka jelaslah   dimaksudkan oleh Ibn Katsir dengan Adam Meskipun sekilas dalam penafsiran Ibnu Katsir tidak ada persoalan namun apabila dibandingkan dengan penafsirannya terhadap kata yang sama pada ayat lain maka akan dijumpai perbedaan seperti kata  pada ayat 128 surat at-Taubah ditafsirkan dengan “jenis”/ bangsa. Maka terlihat Ibnu Katsir tidak konsisten karena kata  dan  itu keduanya secara etimologis berasal dari akar kata yang sama, sehingga membentuk . Perbedaan hanya terletak pada bentuk kata  bentuk mufrad/tunggal dan kata  dalam bentuk jamak. Jika dilihat pemakaian kata tersebut dalam al-Qur’an dalam berbagai ayat maka penafsiran   dengan Adam kurang tepat karena kata Adam tidak berkonotasi jenis atau bangsa melainkan menunjuk kepada seorang individu. Dalam penafsiran Ibnu Katsir terpecah dan tidak konsisten padahal bukan al-Qur’an yang tidak konsisten tapi penafsirannya, hal tersebut disebabkan mufassir kurang memperhatikan ayat-ayat yang metode taḥlīlī juga menyebabkan penafsiran yang subjektif karena fanatisme pada aliran tertentu, sikap subjektitas dari mufassir dalam metode analisis lebih besar terjadi dibandingkan dengan tiga metode tafsir lainnya. Misalnya dalam penafsiran Ibnu Katsir terhadap ayat    langsung 31 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 56. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 13dikatakannya siti hawa diciptakannya dari tulang rusuk Adam yang kiri. Penjelasannya itu didasarkan pada sebuah hadis shohih yang menyatakan bahwa wanita diciptaan dari tulang rusuk yang kiri. Hal tersebut tidak heran karena ia adalah seorang ahli hadis maka ia menafsirkan al-Qur’an melalui riwayat. Namun dalam hadis tersebut tidak ditegaskan siti hawa diciptakan dari tulang rusuk nabi Adam karena teks hadis berbunyi   dari tulang rusuk secara umum namun tidak menyebut nama Adam. Munculnya kata Adam dari dalam pikiran Ibn Katsir sendiri karena secara subjektitas dalam menafsirkan kata   dalam kalimat sebelumnya dengan Jadi metode taḥlīlī memberikan ruang kepada para mufassir untuk menuangkan gagasan dan pemikirannya. Seringkali para mufassir tidak menyadari melakukan penafsiran yang subjektitas dengan tidak mengindahkan kaedah-kaedah yang itu dengan menggunakan metode taḥlīlī dalam menafsirkan ayat al-Qur’an masuknya pemikiran isra’iliyat pun tidak dapat Terkait dengan Israiliyat yang mungkin terkadang masuk dalam informasi yang diberikan mufassir. Juga sama halnya dengan berbagai hadis lemah yang tidak selayaknya digunakan pada tempat dan kondisi sesuai. Akan tetapi dengan analisa kritis yang mendalam, kelemahan ini sangat mungkin untuk dihindarkan. Selayaknyalah memang seorang mufassir yang berkompeten untuk memberikan perhatian serius terhadap sumber informasi yang ia gunakan dalam menafsirkan sebuah ayat. Israiliyyat tidaklah begitu sulit untuk dikenali, konsepnya hanyalah apakah informasi tersebut mempunyai sumber yang jelas atau tidak, bila sumbernya jelas dan kuat maka informasi tersebut bisa dipakai dan sebaliknya. Begitu juga dengan hadis-hadis dha’if ataupun pendapat-pedapat para sahabat maupun tabi’in. Hukum dasar hadis da’if adalah tidak boleh diamalkan, hal ini tentu saja berlaku dalam pemakaian sebagai sumber tafsir. Hadist dha’if 33 Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. Hujair Sanaky, “Metode TafsirPerkembangan Metode Tafsirmengikuti warna atau corak mufassirin”, Al-mawarid, 2018, h. 277. 35 Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 53-60. Rosalinda14 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019tersebut hanya bisa dipakai sebagai penguat apabila ada hadis yang lebih kuat menjelaskan senada dengan hadis da’if tersebut. Misalnya penafsiran al-Qurtubi tentang penciptaan manusia pertama yang terdapat dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi      yang artinya Allah menciptakan Adam dengan tanganNya sendiri langsung dari tanah selama 40 tahun. Setelah kerangka itu siap lewatlah para malaikat di depannya. Mereka terperanjat karena amat kagum melihat indahnya ciptaan Allah itu dan yang paling kagum adalah iblis lalu dipukul-pukulnya kerangka Adam tersebut lantas terdengar bunyi seperti periuk belanga dipukul; seraya ia berucap”  . Jika dicermati penafsiran al-Qurthubi terhadap ayat tersebut tidak didukung oleh argument yang kuat karena proses penciptaan adam selama 40 tahun seperti yang dikemukakan oleh al-Qurthubi tidak diketahui rujukannya baik dalam al-Qur’an maupun hadis. Penjelasan yang dikemukan oleh al-Qurthubi terhadap ayat tersebut sulit untuk diterima karena penjelasan demikian seolah menyerupakan perbuatan tuhan dengan perbuatan makhlukNya. Hal tersebut menyebabkan pemahaman terhadap petunjuk al-Qur’an menjadi tafsir taḥlīlī mendapatkan kritik dari Malik bin Nabi yang mengatakan bahwa tujuan utama para ulama menggunakan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman dan pembuktian kemukjizatan al-Qur’an. Kritik ini bisa diterima kalau yang dimaksud adalah pada tahap awal dari lahirnya metode ini, karena dalam kenyataannya hal tersebut tidak ditemukan kecuali pada tafsir tahlili yang bercorak kebahasaan. Ditinjau dari konteks kebahasaan ini, disamping kelebihannya yang menonjol yakni pemahaman kosakata, tidak jarang juga ditemukan sang mufassir member makna yang berlebih atau berkurang dari apa yang seharusnya ditampung oleh kata yang ditafsirkannya. Kitab tafsir yang menekankan uraiannya pada hukum/qh banyak yang dikritik karena penulisannya terlalu menekankan pada pandangan 36 Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 60-6137 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. 379. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 15D. RAGAM METODE TAFSIR TAHLILI Secara tehnis dalam menggunakan metode ini, para mufassir tidak seragam ada yang menguraikannya secara ringkas dan sebaliknya ada yang menguraikannya secara terperinci. Menurut Abdul Hayy al-Farmawi ada beberapa ragam tafsir tahlili di antaranya, tafsir bi al- Ma’tsur, tafsir bi al-Ra’yi, tafsir ash Shu, tafsir al Fiqhi, tafsir al Falsa, tafsir al ilmi dan tafsir al Adabi Al Tafsīr bi al-Ma’tsur riwayatSecara bahasa tafsir bil ma’tsur yaitu penafsiran yang menjadikan riwayat sebagai sumber penafsiran sehingga tafsir bil ma’tsur dikenal juga dengan sebutan tafsir bil riwayah/ tafsir dengan periwayatan atau dengan sebutan lain tafsir bi al manqul/ tafsir dengan menggunakan pengutipan. Jadi, Tafsir bil ma’tsur merupakan suatu bentuk penafsiran yang berdasarkan ayat al-Qur’an, hadis nabi, pendapat sahabat atau tabi’in. Pertama, penafsiran ayat al-Qur’an dengan ayat lain. Para ahli tafsir berpendapat bahwa ayat-ayat al-Qur’an saling menafsirkan satu ayat dengan ayat yang lain. Di antaranya ada ayat atau ayat-ayat lain menjabarkan apa yang diungkapkan pada ayat-ayat tertentu. Seperti dalam surat al-Baqarah ayat 1 terdapat kata al-Muttaqin yang kemudian dijabarkan oleh ayat yang berada sesudahnya pada ayat 3-5 yang berbunyi                         Yaitu orang-orang yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian rezki yang kami berikan kepada mereka dan mereka yang beriman kepada kitab al-Qur’an yang telah diturunkan sebelummu serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk 38 Abd Hayy al-Farmawi, al-Bidayah  al-Tafsir al-Maudhu’i, h. 24 Rosalinda16 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019dari Tuhannya dan mereka orang-orang yang ada juga ayat-ayat yang panjang lebar menjelaskan ayat-ayat yang mengandung informasi yang lebih ringkas, seperti kisah nabi Musa pada satu surah di jelaskan secara ringkas sementara di surah yang lain diungkapkan lebih rinci. Kemudian ayat-ayat yang mengandung pengertian global dijelaskan ayat-ayat yang mengandung pengertian khusus. Jadi ada ayat-ayat yang am ditafsirkan oleh ayat-ayat yang khas. Ayat-ayat yang mujmal dijelaskan oleh ayat-ayat yang mubayyan. Begitu pula informasi yang terdapat dalam satu ayat kadang kala terlihat tidak sama dengan ayat yang terdapat pada ayat lain. Penafsiran ayat-ayat itu dikompromikan pengertian-pengertian Penafsiran ayat al-Qur’an dengan hadis nabi saw. Hadis nabi dijadikan para mufassir sebagai bahan yang penting dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an karena setelah al-Qur’an otoritas dalam menafsirkan al-Qur’an berada di tangan nabi Muhammad Saw. Ketiga, Penafsiran ayat al-Qur’an dengan pendapat para sahabat. Generasi sahabat merupakan orang yang paling memahami al-Qur’an setelah Nabi Saw. wafat karena mereka hidup pada saat al-Qur’an masih diturunkan. Mereka mendapat penjelasan langsung dari nabi yang paling paham dengan petunjuk al-Qur’an serta serta terlibat langsung dengan situasi dan kondisi saat al-Qur’an turun. Maka tidak heran jika pendapat-pendapat para sahabat dijadikan bahan penting oleh para mufassir dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an. Keempat, Penafsiran al-Qur’an dengan pendapat para tabi’in. Generasi tabi’in dianggap sebagai orang yang paling paham penjelasan al-Qur’an setelah generasi para sahabat karena mereka belajar dengan para sahabat. Oleh sebab itu maka pendapat-pendapat generasi thabi’in dianggap membantu generasi selanjutnya dalam memahami petunjuk al-Qur’ Dalam sejarah munculnya tafsir bil ma’tsur dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu periode Riwayah dan periode Tadwin. 39 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. 176. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 17Pertama, Periode Riwayah yaitu masa Rasulullah para shahabat dan tabi’in. Rasul menjelaskan apa yang terkandung dalam makna al-Qur’an kepada para shahabat. Para shahabat adakalanya meriwayatkan kepada yang lain dan kemudian meriwayatkan kepada tabi’in. Oleh karena itu, periode ini disebut juga dengan periode Syafahiyah yaitu pengajaran secara langsung. Kedua, Era Tadwin pembukuan. Pada periode ini dilakukan pencatatan dan pembukuan segala yang diriwayatkan dari Rasulullah dan para shahabat. Jadi, pembukuan telah dimulai pada masa shahabat, tetapi penyusunannya secara sistematis sebagai ilmu yang mandiri dan terpisah dari hadis secara sempurna baru terjadi pada abad ketiga hijriyah. Metode tahlili dengan pendekatan tafsir bi al-matstur memiliki kelebihan, diantaranya Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami al-Quran, Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika meyampaikan pesan-pesannya, Megikat mufasir dalam bingkai teks ayat-ayat, sehingga membatasinya terjerumus dalam subjektitas berlebihan. Namun tafsir bil ma’tsur sangat rentan terhadap masuknya pendapat-pendapat di luar Islam, seperti kaum zindiq Yahudi, Parsi, dan Parsi, dan masuknya hadits-hadits yang tidak Selain itu, terjerumusnya sang mufasir dalam uraian kebahasaan dan kesustrasaan yang bertele-tele sehingga pesan pokok al-Quran menjadi kabur dicelah uraian itu, Seringkali konteks turunnya ayat uraian asbab nuzulatau situasi kronologis turunnya ayat-ayat hukum yang dipahami dari uraian nasikh mansukh hampir dapat dikatakan terabaikan sama sekali, sehingga ayat tersebutbagaikan turun bukan dalam satu masa atau berada ditengah-tengah masyarakat tanpa Tafsīr bi al-Ra’yiTafsir bil ra’y merupakan bentuk penafsiran yang bedasarkan hasil nalar ijtihad mufassir sendiri sehingga corak penafsiran mendapat ruang gerak yang luas seperti corak 40 Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses oset, 2008, Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam kehidupan Masyarakat, Bandung Mizan, 1992, Rosalinda18 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019lsafat, teologi, hukum, sastra, bahasa dan ilmu Ditinjau dari penekanan penyajian penafsirannya meliputi beragam corak disiplin ilmu seperti hukum, tasawuf, lsafat, ilmu pengetahuan, bahasa dan sosial budaya. Corak penafsiran yang beragam berguna dalam memberikan informasi yang rinci pada pembaca terkait situasi yang dialami, kecendrungan dan keahlian setiap pakar Tafsir bi al-Ra’yi merupakan penafsiran yang menjadikan rasio atau hasil pemikiran seorang mufassir sebagai titik tolak sehingga perbedaan antara para mufassir sulit dihindari dibandingkan dengan tafsir bi al-ma’tsur. Oleh sebab itu beberapa ulama tidak menerima penafsiran dengan corak ini serta menamainya dengan istilah al- tafsir bi al hawa, tafsir berdasarkan hawa nafsu. Namun sebagian besar ulama yang menerima tafsir dengan corak ini namun dengan syarat-syarat tertentu. Beberapa ayat yang menjadi dalil dibolehkannya tafsir bil ra’y di antaranya sebagai berikut      Apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci? Muhammad/4724        Ini adalah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah agar mereka memperhatikan ayat-ayat dan orang-orang yang mempunyai pikiran dapat memperoleh pelajaran darinya Shad/3829Di antara syarat-syarat yang diberlakukan pada para mufassir dalam menggunakan bentuk tafsir ini adalah memiliki pengetahuan tentang bahasa Arab dan segala seluk beluknya, menguasai ilmu-ilmu al-Qur’an, menguasai ilmu-ilmu yang 42 Lihat Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an, h. Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 6-7. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 19berhubungan dengan ilmu-ilmu al-Qur’an misalnya ushul qh dan hadis, berakidah yang benar. Mengetahui prinsip-prinsip pokok agama Islam, menguasai ilmu yang berhubungan dengan pokok bahasan ayat yang Selain itu para mufassir mempunyai iktikad yang lurus dan benar serta selalu menepati ketentuan agama, ikhlas, berpedoman pada riwayat yang maqbul dan menjauhi bid’ Sementara itu Ali Hasan al-Arid mengemukakan ada enam hal yang mesti dihindari para mufassir yang hendak menggunakan tafsir dengan bentuk bil ra’y yaitu memaksakan diri mengetahui makna yang dikehendaki Allah pada suatu ayat sementara ia sendiri tidak memenuhi syarat untuk itu, mencoba menafsirkan ayat-ayat yang maknanya hanya diketahui oleh Allah swt, mena fsirkan ayat-ayat al-Qur’an karena dorongan hawa nafsu dan sikap istihsān penetapan hukum suatu perkara tidak berdasarkan alasan hukum yang tepat menurut nash, menafsirkan ayat-ayat menurut makna yang tidak terkandung di dalamnya, menafsirkan ayat untuk mendukung mazhab atau aliran sesat tertentu dengan cara menjadikan paham aliran atau mazhab tersebut, menafsirkan ayat-ayat disertai kepastian bahwa makna itulah yang dikehendaki Allah tanpa dukungan dalil-dalil atau memutlakan pendapatnya sendiri dan menyalahkan pendapat yang contoh tafsīr bil ra’y yaitu, dari penjelasan Al-Baqarah 115, yaitu sesuai dengan maksud ayat surat al-Baqarah ayat 150 berikut          “niscaya di sana ada Allah, artinya di tepat itu ada Allah, yaitu tempat yang disenangi-Nya dan diperintahkan-Nya kamu untuk menghadap-Nya di situ”. 44 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. Malik Ibrahim, Corak dan Pendekatan Tafsir al-Qur’an, Sosio Religia, Vol 9, Nomor 3 Mei 2010, h. Ali Hasan al-Arid, Tārikh ilm al-Tafsir wa Manāhij al-Mufassirīn, terjemahan Ahmad Akrom, Sejarah dan Metodologi Tafsir Jakarta Rajawali Press, 1992, Rosalinda20 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019Yang dimaksud ialah apabila kamu terhalang melakukan shalat di Masjidil Haram dan Baitul Maqdis, maka janganlah khawatir sebab permukaan bumi telah Ku-jadikan masjid tempat sembahyang bagimu. Dari itu, kamu boleh sembahyang di tempat mana saja di muka bumi ini, dan silakan menghadap ke arah mana saja yang dapat kamu lakukan ditempat itu, tidak terikat pada masjid tertentu dan tidak pula yang lain, demikian pula tidak terikat lokasi mana pun. Hal itu dimungkinkan karena Allah Maha Lapang dan Maha Luas. Dia ingin memberi kelonggaran dan kemudahan kepada hamba-hamba-Nya lagi Maha Mengetahui tentang kemashlahatan dan kebutuhan mereka. Latar belakang ini berdasarkan dengan latar belakang turunnya ayat yang berkenaan dengan shalatnya seorang musar di atas kendaraan di mana dia menghadap arah Tafsir ShuCorak Tafsir Shu mulai muncul saat ilmu-ilmu agama dan ilmu pengetahuan mengalami kemajuan pesat serta kebudayaan Islam tersebar di penjuru dunia dan mengalami kemajuan dalam berbagai aspeknya. Tafsir dengan corak ini lebih fokus pada aspek dan dari sudut esoterik atau isyarat-isyarat yang tersirat dari ayat oleh para tasawuf. Metode dengan corak ini dibagi menjadi dua yaitu, teoritis dan praktis. Pada bentuk teoritis, mufasir menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan mazhabnya dan sesuai dengan ajaran-ajaran mereka. Mereka menta’wilkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan penjelasan yang menyimpang dari pengertian tekstual yang telah dikenal dan didukung oleh dalili Syar’i. Sementara dalam bentuk praktis, mufasir menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan berdasarkan isyarat-isyarat tersembunyi. Oleh para ulama tafsir yang sejalan dengan al-Tasawuf al Nazhari dinamakan al-Tasawuf al Shu al Nazhari, sementara tafsir yang sesuai dengan al-Tasawuf al-Amali disebut dengan al-Tafsir al- contoh penafsiran dalam tafsir shu47 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. 180. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 21“dan Kami mengangkatnya ke tempat paling tinggi”. 57. Ia berkata, “tempat paling tinggi adalah tempat yang diputari rotasi alam raya, yaitu orbit matahari. Disitulah maqam tempat tinggal rohani Idris....”. kemudian Ia berkata lebih lanjut “adapun kedudukan bukan tempat paling tinggi adalah tempat untuk kita, umat Muhammad, sebagaimana telh dijelaskan-Nya,kalian adalah orang-orang yang paling tinggi dan Allah pun senantiasa bersama kalian 35. Jadi yang maksudkan berkenaan dengan Idris ini adalah ketinggian tempat, bukan ketinggian dengan corak ini dapat diterima dengan beberapa syarat, di antaranya, Tidak meninggalkan makna lahir atau pengetahuan tekstual al-Qur’an, Penafsiran diperkuat oleh dalil syara’ yang lain, Penafsiran tidak bertentangan dengan syara’, Mengakui pengertian tekstual terlebih 4. Tafsir FikihCorak Tafsir Fikih adalah tafsir yang lebih cendrung pada tinjauan hukum dari ayat yang di tafsirkan. Tafsir ini banyak di temukan dalam kitab-kitab kih yang dikarang oleh imam-imam dari berbagai mazhab yang berbeda. Tafsir ini muncul seiring dengan kemunculan tafsir bil ma’tsur. Hal tersebut karena dalam pembinaan masyarakat Islam di Madinah nabi banyak sekali mendapat pertanyaan dari para sahabat terkait dengan pertanyaan hukum. Kemudian jawaban-jawaban nabi tersebut secara lisan diriwayatkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Para sahabat setelah Rasulullah wafat banyak melakukan ijtihad dalam menetapkan hukum-hukum terkait dengan persoalan-persoalan yang belum ada pada masa Rasulullah dan tidak ditemukan hadis yang membahas persoalan 48 Manna Khil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur ’an, Roshian Anwar, Ilmu Tafsir, Bandung Pustaka Setia, 2005, h. M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. 179. Rosalinda22 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 20195. Tafsir Falsa Tafsir Falsa merupakan ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan lsafat. Pendekat lsafat yang digunakan adalah pendekatan yang berusaha melakukan sintesis dan siskretisasi antara teori-teori lsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an, selain itu juga menggunakan pendekatan yang berusaha menolak teori-teori lsafat yang dianggap bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Di antara ulama yang membela pemikiran lsafat adalah Ibn Rusyd seorang losof terkenal yang berasal dari spanyol Islam dengan menulis buku dengan judul Tahafut al Tahafut yang berisi sanggahan terhadap karya Imam al-Ghazali yaitu Tahafut al Falāsifah. Sementara ulama yang dianggap menolak pemikiran lsafat di antaranya Imam al-Ghazali dan Fakh al Din al-Razi dengan kitab tafsirnya Mafātih 6. Tafsir IlmiTafsir ini mulai muncul akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, sehingga tafsir ini dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan almiah atau dengan menggunakan teori- teori ilmu pengetahuan. Dalam tafsir ini mufasir berusaha mengkaji Al-Qur’an dengan dikaitkan dengan gejala atau fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta ini. Namun, yang sangat disayangkan adalah pada tafsir ini terbatas pada ayat-ayat tertentu dan bersifat parsial, terpisah dengan ayat-ayat lain yang berbicara pada masalah yang sama. Dalam perkembangannya saat ini tafsir ilmi menjadi tafsir maudhū’I karena ayat-ayat al-Qur’an dipilah pilah dalam disiplin ilmu lalu ditafsirkan merujuk pada teori-teori 7. Tafsir Adab Al-Ijtima’i Tafsir Adabi Al-Ijtima’i adalah suatu metode tafsir yang coraknya menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat Al-Qur’an yang 51 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. 183. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 23berkaitan langsung dengan kehidupan kemasyarakatan, serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah kemasyarakatan berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dengan mengemukakannya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan indah didengar. Para mufassir dalam corak tafsir ini tidak membahas secara rinci penjelasan pengertian bahasa yang rumit namun menurut mereka yang penting adalah menyampaikan misi al-Quran terhadap pembaca. Corak tafsir ini baru muncul pada masa Para mufassir ada yang menyajikan penjelasan terhadap ayat-ayat secara terperinci dengan menggunakan Tafsir taḥlīlī bil ma’tsur. Di antara kitab tafsir yang masuk ke dalam kelompok al-Ma’tsur adalah tafsir karya Ibn Jarir al-abari H berjudul Tafsīr al-abari, Tafsīr al-Qur’an al-Azhim karya Ibnu Katsir dan al-Durr al-Mantsur  tafsir bi al-Ma’tsur karangan al-Suyuthi H. Sementara kitab tafsir bi al-ra’yu di antaranya adalah al-Jami’ al Ahkām al-Qur’an karya al-Qurthubi, Kitab tafsir al-Tafsīr al-Kabīr wa Mafātih al-Ghayb karangan Fakhr al-din al-Razi w. 606 H dan al-Kasyāf an haqaiq al-Tanzil wa uyun al-aqawil  wujuh al-ta’wīl karya Mahmud bin Umar al-Zamakhsyari w. 538. Berikut contoh tafsir bil ra’y yang beorientasi pada corak disiplin tertentu seperti corak hukum Ahkām al-Qur’an karya Jashshash w. 370, Bercorak su Haqaiq al-Tafsīr karya al-Sulami w. 412, bercorak ilmu pengetahuan al-Qur’an wa ilmu Hadits karya Abd al-Razzaq Naufal w. 1354, serta tafsir yang bercorak sastra sosial kemasyarakatan tafsīr al-Maraghi karya Ahmad Mustafa al-Maraghi w. 1945 M.54E. LANGKAHLANGKAH PENAFSIRAN TAHLILI DAN CONTOHNYADalam menerapkan metode ini pada umumnya mufassir menjelaskan makna yang terkandung dalam al-Qur’an, ayat demi 53 Abd Hayy al-Farmawi, al-Bidāyah  al-Tafsīr al-Maudhū’i, h. Lihat Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an, h. 50. Rosalinda24 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019ayat dan surat demi surat sesuai urutan bacaan yang terdapat dalam al-Qur’an mushaf. Penyajian meliputi berbagai aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan seperti kosakata, latar belakang turun ayat asbab nuzul ayat, munasabah ayat, pendapat-pendapat berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut baik yang disampaikan nabi, sahabat maupun para tabi’ Mufassir dalam menggunakana Metode tahlili dalam menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dilakukan dengan menempuh cara sebagai berikut Per tama , Menyebutkan sejumlah ayat pada awal pembahasan Pada setiap pembahasan dimulai dengan mencantumkan satu ayat, dua ayat, atau tiga ayat Al Qur’an untuk maksud tertentu, yaitu keterangan global ijmal bagi surat dan menjelaskan maksudnya yang Kedua, Menjelaskan arti kata-kata yang sulit. Setelah menafsirkan dan menyebutkan ayat-ayat yang akan dibahas kemudian diuraikan lafadz yang sulit bagi kebanyakan pembaca. Penafsir meneliti muatan lafadz itu kemudian menetapkan arti yang paling tepat setelah memerhatikan berbagai hal yang munasabah dengan ayat itu. Ketiga, Memberikan garis besar maksud beberapa ayat. Untuk memahami pengertian satu kata dalam rangkaian satu ayat tidak bisa dilepaskan dengan konteks kata tersebut dengan seluruh kata dalam redaksi ayat itu. Keempat, Menerangkan konteks ayat. Untuk memahami pengertian satu kata dalam rangkaian satu ayat tidak bisa dilepaskan dengan konteks kata tersebut dengan seluruh kata dalam redaksi ayat itu. Kelima, Menerangkan Sebab-sebab turun ayat. Menerangkan sebab-sebab turun ayat dengan berdasarkan riwaat sah. Dengan mengetahui sebab turun ayat akan membantu dalam memahami ayat. Hal ini dapat dimengerti karena ilmu tentang sebab akan menimbulkan ilmu tentang akibat. Keenam, Memerhatikan keterangan-keterangan yang bersumber dari nabi dan sahabat atau tabi’in. Cara menafsirkan al-Qur’an yang terbaik adalah mencari tafsirannya dari al-Qur’an, apabila tidak dijumpai di dalamnya maka mencari tafsirannya dari sunnah. Apabila sunnah 55 Nasharuddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an, h. Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, Yogyakarta Pustaka Belajar, 2007, h. 68. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 25tidak dijumpai, maka dikembalikan kepada perkataan sahabat dan tabiin. Ketujuh, Memahami disiplin ilmu tertentu. Dinamika transformasi peradaban akan membawa pengaruh terhadap pemahaman al-Qur’an. Sudah jelas Al Qur’an sangat menghargai transformasi peradaban yang sarat dengan inovasi-inovasi ilmiah. Al-Qur’an sangat menghargai penemuan-penemuan ilmiah dengan berprinsip pada ada tidakya redaksi ayat yang dapat membenarkan penemuan umum langkah-langkah dalam metode tahlili dalam kitab-kitab tafsir meliputi tujuh langkah. Per tama , penjelasan munasābah ayat baik antara ayat satu dengan ayat yang lain maupun antara satu surah dengan surah lain. Kedua, penjelasan sebab turun ayat jika ada. Ketiga, pengertian umum kosa kata ayat dalam al-Qur’an terkait juga dengan i’rab dan ragam qira’at. Keempat, penyajian kandungan ayat secara umum dan maksudnya. Kelima, penjelasan kandungan balāghah al-Qur’an. Keenam, penjelasan hukum qh yang diambil dari ayat. Ketujuh, menerangkan makna dan tujuan syara’ yang terdapat dalam al-Qur’an yang disandarkan pada ayat-ayat lainnya, hadits Nabi Saw, pendapat para sahabat dan tabi’in selain ijtihad mufassir sendiri. Terutama tafsir yang bercorak al- tafsir al’ilmi penafsiran dengan ilmu pengetahuan atau al-Tafsīr al-Adabi al-Ijtima’i umumnya mengutip pendapat para ilmuan sebelumnya, teori ilmiah dan Dalam prakteknya para mufassir dalam menggunakan metode tahlili tidak sama dalam urutan langkah-langkahnya. Ada juga yang tidak menggunakan salah satu dari langkah tersebut, jadi lebih tergantung kepada hal yang dipandang penting oleh mufassir. Berikut contoh penggunaan langkah-langkah dalam metode taḥlīlī pada kitab tafsir karangan al-abari dan Fakhrudin al-Razi dan tafsir Ibn Asyur. 57 Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, h. M. Quraish Shihab, Sejarah dan Ulum al-qur’an, h. 173-174. Selanjutnya h-h yang berkembang dari langkah-langkah metode tafsir tahlili adalah menampilkan faedah dari nash ayat, hikmah persyariatan dalam ayat, I’jaz keilmuan dalam nash al-Qur’an, penjelasan historis masyarakat, kandungan pengetahuan insane dan sosial kontemporer. Lihat Saeful Rokim, Mengenal Metode tafsir tahlīli, Jurnal staialhidayah bogor, 2017, h. 53. Rosalinda26 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 20191. Tafsir karya al-abari HTafsir al-abari merupakan tafsir pertama di antara kitab-kitab tafsir dari segi zaman karena merupakan tafsir bil ma’tsur yang paling tua yang sampai ke tangan kita dan dari segi penulisan dan penyusunan karena memiliki metode tersendiri yang menarik yang menjadikannya berbobot dan Al-abari dalam menafsiran al-Qur’an menggunakan metode taḥlīlī. Dia memulai penafsirannya dengan menyebutkan terlebih dahulu nama surah, penjelasan sebab turun ayat jika ada, kemudian masuk kepada penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dengan menampilkan riwayat-riwayat dari Nabi Saw, sahabat dan para tabi’in dalam setiap penafsirannya. Setelah itu menjelaskan perbedaan qira’at bila ayat al-Qu’an yang dibahas mengandung perbedaan-perbedaan qira’at. Dalam menjelaskan ayat al-Qur’an bila terdapat perbedaan riwayat tentang makna kata dari suatu ayat al-Qur’an, dia menampilkan terlebih dahulu perbedaan itu kemudian melakukan tarjih terhadap pendapat yang Tafsir karya Fakhr al Razi w. 606 H Fakhruddin al-Razi dalam tafsirnya al-Tafsīr al-kabīr wa mafātih al-Ghayb menggunakan metode taḥlīlī. Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an al-Razi memulainya dengan menyebutkan munāsabah ayat. Setelah itu ia menyajikan berbagai macam qira’at dan juga sebab turun ayat jika surat tersebut memiliki asbābun nuzūl ayat. Ia juga melakukan analisis bahasa secara panjang lebar. Menyebutkan nama surat, tempat turun dan jumlah ayatnya, misalnya surat al-Zalzalah. Surat ini termasuk dalam kategori surat Madaniyah dan terdiri dari delapan ayat. Al-Razi juga seringkali menyajikan pertanyaan-pertanyaan ketika menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Dan pada akhir setiap penafsiran surat, al-Razi menutupnya dengan wallahu a’lam dan ucapan shalawat kepada Nabi Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsīr wa al Mufassirūn, Kairo Maktabah Wahbah, 19976 Juz I/ Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, Jakarta Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h. 17. 61 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir, h. 59-61. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 273. Tafsir Ibn Asyur HDalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, Ibn Asyur menggunakan metode taḥlīlī. Dalam menyajikan penafsiran dalam kitab tafsirnya, ia terlebih dahulu menjelaskan nama surah dan nama-nama lainnya jika ada, menjelaskan keutamaannya, menjelaskan Makkiah atau Madaniyah ayat dan jumlah ayat. Menjelaskan kandungan surah secara global dalam poin-poin yang berbeda-beda sesuai dengan masalah dan tema yang dibahas dan sesuai dengan susunannya dalam al-Qur’an. Menjelaskan kandungan ayat demi ayat atau beberapa ayat yang memiliki masalah atau tema yang sama secara rinci. Dimulai dari pemaknaan kosakata dengan i’rab dan pemaparan i’jaz lughawi-nya terkadang menjadikan syair-syair Arab jahili sebagai syawāhid atau penguat kebahasaannya. Ibnu Asyur juga memberikan penjelasan tentang munāsabah ayat, sebab turun ayat, naskh dan mansukh dan CONTOH METODE TAFSIR TAHLILI ALTHABARIUntuk menggambarkan penafsiran ayat al-Qur’an yang menggunakan metode tafsir taḥlīlī, berikut kutipan penafsiran potongan ayat 34 dalam surat an-Nisa’ [4] yang ditafsirkan oleh al-abari dalam karyanya Jami’ al-Bayān  Tafsīr al-Qur’an al-Karīm jilid 1.                                                 Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah Rosalinda28 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha   “kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita” adalah kaum laki-laki merupakan orang yang bertugas mendidik dan istri-istri mereka dalam melaksanakan kewajiban terhadap Allah dan suami      , yakni kelebihan yang Allah berikan kepada kaum laki-laki atas istri-istr inya itu disebabkan pemberian mahar, pemberian nafkah dari hartanya dan merekalah yang mencukupi kebutuhan isti-istri mereka. Itu merupakan keutamaan yang Allah berikan kepada kaum laki-laki atas istri-istri mereka. Oleh karena itu mereka menjadi pemimpin atas istri-istri mereka sekaligus orang yang melaksanakan apa yang Allah wajibkan kepada mereka dalam urusan istri-istri mereka. Kemudian al-abari menyebutkan beberapa riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut, di antaranya                                              Disebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang suami yang menampar istrinya, kemudian dia dilaporkan kepada Rasulullah Saw tentang perbuatannya itu, dan Rasulullah memutuskan qishash Lalu al- abari menyebutkan 62 Surat an-Nisa’ 4 ayat Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān an ta’wīl ayatil Qur’an, Beirūt Dār al Fikr, 2005, h. Redaksinya                  Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 29beberapa riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Di antaranya                    .                    ”        .   “ Makna Firman Allah     adalah itu karena mereka laki-laki telah memberikan mahar kepada perempuan, serta menginfakkan nafkah kepada kaum perempuan. Lalu al-abari menyajikan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Dengan demikian maknanya adalah kaum laki-laki adalah pemimpin kaum wanita, karena Allah telah memberikan kelebihan kepada mereka dan karena mereka telah memberikan nafkah kepada kaum perempuan yang diambil dari sebagian harta mereka. Huruf  pada rman Allah    dan   mengandung makna mashdar  masdariyyah.66 Takwil rman Allah         . Makna rman Allah  wanita yang shalih adalah wanita-wanita yang lurus dalam menjalankan agama dan melakukan kebaikan, lalu al-abari menyajikan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Ada yang berpendapat bahwa maksud rman Allah  adalah wanita-wanita yang taat kepada Allah dan suami-suaminya. Lalu al-abari menyebutkan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Makna rmannya    adalah wanita-wanita yang menjaga diri saat suaminya sedang tidak ada ditempat, baik dengan menjaga kemaluan, kehormatan dirinya, maupun harta suaminya serta memelihara dirinya dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya baik menyangkut hak Allah maupun hak Lalu al-abari menyebutkan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. 2421. Rosalinda30 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019Terjadi perbedaan pendapat qira’at dalam membaca rman Allah   , mayoritas qari membaca rman Allah itu dengan qira’at yang berlaku diberbagai belahan dunia Islam dengan rafa’ lafaz Allah yang maknanya adalah dengan pemeliharaan Allah terhadap mereka sebab Allah telah membuat mereka menjadi seperti itu. Maksudnya yaitu dipelihara oleh dzatnya. Lalu al-abari menyebutkan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Abu Ja’far Yazid bin al Qa’qa’ al Madani membacanya   ﺏ, yang maknanya adalah karena mereka istri-istri memelihara Allah dengan menaati-Nya dan menunaikan hak-Nya sesuai dengan yang Allah perintahkan kepada mereka yaitu memelihara diri ketika suami mereka sedang tidak ada di tempat. Qira’at yang benar untuk rman Allah tersebut adalah qira’at yang muncul tanpa mengandung cacat dan dapat ditetapkan hujjahnya. Qira’at yang benar adalah qira’at dengan rafa’ nama Firman Allah      , ahli ta’wil berbeda pendapat tentang makna rman Allah tersebut. Sebagian berpendapat bahwa maknanya adalah wanita-wanita yang kalian ketahui nusyuznya. Menurut mereka kata takut dirubah menjadi tahu, sebagaimana ucapan seorang penyair           Jangan sekali-sekali engkau menguburku di tanah yang tandus, sesungguhnya aku takut, jika aku mati kelak, aku tidak akan dapat merasakannya khamer lagi. Maknanya adalah “sesungguhnya aku mengetahui”.Makna kata nusyuz pada rman Allah  adalah kecongkakan mereka terhadap suami mereka, penghindaran mereka dari tempat tidur suami mereka dengan melakukan kemaksiatan, menyalahi suami mereka pada hal-hal yang diwajibkan oleh Allah kepada mereka untuk taat kepada suami mereka, kebencian mereka, dan keberpalingan mereka dari suami-suami mereka. Makna asal kata an-nusyuyz adalah al-Irtifā’ meninggi. Oleh karena itu, tempat yang tinggi disebutkan dengan nasyz dan Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. 2428. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 31Makna rman-Nya   adalah ingatkanlah mereka kaum perempuan atau para istri kepada Allah dan takutilah mereka dengan ancaman Allah bila mereka melakukan hal-hal yang telah diharamkan Allah kepada mereka, padahal Allah telah mewajibkan mereka untuk taat kepada suami rman Allah    , ahli ta’wīl berbeda pendapat tentang makna rman Allah tersebut. Sebagian berpendapat bahwa makna rman Allah tersebut adalah “Wahai para suami nasehatilah mereka istri-istri kalian terkait dengan nusyuz yang mereka lakukan terhadap kalian. Jika mereka enggan kembali kepada kebenaran dalam hal itu, sementara telah diwajibkan terhadap mereka atas kalian, maka pisahkanlah mereka dengan tidak menggauli mereka ditempat tidur kalian. Sementara ahli ta’wīl lainnya berpendapat bahwa maknanya adalah pisahkanlah mereka. Acuhkanlah mereka karena mereka tidak bersedia tidur bersama kalian, hingga mereka kembali ketempat tidur al hajr dalam bahasa Arab hanya memiliki salah satu dari tiga makna berikut ini1. Hajara ar-ra jul kalāma ar-ra juli wa haditsahu seseorang menolak dan tidak bicara dengan orang lain. Maksudnya dia menolah dan tidak berbicara dengan orang itu. 2. Banyak bicara dengan mengulang-ulang pembicaraan tersebut, seperti perkataan orang yang mengejek. Dikatakan Hajara Fūlanuhu  kalāmihi hajrān Fulan berbicara tidak karuan dan memanjangkan Hajara al ba’iira seseorang mengikat unta, maksudnya, pemiliknya mengikatnya dengan hijar yaitu tali yang diikatkan di kedua pahanya dan pergelangan kaki bahasa Arab, al-hajar hanya memiliki salah satu dari tiga makna tersebut. Jadi, suami dari seorang istri yang dikhawatirkan berbuat nusyuz hanya diperintahkan untuk mengingatkan istrinya agar taat kepada dirinya dalam hal-hal yang telah Allah wajibkan 70 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. 2428. Rosalinda32 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019kepada istrinya yaitu menyetujuinya bila ia mengajak istrinya itu ke tempat tidurnya. Takwil rman Allah  maknanya adalah “wahai para suami, nasehatilah istri kalian tentang perbuatan nusyuz mereka. Jika mereka menolak untuk kembali kepada kewajiban mereka, yaitu taat kepada Allah, maka ikatlah mereka dengan tali, di rumah mereka dan pukullah mereka agar mereka kembali kepada kewajiban mereka yaitu taat kepada Allah dalam kewajiban mereka terkait dengan hak kalian. Sifat pukulan yang dobolehkan Allah kepada suami adalah pukulan yang tidak rman Allah       maknanya adalah “Wahai manusia, jika istri-istrimu yang kalian khawatirkan nusyuznya ketika kalian menasehati mereka, maka janganlah kamu memisahkan di tempat tidur mereka. Jika mereka tidak menaati kalian, maka pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Jika ketika itu mereka kembali menaati kalian dan kembali kepada kewajiban kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyakiti dan menyusahkan mereka dan janganlah kalian mencari-cari cara untuk meraih sesuatu yang tidak halal bagi kalian dari tubuh dan harta mereka dengan suatu alasan. Takwil rman Allah      maknanya adalah Allah berrman sesungguhnya Allah Maha Tinggi atas segala sesuatu, maka janganlah kalian wahai manusia mencari-cari jalan untuk menyusahkan istri-istri kalian pada apa-apa yang Allah wajibkan kepada mereka terhadap hak KESIMPULANMetode tafsir taḥlīlī dalam perkembangannya dianggap muncul setelah metode ijmālī karena pada masa sahabat, mayoritas sahabat tidak membutuhkan penjelasan yang rinci, hal tersebut disebabkan kemampuan bahasa Arab sahabat yang memadai sehingga tidak memiliki kesulitan dalam memahami ayat al-71 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. 2434. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 33Qur’an dan banyak para sahabat yang menyaksikan bahkan terlibat langsung dengan kondisi saat ayat al-Qur’an diturunkan. Namun seiring perkembangan zaman, umat Islam jumlahnya semakin bertambah tidak hanya dari orang Arab tapi juga non-Arab yang membutuhkan penjelasan petunjuk al-Qur’an secara lebih rinci. Oleh karena itu Metode taḥlīlī hadir menyajikan tafsir al-Qur’an berdasarkan urutan ayat-ayat al-Qur’an dalam mushaf ditinjau dari berbagai aspeknya. Jadi, metode tafsir taḥlīlī ini dibagi oleh beberapa ulama menjadi beberapa macam, yaitu tafsir bi al-Ma’tsūr, bi al-Ra’yi, Shūfī, Fiqhī, Falsafī, Ilmī, dan Adabī al-Ijtimā’ī. Semua bentuk tafsir taḥlīlī memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri. Tafsir bi al ma’tsūr adalah tafsir yang penafsirannya dengan menggunakan ayat-ayat lain, riwayah Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in. Tafsir bi al-ra’yi adalah tafsir yang penafsirannya menggunakan metode ijtihad dan penalaran. Tafsir shu adalah tafsir yang menekankan pada isyarat-isyarat yang terdapat pada ayat yang dikemukakan oleh tasawuf. Tafsir qhī adalah tafsir yang menekankan pada tinjauan hukum dari ayat yang ditafsir. Tafsir falsafī adalah tafsir yang menafsirkan al-Qur’an dengan pendekatan lsafat. Tafsir ilmī adalah tafsir yang menggunakan pendekatan ilmiah atau teori-teori ilmu pengetahuan. Tafsir yang terakhir adalah adabī al-ijtimā’ī , yaitu tafsir yang menjelaskan kepada hubungan dengan kemasyarakatan. Tafsir taḥlīlī jika dibandingkan dengan metode tafsir lainnya memiliki ciri khusus, ciri-ciri tersebut adalah Pertama , Para Mufasir menafsirkan ayat per ayat sesuai dengan urutan dalam mushaf utsmani, yaitu dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri oleh surat an-Nas. Kedua, Para Mufasir menjelaskan makna yang terkandung dalam al-Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, baik makna harah setiap kata maupun asbābun nuzulnya. Ketiga, Jika dilihat Bahasa yang digunakan metode taḥlīlī tidak sesederhana yang dipakai metode tafsir halnya metode tafsir yang lain, metode tafsif taḥlīlī ini juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Di antara kelebihan tafsir ini adalah ruang lingkupnya luas, memuat berbagai ide dan masih banyak lagi kelebihan dari tafsir ini. Sementara itu di antara kekurangan metode ini yaitu al-Qur’an sebagai Rosalinda34 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019petunjuk terlihat menjadi parsial, menghasilkan penafsiran yang subyektif, masuknya pemikiran isra’iliat, dan lain-lain. Dalam sejarahnya Metode tafsir tahlili dalam dunia Islam dimulai sejak ditulisnya tafsir Jamī’ul Bayān fī Tafsīr al-Qur’ān karya Ibnu Jarir at-abari. Karya at-abari ini dianggap sebagai tafsir tertua yang menggunakan metode tahlili. Imam at-abari dalam menjelaskan ayat-ayat demi ayat dengan menunjuk kepada Hadist Nabi, ucapan sahabat, aspek kebahasaan dan bebeberapa sumber lainnya untuk menjelaskan ayat tersebut. Upaya penafsiran seperti ini kemudian banyak diikuti oleh mufassir lain seperti Ibnu Katsir dan as-Suyuthi.[] Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 35DAFTAR PUSTAKAAnwar, Roshian, Ilmu Tafsir, Bandung Pustaka Setia, Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar. Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern. Jakarta Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rohi, al-Mawrid A Modern Arabic-English Dictionary. Beirut Dar el Ilm lil Malayin, Muhammad Husain, al Tafsīr wa al-Mufassirūn. Mesir Dār al-Kutub al-Haditsah, 1976, Jilid. 1, cet. Abd Hayy. al-Bidāyah  al-Tafsīr al-Maudhū’i Dirāsah Manhajiyyah Maudhū’iyyah. terjemahan Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhū’I Dan Cara Penerapannya. Bandung Pustaka Setia, Muhsin Abd, Tathawwur tafsīr al-Qur’an, Dārul Kutub wa an-Nasyar, 1989. Hana, Hasan, Islam in the Modern World Vol. 1 Religion, Ideologi and Development. Heliopolis Dar Kebaa Bookshop, Malik, “Corak dan Pendekatan Tafsir al-Qur’an”, dalam Sosio Religia, vol 9, nomor 3 Mei Nasharuddin Baidan. Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Jakarta Pustaka pelajar, Badri, Se jarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an. Bandung CV Pustaka Setia, Nur, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses oset, 2008Muhammad bin Mukrim bin Ali Abu al-Fadil Jamaluddin bin Manzur, Lisān al-Arabi, Juz 11, Beirut Dār Sadir, 1414 Fariz, “Tafsir sebagai Hermeneutika Islam Kajian dan Terapan” dalam Pengantar Kajian al-Qur’an, Kusmana dan Syamsuri ed. Jakarta Pustaka al-Husna Baru, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, Yogyakarta Pustaka Belajar, 2007 Rosalinda36 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019Saeful Rokim, “Mengenal Metode tafsir taḥlīlī ”, Jurnal staialhidayah, Bogor, Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman. Jakarta Gaung Persada Press, Hujair A. H., “Metode TafsirPerkembangan Metode Tafsirmengikuti warna atau corak mufassirin”, Al-mawarid, Muhammad Baqir, al Tafsīr al Maudhū’i wa al-Tafsīr al-Tajzii l Qur’anil karīm. Beirut Dar al Ta’aruf, M. Quraish, dkk. Sejarah dan Ulum al-Qur’an. Jakarta Pustaka Firdaus, Kaidah Tafsir Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-Ayat al-Qur’an. Jakarta Lentera Hati, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam kehidupan Masyarakat, Bandung Mizan, dan M. Karman, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir, Bandung Pustaka Islamika, 2012. Sya’i, Rachmat, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung Pustaka SETIA, Abi Ja’far Muhammad bin Jarir, Jami’ al Bāyan an ta’wīl ayatil Qur’an. Beirut Dar al Fikr, Ahmad bin Faris bin, Mu’jam Maqāyis al-Lugah. Juz 2, Beirut Dār al-Fikr, 1999. Al-Zarkasyi, Badr al-Din, al Burhān  ulūm al-Qur’an. Beirut Dār al-Kutub al Ilmiyahh,1988, Jilid Abd al Azhim, Manāhil al-Irfan  Ulum al-Qur’an. Mesir Mustafa al-Babi al-Halabi, Jilid “Metode Tafsir Taḥlīlī ”, dalam Diya al-Afkar, Juni 2016. ... Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode tafsir tahlili. Metode tahlili atau yang disebut metode analisis adalah suatu metode tafsir yang menerangkan ayat-ayat Al-Qur'an dari berbagai aspek Rosalinda, 2020. Sumber data penelitian ini meliputi primer dan sekunder. ...Nadia AzkiyaEka Mulyo YunusRisda Alfi Fat HannaHalimatussa’diyah Halimatussa’diyahThis study aims to determine the diaspora in the view of the Al-Qur’an Study of the Al-Qur’an Surah At-Taubah verse 122. This study uses a qualitative approach through the method of tahlili interpretation analysis. The results and discussion of this study indicate that there is a view of the Al-Qur’an on diaspora for the achievement of national education development. This study concludes that good human resources and education can be realized by superior people. Diaspora is believed to have superior potential so that it can play a role in the process of achieving national education development by sharing and conveying the knowledge that has been obtained. This study recommends academics and researchers to develop further related to this research, to find out diaspora in the view of the Al-Qur’an Study of the Al-Qur’an Surah At-Taubah verse 122.Achmad NasrullohAbstrak This study aims to determine the attitudes or intellectual character of modernism and salafism that exist in pesantren academics who are also university students in responding to some of the problems they have encountered. The results of this study indicate that Mambaus Sholihin students use the intellectual character of modernism and salafism in answering several problems, in this case in the form of a view on professional zakat and an analysis of the verses of At-Taubah. Then in a review of Karl Mannheim's social theory on social action and the meaning of behavior of students of Santri Mambaus Sholihin which contains 3 object meanings. First, the objective meaning is that students of Mambaus Sholihin students have views on several things related to professional zakat and provide. The two meanings are expressive, that they view intellectual modernism as a type of thought that prioritizes rationality from contemporary and classical references that tend to tectulize from the Al-Qur'an and the Prophet's Hadith. The third documentary meaning is that the intellectual character of modernism and salafism has become something that is very inherent in santri students in answering various problems found from classical or contemporary reference Kunci Intelektual Modernisme, Intelektual Salafisme. Amrin AmrinAdi PriyonoRanowan PutraDiscourse on interpretation does not only rely on two main sources, namely the Qur'an and Hadith, but also on the opinions of friends. The purpose of this study is to examine the methods used by scholars in understanding the verses of the Qur'an. This study uses a descriptive qualitative method with library research by focusing on reference data sources regarding the interpretation of the Qur'an with the opinion of friends. The data analysis technique used descriptive qualitative with inductive analysis. The results of the study show that the interpretation of the Qur'an with the opinion of friends is classified as a product that occurred in classical times because the interpretation carried out as a reference product. The friends interpreted the Qur'an with their opinions based on knowledge and knowledge of the Qur'an in the form of an explanation of the meaning and asbabul nuzul because of the revelation of the verse which consisted of from the social contextual of the community, community history, the causes of its descent, meaning which is still general, as well as all the meanings contained in the Qur'an which includes fiqh, worship, aqidah, morals related to human life based on its rules first, Companions in conveying their words must be correlated with the Qur'an and Hadith. Second, the Companions interpreting the verses of the Qur'an must pay attention to the instructions that have been outlined. Third, the Companions used Ijtihad in explaining the Qur'an without changing the meaning and content of the Qur'an. Thus, this ability to maintain the authenticity and sanctity of the Qur'an as a revelation of Allah and becomes a major need in the current context in producing solutions to problems that arise requires a legal YahyaKadar M. YusufAlwizar AlwizarTafsir is one way to find out and show the meaning and intent according to the content of the verses of the Qur'an. The purpose of this research is to reveal what methods can be used in interpreting the Qur'an. The research method used is library research. The tafsir methods used by mufassir on the interpretation of the Qur'an can be grouped into four methods; First, the method of ijmali interpretation. Second, the method of tahlili interpretation. Third, the maudhu`i interpretation method. Fourth, the method of interpretation of muqaran. The division of this category is a new categorization, because this category exists after research in various commentary books, as a result, experts in science divide the method of interpretation used by interpreters as 4 kinds. The four interpretation methods commonly used by the mufassir, each have advantages and disadvantages. Although the methods of interpreting the Qur'an are different, the essence remains the same, namely the mufassir trying to explain the meaning of the verses of the Qur'an for themselves and RokimMetode tafsir tahlili merupakan salah satu metode dalam tahlili berusaha menganalisa dan menjelaskan ayat-ayatal-Qur‟an secara keseluruhan dan meliputibacaan ayat, bangunan nahwu dan sharaf, sebab nuzul ayat, maknagelobal dari ayat, hikmat pensyariatan dan al-Qur‟anyang menggunakan metode ini sangat bermanfaat bagi para penuntutilmu khususnya bidang ilmu al-Qur‟an untuk memperdalampemahamannya tentang al-Qur‟an dan tidak tepat bagipara Tafsir tahlili, Metode Tafsir, TahliliHujair SanakyIn interpreting the Holy Quran at least comprises of four methods general understanding method of Quran, detail understanding method of the Holy Scripture, comparative understanding method of the Holy Book, and thematical/topical interpreting method of Quran. The interpreting the verses of the Holy Qoran influenced by those four methods and the background of the interpreters themselves. Each method has the characteristics either its weakness or its strength. For that reason, there is no the best method for understanding according to the writer of this article in term of interpreting Quran nowadays the topical/thematical method is very urgent to answer and to solve Moslem communities. Keywords metode, mufassir, corak, Alquran, dan maudu’ fi al-Tafsīr al-Maudhū'i Dirāsah Manhajiyyah Maudhū'iyyah. terjemahan Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhū'I Dan Cara PenerapannyaAbd Al-FarmawiHayyAl-Farmawi, Abd Hayy. al-Bidāyah fi al-Tafsīr al-Maudhū'i Dirāsah Manhajiyyah Maudhū'iyyah. terjemahan Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhū'I Dan Cara Penerapannya. Bandung Pustaka Setia, tafsīr al-Qur'an, Dārul Kutub wa an-NasyarMuhsin HamidAbdHamid, Muhsin Abd, Tathawwur tafsīr al-Qur'an, Dārul Kutub wa an-Nasyar, HanafiHanafi, Hasan, Islam in the Modern World Vol. 1 Religion, Ideologi and Development. Heliopolis Dar Kebaa Bookshop, dan Pendekatan Tafsir al-Qur'anMalik IbrahimIbrahim, Malik, "Corak dan Pendekatan Tafsir al-Qur'an", dalam Sosio Religia, vol 9, nomor 3 Mei Penafsiran al-Qur'an. Jakarta Pustaka pelajarNasharuddin IsawiBaidanIsawi, Nasharuddin Baidan. Metodologi Penafsiran al-Qur'an. Jakarta Pustaka pelajar, Perkembangan Tafsir al-Qur'an. Bandung CV Pustaka SetiaBadri KhaerumanKhaeruman, Badri, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur'an. Bandung CV Pustaka Setia, sebagai Hermeneutika Islam Kajian dan Terapan" dalam Pengantar Kajian al-Qur'anFariz PariPari, Fariz, "Tafsir sebagai Hermeneutika Islam Kajian dan Terapan" dalam Pengantar Kajian al-Qur'an, Kusmana dan Syamsuri ed. Jakarta Pustaka al-Husna Baru, Tafsir al-Qur'an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur RahmanAhmad SalehSyukriSaleh, Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir al-Qur'an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman. Jakarta Gaung Persada Press, 2007.
TafsirTahlili merupakan suatu metode tafsir Al-Qur'an yang cara penafsirannya dilakukan secara detail dari setiap ayat-ayat yang ditafsir. Aspek yang dibahas dalam metode tafsir tahlili, yaitu kosa kata, lafadz, arti yang dikehendaki, dan sasaran yang dituju dari kandungan ayat yang ditafsir, yaitu unsur ijaz, balaghah, dan keindahan kalimat. Aspek pembahasan makna dari ayat yang ditafsir, meliputi hukum fikih, dalil syar'i, norma-norma akhlak, akidah atau tauhid, perintah, larangan
ArticlePDF Available AbstractMetode tafsir tahlili merupakan salah satu metode dalam tahlili berusaha menganalisa dan menjelaskan ayat-ayatal-Qur‟an secara keseluruhan dan meliputibacaan ayat, bangunan nahwu dan sharaf, sebab nuzul ayat, maknagelobal dari ayat, hikmat pensyariatan dan al-Qur‟anyang menggunakan metode ini sangat bermanfaat bagi para penuntutilmu khususnya bidang ilmu al-Qur‟an untuk memperdalampemahamannya tentang al-Qur‟an dan tidak tepat bagipara Tafsir tahlili, Metode Tafsir, Tahlili Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Mengenal Metode Tafsir Tahlili MENGENAL METODE TAFSIR TAHLILI Syaeful Rokim Dosen Prodi IAT STAI Al-Hidayah Bogor Abstrak Metode tafsir tahlili merupakan salah satu metode dalam penelitian tahlili berusaha menganalisa dan menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an secara keseluruhan dan meliputi bacaan ayat, bangunan nahwu dan sharaf, sebab nuzul ayat, makna gelobal dari ayat, hikmat pensyariatan dan al-Qur‟an yang menggunakan metode ini sangat bermanfaat bagi para penuntut ilmu khususnya bidang ilmu al-Qur‟an untuk memperdalam pemahamannya tentang al-Qur‟an dan tidak tepat bagi para pemula. Keyword Tafsir tahlili, Metode Tafsir, Tahlili A. Pendahuluan Pembahasan tafsir merupakan hal yang penting pada setiap waktu dan tempat. Hal itu dikarenakan kebutuhan umat Islam akan petunjuk yang terkandung di dalam al-Qur‟an al karim untuk menjalani kehidupan di dunia ini. Adapun kebutuhan petunjuk manusia sangat beragam satu sama lainnya dalam satu daerah, atau masa dahulu dengan masa kontemporer. Oleh karena itu tafsir al-Qur‟an membutuhkan aktualisasi agar dapat mudah dipahami oleh masyarakat Muslim dengan realita mereka yangberbeda-beda adat kebiasaannya. Para ahli tafsir pun berusaha untuk menafsirkan al Qur‟an dengan pendekatan dan metode yang berbeda-beda antara satu ahli tafsir dengan pendekatan tafsir yang melihat pada sumber penafsiran, ahli tafsir mengkategorikan tafsir al-Qur‟an menjadi 4 kategori; pertama tafsir bil ma‟tsur riwayah.Kedua, tafsir bil ra‟yi dirayah.Ketiga, tafsir bil-lughah bahasa.Keempat, tafsir isyari. Mengenal Metode Tafsir Tahlili Adapun metode tafsir yang digunakan oleh para ahli tafsir dalam penafsiran al Qur‟an dapat dikategorikan menjadi empat metode; Pertama, Metode tafsir metode tafsir metode tafsir maudhu‟ metode tafsir kategori ini merupakan pengkategorian baru, karena kategori ini muncul setelah penelitian pada buku-buku tafsiryang beragam, sehingga para ahli ilmu membagi metode tafsir yang digunakan oleh para ahli tafsir menjadi 4 macam. Metode tahlili merupakan metode penafsiran yang digunakan oleh para ulama dahulu dan paling luas cakupan bahasannya. Hal itu dikarenakan mufasir membagi beberapa jumlah ayat pada satu surat dan menjelaskannya kata perkata secara rinci dan komprehensif. Pada kesempatan ini, penulis berusaha untuk membahas metode tafsir empat metode penafsiran yang dijelaskan di paragraph sebelumnya, makalah ini membatasi pembahasannya pada metode penafsiran tahlili. B. Makna Metode Tafsir Tahlili Sebelum masuk pada pembahasan isi metode tafsir tahlili, penulis berusaha mengungkapkan definisi kata metode, tafsir dan tahlili merupakan bentuk kata majemuk yang terbentuk dari dua ini membutuhkan penjelasan pada setiap bagiannya sebelum menjelaskan definisi dari tafsir tahlili. Kata metode berasal dari bahasa Latin yaitu berasal dari kata methodos. Kata methodos itu sendiri berasal dari akar kata metadan hodos. Meta berarti „menuju, melalui, mengikuti, sesudah‟, sedangkan hodos berarti „jalan, cara, dan arah‟.Sedangkan kata metode atau dalam bahasa inggris „methode‟ berarti prosedur atau proses untuk mencapai apa yang diinginkan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata metode berarti cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.. Definition Of Method, Accessed Oktober 2017. . Definisi kata metode, diakses oktober 2017, entri/metode Mengenal Metode Tafsir Tahlili Kata tafsir berarti al Tawdi>h „penjelasan‟ dan al-bayan „penegasan‟ serta menyikap sesuatu yang seperti kata „tafsir‟ yang disebutkan dalam firman Allah swtsurat al Furqan ayat ke 33 yang bermakna kata tafsir secara istilah kelimuan adalah ilmu yang membahas tentang al Qur‟an al Karim dari segi dilalah petunjuknya yang diinginkan oleh Allah sesuai kemampuan manusia. Imam al-Zarkasyi mengatakan bahwa ilmu untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada Nabi kita Muhammad saw, untuk menjelaskan makna-maknanya, untuk mengeluarkan hukum dan hikmah di dalamnya. Hal itu akan membutuhkan ilmu bahasa, nahwu grammer, sharaf, ushul fiqih, qiraat dan lainnya. Dan membutuhkan juga pengetahuan asbab nuzul, nasikh dan Abu Hayyan rhm juga menjelaskan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana mengucapkan lafadz al-Qur‟an, membahas petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya, dan membahas makna-makna yang terkandung dalam susunan ayat al-Qur‟ kata tahlili bentuk kata arab „‟ contoh „‟ yang bermakna membuka ikatanmenjadi terurai. Secara umum tahlili bermaksud menjelaskan sesuatu pada unsur-unsurnya secara terperinci. Adapun definisi tafsir tahlili secara istilah adalah metode yang digunakan seorang mufasir dalam menyingkap ayat sampai pada kata-perkatanya, dan mufasir melihat petunjuk ayat dari berbagai segi serta menjelaskan keterkaitan kata dengan kata lainnya dalam satu ayat atau beberapa ditemukan definisi pada ulama terdahulu, dikarenakan metode ini dikenalkan setelahnya. . Ibnu Faris, Maqa>yis al-Lugah hal 355. . Allah swt berfirman tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu membawa sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. QS. Al-Furqan 33 . Muhammad Abd al Adzim al-Zarqa>ni, Mana>hil al Urfa>n fi Ilm al Qur‟an Beirut Dar al-Kitab al-Arabi, 1995 hal 2/6. . Muhammad Abdullah al-Zarkasyi, Al-Burhan fi „Ulum al-Qur‟an Kairo Dar l-Turats, 1984 juz 1/13. . Muhammad Yusuf, Abu Hayyan, Al-Bahru al-Muhith Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993 juz 1/121. . Muhammad al-Ra>zi, Mukhtar al Shihah, Kairo al-Saktah al-Jadid, 1329H hal 411. Mengenal Metode Tafsir Tahlili Menurut Musaid al Thayyar, tafsir tahlili adalah mufasir bertumpu penafsiran ayat sesuai urutan dalam surat, kemudian menyebutkan kandungannya, baik makna, pendapat ulama, I‟rab, balaghah, hukum, dan lainnya yang diperhatikan oleh mufasir. Jadi tafsir tahlili dapat kita katakan; bahwa mufassir meneliti ayat al Qur‟an sesuai dengan tartib dalam mushaf baik pengambilan pada sejumlah ayat atau satu surat, atau satu mushaf semuanya, kemudian dijelaskan penafsirannya yang berkaitan dengan makna kata dalam ayat, balagahnya, I‟rabnya, sebab turun ayat, dan hal yang berkaitan dengan hukum atau Urgensi Metode Tafsir Tahlili dan Kelebihannya Metode tafsir tahlili atau metode tafsir yang digunakan oleh ahli tafsir sepanjang masa memiliki banyak faidah yang beragam, dan tujuan yang tinggi. Secara gelobalnya penulis jelaskan sebagai berikut Pertama, metode ini meneliti setiap bagian nash al qur‟an secara detail, tanpa meninggalkan sesuatupun. Sehingga metode ini memberi pengetahuan yang komprehensif mengenai ayat yang dibahas baik kata atau kalimat. Di mana metode ini menyajikan makna dan hukum yang terkandung dalam nash. Kedua, metode ini menyeru peneliti dan pembacanya untuk mempelajari/mendalami ilmu-ilmu al qur‟an yang itu mufasir menjelaskan ayat dari berbagai segi dengan metode tahlili ini. Ketiga, metode ini memperdalam pemikiran, dan menambah kuat dalam menyelami makna ayat, serta tidak puas hanya melihat makna gelobal metode ini dapat membantu dalam meningkatkan kemampuan untuk ber-istinbat, memilih ragam makna, memilih pendapat yang kuat dari pendapat para ulama. Keempat, dari metode ini, seorang alim dapat menggunakan informasi dalam tafsir tahlili menjadi sebuah pembahasan tersendiri, seperti metode tafsir karena itu tafsir tahlili menjadi pengantar atau asas untuk tafsir maudhui. Adapun kesimpulan kelebihan metode tafsir tahlili dapat dijelaskan menjadi dua ruang lingkup yang luas . Musa‟id al-Tayyar, su‟al an al-tafsir al-tahlili, fun=artview&id=335 Mengenal Metode Tafsir Tahlili padametode tafsir dalam tafsir tahlili, mufassir berusaha menjelaskan ayat demi ayat secara rinci dan dalam metode tafsir tahlili, seorang mufassir mendapatkan ruang yang luas untuk mengutarakan ide dan gagasannya dalam menafsirkan ayat al-Qur‟ tetapi tafsir dengan metode tahlili kurang tepat dalam pembelajaran bagi para siswa pemula dan masyarakat itu dikarenakan pembahasan dalam tafsir dengan metode tahlili sangat luas dan mencakup berbagai cabang ilmu al-Qur‟an dan hal itu menyulitkan para pemula dalam memahami ayat dan menyimpulkan maknanya. D. Macam-macam Metode Tafsir Tafsir dilihat dari metode penelitian dan penulisannya yang digunakan oleh para ulama tafsir dari zaman dahulu sampai sekarang dapat dikategorikan menjadi empat ini bukan disimpulkan oleh para ulama zaman dahulu akan tetapi pembagian metode ini muncul belakangan setelah buku-buku tafsir ditulis. Di antara macam metode tafsir sebagai berikut 1. Tafsir Ijmali Metode ini berusaha menjelaskan ayat al-Qur‟an secara gelobal, ringkas dan padat, tanpa memperluas pembahasan dan memperinci utama metode ini adalah memperjelas makna dan bentuk kata uslub yang zaman Sahabat Nabi tafsir dengan metode ijmali sangat itu dikarenakan kebanyakan masyarakat waktu itu memahami sebagian besar ayat-ayat al-Qur‟an, sehingga hanya sebagian kecil jumlah ayat yang perlu ditafsirkan. Di antara contoh kitab tafsir yang menggunakan metode tafsir ijmali Tafsir Jalalain, Tafsir al-Wajiz karangan al-Wahidi al-Naisaburi, al-Muhalla wa al-Suyuti, dan Tafsir Shofwah al-Bayan Li-Ma‟ani al-Qur‟an karangan Husain Makhluf. . Misy‟an al-Aisawi, al-Tafsir al-Tahlili; Tarikh wa al-Tathawur, al-Mu‟tamar al-Ilm al-Thani li-Kulliyah al-Ulum al-Islamiyah, 2012 M, hal 62. Mengenal Metode Tafsir Tahlili 2. Tafsir Tahlili Ini telah yang dijelaskan pada halaman besar ulama zaman dahulu menggunakan metode saja, mereka berbeda-beda dalam corak penafsirannya. Di antara contoh kitab tafsir yang menggunakan metode tafsir tahlili adalah; Tafsir Jami‟ al-Bayan Fi Ta‟wil Ayat al-Qur‟an karangan Muhammad Jarir al-Thabari, Ma‟alim Tanzin karangan al-Bagawi, al-Bahru al-Muhith karangan Abu Hayyan al-Qur‟an al-Adzim karangan Abu Fida Ibnu Katsir. 3. Tafsir Maudhui Ini merupakan metode dalam tafsir modern walaupun memiliki akar di zaman dulu, tetapi tidak seluas pembahasannya di zaman sekarang. Metode maudhui berusaha mengumulkan dan mentafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an yang memiliki tema yang sama. Sebagian besar tafsir dengan metode maudhui ini digunakan pada penelitian-penelitian ilmiah di perguruan tinggi dan lainnya. 4. Tafsir Muqaran Metode tafsir Muqaran adalah sebuah penelitian mendalam dan pengumpulan pendapat-pendapat berkaitan dengan tafsir ayat-ayat atau surat dalam al-Qur‟an yang memiliki hubungan tema yang sama. Kemudian dipelajari secara mendalam untuk mengenal perkataan yang lebih rajihkuat.Itu semua untuk mencapai petunjuk al-Qur‟an yang berkaitan dengan tema yang diteliti. E. Perkembangan Tafsir Tahlili Adanya metode tafsir tahlili tidak secara tiba-tiba tetapi metode ini muncul dengan melalui beberapa tahapan periode tentang sejarah dan periode yang dilalui „ilmu‟ tafsir ini, kita dapati bahwa tafsir melalui periode yang banyak, sampai pada zaman sekarang gelobal penjelasannya sebagai berikut; Periode pertama, pada masa Nabi saw, tafsir waktu itu terbatas pada penjelasan pada kata-kata yang samar atau asing. Analisa tafsir secara kebahasaan kata dalam ayat di masa Nabi sangat jarang sekali, dikarenakan waktu itu masyarakat tidak membutuhkan corak tafsir Mengenal Metode Tafsir Tahlili seperti sangat paham dengan bahasanya dan belum banyak tercampur dengan orang-orang asing .Pada zaman Nabi saw, tafsir terfokus pada asbab nuzul. Yakni sebab diturunkannya ayat al Qur‟an kepada Nabi saw. Sahabat yang menyaksikan turunnya ayat meriwayatkan kepada sahabat yang tidak sempat hadir menyaksikan turunnya itu juga, ada penjelasan langsung dari Nabi saw, yaitu menyelaskan al Qur‟an dengan Al Qur‟an, penjelasan istilah tertentu dalam ayat, penjelasan hukum hala dan haram, atau penegasan tentang hukum yang terdapat pada ayat. Sehingga banyak hadits yang memiliki keterkaitan dengan tafsir ayat baik secara langsung atau tidak. Pada zaman Nabi saw, tersisa banyak ayat yang tidak ditafsirkan oleh Nabi saw. Dikarenakan masyarakat waktu itu tidak membutuhkannya, atau dibiarkan agar manusia setelahnya mendalami ilmu tafsir itu dan menggunakan pemahaman mereka untuk ber-istinbat makna, hukum atau hikmah yang terkandung dalam ayat. Periode kedua, terjadi perluasan penafsiran secara itu menjadi kebutuhan primer bagi orang-orang yang baru masuk Islam, di mana mereka tidak menyaksikan langsung turunnya adanya kebutuhan tafsir secara bahasa setahap-setahap. Hingga islam menyebar di timur dan barat. Sebagaimanadinukil bahwan Umar bin Khattab memberikan perhatian khusus pada segi bahasa. Begitu pula Ibnu Abbas rda merupakan sahabat Nabi saw yang berandil besar dalam menafsirkan al qur‟an al ini, keseriusan para sahabat dan tabi‟in memiliki pengaruh besar dalam perkembangan berusaha dalam menafsirkan al Qur‟an berlandaskan kaidah-kaidah syariat dan memiliki pendapat-pendapat tafsir yang diriwayatkan dan terjaga dalam buku-buku tafsir dan saja sebagian besarnya berkaitan tentang kebahasaan, atau hukum pergerakan penafsiran di daerah Islam tumbuh subur seperti madrasah Makkah. Madinah, Bashrah, Kufah dan Yaman. Oleh karena itu perkataan sahabat dan tabiin yang berkaitan dengan penafsiran ayat menjadi pilar penafsiran bil-Ma‟ perbedaan pendapat di antara mereka pada periode ini sangat sedikit, dan itu terjadi dalam Muhsin Abd al-Hamid, Tatawur Tafsir al-Qur‟ 17. . Abd al-Rahman al-Suyuti, al Itqan fi „Ulum al-Qur‟an, Madinah Munawarah Majma‟ al-Malik al-Fahd, 1426H hal 1/347. Mengenal Metode Tafsir Tahlili masalah hukum terjadi perkembangan tafsir pada periode ini, al qur‟an secara rincinya belum ditafsirkan seluruhnya. Baik pada masa sahabat nabi atau masa ketiga,periode tafsir tahlili muncul setelah ilmu-ilmu keislaman muncul ilmu baru yang berkhidmat pada al-Qur‟an al-Karim. Mulai analisa nash ayat al-Qur‟an dengan bentuk yang lebih luas. Pada periode ini, kamus bahasa banyak dibukukan dan ilmu bahasa menjadi lebih luas, seperti nahwu, sharaf dan balaghah. Oleh karena itu terjadi peluasan penjelasan nash ayat al-Qur‟an dalam ilmu bahasa arab dalam rangka menjelaskan kata-kata gharib asing dalam al-Qur‟an. Maka ditulislah buku secara khusus yang menjelaskan makna kata dalam al-Qur‟ buku Majaz al-Qur‟an yang ditulis oleh Abi Ubaidah w 210H. dia menafsirkan petunjuk kata al-Qur‟an, menjelaskan bacaaan ayat dan berbicara tafsirnya secara keilmuan bahasa secara dari majaz al-Qur‟an, ada buku yang bernama kutub ma‟ani, seperti tafsir „Ma‟ani al-Qur‟an‟ karangan Abi Zakaria al-Fara‟ w lebih fokus pada kata-kata seputar bacaannya, I‟rabnya dan kata juga buku „Ma‟ani al-Qur‟an karangan al-Akhfasy w 215, dia lebih perhatian pada suara, sifat dan tempat keluarnya umum beliau menjelaskan tafsirnya secara bahasa, sharaf, nahwu dan balaghah. Dengan meluasnya ruang analisa bahasa dalam tafsir kata-kata dalam al-Qur‟an, maka perkembangan selanjutnya terjadi keluasan ruang analisa dalam istinbat penetapan hukum fiqih, hal ini sesuai dengan perkembangan yang maju pada madrasah-madrasah fiqih di dunia Islam. Mereka mulai mempelajari nash al-Qur‟an dari segi fiqihnya saja. Oleh karena itu muncullah buku „Ahkam al-Qur‟an‟ karangan imam Syafi‟i w 204 H, selain itu, pengikut madzhab Maliki juga menulis hal yang sama seperti Ismail bin Ishaq al-Qadhi w 282 H. begitu juga madzhab Hanafi seperti imam Al-Thahawi w 321 periode ini juga, mucul pembukuan-pembukuan cabang ilmu-ilmu al-Qur‟an seperti buku-buku tentang asbab nuzul, salah . Muhammad Husain al-dzahabi, al-Tafsir wa al Musfassirun, Kairo Maktabah Wahbah, 1976 M Juz 1/100. . Muhsin abd al-Hamid, Tathawur Tafsir al-Qur‟ 50. . Misy‟an al-Aisawi, al-Tafsir al-Tahlili; Tarikh wa al-Tathawur, al-Mu‟tamar al-Ilm al-Thani li-Kulliyah al-Ulum al-Islamiyah, 2012 M, hal 66. Mengenal Metode Tafsir Tahlili satunya yang ditulis oleh guru imam bukhari, Ali bin Al-Madini w 234. Terbukukan juga ilmu qira‟at seperti buku Abi Ubaid bin Salam w 224. Ahmad bin Zubair al-Kufi dan Ismail bin Ishaq al-Qadhi 282 H. Dibukukan juga ilmu naskh wa mansukh, yang buat oleh Qatadah al-Sadusi, Ibnu Syihab al-Zuhri, dan Muqatil bin Sulaiman Periode keempat, periode penggabungan dari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan tafsir. Buku yang paling lama dengan metode tahlili adalah buku yang ditulim oleh imam Muhammad bin Jarir al-Tabari w 310. Beliau menulis kitab tafsirnya dengan metode yang komprehensif dalam mempelajari nash al-Qur‟an. Imam Suyuti rhm mengatakan,kitab tafsir al-tabari adalak kitab tafsir yang paling agung lagi mulia, karena di dalamnya dipaparkan perkataan-perkataan sahabat, tabi‟in dan ulama dan juga I‟rab dan instinbat dari itu, tafsir ini lebih dalam dan luas dari tafsir-tafsir al-Nawawi rhm mengatakan juga tentang tafsir al-Tabari, umat sepakat bahwa belum terdapat kitab yang disusun seperti tafsir demikian, imam al-tabari adalah orang pertama yang meniti jalan tafsir tahlili dan ditulis dalam di dalamnya kaidah-kaidah ilmu ini dan langkah-langkahnya. Imam al Zarkasyi rhm mengatakan bahwa sesungguhnya Muhammad bin Jarir al-Tabari mengabarkan kepada seluruh manusia tentang penafsiran yang beragam, dan mendekatkan sesuatu yang dapat kita katakana bahwa tafsir Ibnu Jarir al-Tabari memiliki keutamaan tersendiri dari kitab-kitab tafsir lainnya baik dari segi waktu, segi faniyah, dan segi pembuatannya. Setelah imam al-Tabari, imam al-Tsa‟labi al-Naisaburi w 427 Hmembuat kitab tafsir al-Qur‟ penafsiranyya, beliau terpengaruh dengan metode yang digunakan oleh imam mengatakan di dalam pengantar kitab tafsirnya, bahwa beliau menyebutkan pendapat 14 ahli nahwu dalam . Abd al-Rahman al-Suyuti, al Itqan fi „Ulum al-Qur‟an, Madinah Munawarah Majma‟ al-Malik al-Fahd, 1426H 4/212. . Muhyiddin Syarof al-Nawawi, Tahdzib al-Asma‟ wa al-Lugat Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyah1/78 . Muhammad Abdullah al-Zarkasyi, Al-Burhan fi „Ulum al-Qur‟an Kairo Dar l-Turats, 1984 juz 2/76. . Ahmad Al-Tsa‟labi, al-Kasyf wa al-Bayan, Beirut Dar al-Ihya‟ al-Turats al-Arabi 2002 M juz 1/75. Mengenal Metode Tafsir Tahlili juga muncul kitab tafsir „Ma‟alim al-Tanzil‟ karangan imam al-Bagawi w 516. Tafsir yang lebih jelas dan dalam lagi dalam penggunaan metode tahlili adalah tafsir Ibnu Hayyan al-Andalusi w 745, beliau menulis tafsir yang bernama „al-Bahr al-Muhi>th‟. Ibnu Hayyan dalam pengantar bukunya menjelaskan langkah-langkahnya dalam menafsirkan al-Qur‟an secara terperinci dan mengawali penafsiran ayat dengan menjelaskan mufradat ayat, yakni kata-perkata dijelaskan makna bahasa dan beliau menjelaskan tafsir ayat dengan menyebutkan sebab nuzul ayat, jika memiliki asbab nuzul. Kemudian beliau menjelaskan nasakh atau tidaknya ayat yang dibahas, dan menyebutkan keterkaitan ayat dengan ayat sebelumnya, atau surat sebelumnya. Beliau juga menjelaskan macam-macam qiraat yang mutawatir dan Ragam Metode Tafsir Tahlili Dalam perkembangan penafsiran al-qur‟an, metode tafsir tahlili memiliki ragam penggabungan antara metode tafsir tahlili dengan pendekatan tafsir bil ma‟tsur dan tafsir bil ra‟yi dirayah.Oleh karena itu, tafsir tahlili –minimalnya- memiliki dua ragam; 1. Tafsir tahlili bil ma‟tsur Dalam hal ini, metode tafsir tahlili berusaha menjelaskan ayat-ayat secara terperinci dengan menggunakan pendekatan tafsir bil ma‟ yang dimaksud dengan tafsir bil ma‟tsur adalah penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an berlandaskan pada penjelasan dalam ayat yang lain, dan pada hadits-hadits nabawi, dan pada perkataan para sahabat dan tabi‟in. Di antara tafsir tahlili yang menggunaka pendekatan tafsir bil ma‟tsur yaitu; a. Tafsir Jami‟ al-Bayan fi Ta‟wil ayat al Qur‟an, b. Ma‟alim Tanzil tafsir al-Qur‟an al-Adzim, Ibnu al-Durr al-Ma‟tsur fi al Tafsir bi al-Ma‟tsur Suyuti. E, . Muhammad Yusuf, Abu Hayyan, Al-Bahru al-Muhith Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993 juz 1/103. Mengenal Metode Tafsir Tahlili 2. Tafsir tahlili bil ra‟yi Ragam tafsir tahlili yang kedua adalah penggunaan pendekatan tafsir bil Ra‟ dalam penjelasan tafsir tahlili ini, mufasir menggunakan sumber ra‟yu yang didukung dengan kaidah-kaidah tafsir dan cabang-cabang ilmu tafsir. Di antara tafsir tahlili yang menggunakan pendekatan tafsir bil ra‟yi yaitu; a. Tafsir al-Khazin, al-Khazin. B, Anwar Tanzil wa Asrar Al-Ta‟wil,al-Baydhawi. C, Tafsir al-Jawahir fi Tafsir al-Qur‟an, Thanthawi tafsir al-Manar, Muhammad Rasyid. G. Langkah Penafsiran Tahlili Tidak terhenti perjalanan tafsir tahlili sampai pada ulama terdahulu tafsir tahlili sampai saat ini masih relevan dan dapat digunakan dalam penafsiran al-Qur‟an sebagaimana perkembangan kehidupan manusia secara ini ada beberapa langkah yang digunakan para ulama terdahulu dalam penafsiran al-Qur‟an dengan metode tahlili; Pertama, penjelasan makna kata dalam al-Qur‟ penjelasan asbab nuzul ayat sebab turunnya ayat. Ketiga, penjelasan munasabah antar ayat dan surat sebelumnya. Keempat, penjelasan I‟rab ayat dan macam-macam qiraat ayat. Kelima, penjelasan kandungan balagahnya dan keindahan susunan kalimatnya. Keenam, penjelasan hukum fiqih yang diambil dari ayat. Ketujuh, penjelasan makna umum dari ayat dan petunjuk-petunjuknya. Tujuh point inilah yang merupakan inti dalam metode tafsir tahlili, yang digunakan oleh para ahli tafsir terdahulu dalam buku tafsir saja langkah-langkah di atas bukan berarti harus berurutan seperti urutan di atas, tetapi itu adalah langkah secara umum para ahli tafsir dalam metode sebagian ahli tafsir tidak menggunakan salah satu langkah yang di sebagian mufasir mengedepankan makna umum dari pada penjelasan I‟rab, sesuai yang dipandang penting oleh ahli tafsir penulis dalam tafsirnya. Sebagaimana juga ada mufassir yang tidak mengelompokkan tafsirnya seperti di atas, akan tetapi mufassir menjelaskan tafsirnya secara natsryakni campur dan menyatu antara penjelasan makna dan penjelasan lainnya. Pada zaman kontemporer sekarang ini, Nampak jelas ada perhatian serius ada metode ini. Yakni ada tambahan langkah-langkah Mengenal Metode Tafsir Tahlili baru dari sebelumnya, atau ada pembagian bab yang jelas secara berurutan, sehingga dapat dipahami dengan mudah. Perkembangan ini banyak terjadi pada dunia akademisi, terkhusus pada akademisi jurusan tafsir, baik tafsir surat tertentu ataupun tafsir al-Qur‟an secara keseluruhan. Di antara tema bab yang ditawarkan dalam metode tafsir tahlili ini sebagai berikut pertama, Apa faidah dari nash ayat   , kedua, Hikmah pensyariatan dalam ayat, ketiga, I‟jaz keilmuan dalam nash al-Qur‟an, keempat, Penjelasan historis masyarakat saat ayat turun, kelima, Kandungan pengetahuan individu dan sosial kontemporer. 1. Apa faidah dari nash ayat  Nash al-Qur‟an mengandung banyak petunjuk, makna, dan ini menunjukkan tingkatan tertinggi kefasihan bahasa dan itu juga, ada faidah yang diambil dari nash ayat dan ruhnya, tetapi faidah ini mengantarkan pada faidah dalam kehidupan ilmiah. Adanya langkah ini akan menjadi mengingat bagi pembacanya, atau memberikan ringkasan baginya. langkah ini     terkadang dengan nama lain seperti; Hidayah ayat  , Fawaid ayat  , dan petunjuk ayat . 2. Hikmah pensyariatan dalam ayat Ini mungkin yang dibutuhkan dalam di masa sekarang besar masyarakat mencari penjelasan hikmah pensyariatan, agar hati mereka thuma‟ninah. Mereka menyadari bahwa apa yang dibawa islam dalam Al-Qur‟an selaras dengan akal, ilmu dan realita. Hal ini akan kita temukan dalam kitab-kitab tafsir modern seperti Rawa‟I al-bayan dan al-Tafsir al-Munir. 3. I‟jaz keilmuan dalam nash al-Qur‟an Ada beberapa ayat yang mengandung petunjuk pada bidang keilmuan dan penemuan ilmiah modern,seperti ilmu falak astronomi, , seperti yang dinamakan oleh Abu Bakar al-Jazairi dalam kitab tafsirnya „Aisar al-Tafasir‟ . seperti yang dinamakan oleh Muhammad Nashir al-Umar dalam tafsirnya pada surat al-Hujurat. . seperti yang dinamakan oleh Muhammad Ali al-Shabuni dalam tafsir „Rawai‟ al-Bayan Fi Tafsir Ayat al-Ahkam‟. Mengenal Metode Tafsir Tahlili ilmu kedokteran dan al-Qur‟an bukan buku ilmu astronomi, kimia, kedokteran, hanya saja al-Qur‟an mengobati manusia dan membentuk psikologi, akhlak, dan diberikan ruang untuk meneliti dan eksperimen pada bidang ilmiah kauniyah. Para ulama kaum Muslimin juga memandang baik dalam mengambil manfaat dari hasil penelitian tentang alam, kehidupan, dan manusia untuk memahami al-Qur‟ itu dapat memperdalam pemahaman mengenai nash al-Qur‟an. Hanya saja tidak boleh untuk memperkuat pendapat perorangan sedangkan tidak ada korinah yang kuat. 4. Penjelasan historis masyarakat sosiologis saat ayat turun Kondisi masyarakat atau kejadian yang terjadi sebelum turunya ayat al-Qur‟an atau apa yang terjadi di masa Nabi Muhammad saw sangat membutuhkan perincian dan penjelasan yang cukup. Sehingga pembaca dapat memahami petunjuk ayat secara ada isyarat pada beberapa kejadian yang membutuhkan pengetahuan yang syamil komprehensif, dikarenakan ayat turun berkenaan tentang kejadian ayat-ayat permulaan pada surat al-Mujadilah juz 28. 5. Kandungan pengetahuan insani dan sosial kontemporer seperti ilmu psikologi, ilmu sosial, ilmu ekonomi, ilmu pendidikan dan lainnya. Tidak diragukan lagi, bahwa sebagian besar dari ilmu-ilmu yang ada di zaman sekarang ini memiliki dasar dan akar di dalam al-Qur‟ al-Suyuti mengatakan bahwa kitabullah al-Qur‟an mencakup segala sesuatu ilmu.Adapun berbagai beragam ilmu yang ada itu ada petunjuknya di dalam al-Qur‟an. Pada kesempatan yang lain imam Suyuti mengatakan bahwa al-Qur‟an berisikan juga ilmu-ilmu selain ilmu terdahulu, seperti kedokteran, arsitek, dan ulama tafsir tidak melarang untuk mengambil pengetahuan manusia dalam bidang ilmu apapun dan menjadikannya sebagai khidmah pada al-Qur‟an al-karim, bukan sebagai alat untuk menghukumi al-Qur‟an.. Imam Suyuti, al-Iklil fi istinbat al-Tartil. . Misy‟an al-Aisawi, al-Tafsir al-Tahlili; Tarikh wa al-Tathawur, al-Mu‟tamar al-Ilm al-Thani li-Kulliyah al-Ulum al-Islamiyah, 2012 M, hal 75-76 Mengenal Metode Tafsir Tahlili H. Kesimpulan Pada akhirnya, penulis mengatakan bahwa tafsir tahlili merupakan metode tafsir yang sebagian besar para ahli tafsir menggunakannya untuk berkhidmat pada kitab Allah ta‟ala. Para ahli tafsir tidak meninggalkan sesuatu yang mempedalam/memperluas ruang pemahaman ayat melainkan mereka akan menggunakan metode itu atau mengikut sertakan penjelasan itu. Akan tetapi ada perbedaan di antara mufassir itu merupakan antara ahli tafsir ada yang menjelaskan tafsirnya secara luas komprehensif, ada pula yang menjelaskan secara ringkas dan padat. Pada zaman kontemporer ini, ada penambahan dalam bab atau penjelasan dalam tafsir. Zaman ini telah memberikan saham dalam menjelaskan nash al-Qur‟an yang sesuai dengan tabiat zamannya. Muncul di zaman ini tafsir ilmi, yang merupakan bukti kebenaran firman Allah dalam bidang a‟lam Mengenal Metode Tafsir Tahlili DAFTAR PUSTAKA Muhammad Al-Razi, Mukhtar Al Shihah, Kairo Al-Saktah Al-Jadid, 1329H Muhsin Abd Al-Hamid, Tatawur Tafsir Al-Qur‟an. Abd Al-Rahman Al-Suyuti, Al Itqan Fi „Ulum Al-Qur‟an, Madinah Munawarah Majma‟ Al-Malik Al-Fahd, 1426H Muhammad Husain Al-Dzahabi, Al-Tafsir Wa Al Musfassirun, Kairo Maktabah Wahbah, 1976 M Misy‟an Al-Aisawi, Al-Tafsir Al-Tahlili; Tarikh Wa Al-Tathawur, Al-Mu‟tamar Al-Ilm Al-Thani Li-Kulliyah Al-Ulum Al-Islamiyah, 2012 M. Abd Al-Rahman Al-Suyuti, Al Itqan Fi „Ulum Al-Qur‟an, Madinah Munawarah Majma‟ Al-Malik Al-Fahd, 1426H Muhyiddin Syarof Al-Nawawi, Tahdzib Al-Asma‟ Wa Al-Lugat Beirut Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah Muhammad Abd Al Adzim Al-Zarqani, Manahil Al Urfan Fi Ilm Al Qur‟an Beirut Dar Al-Kitab Al-Arabi, 1995 M. Muhammad Abdullah Al-Zarkasyi, Al-Burhan Fi „Ulum Al-Qur‟an Kairo Dar L-Turats, 1984 M. Ahmad Al-Tsa‟labi, Al-Kasyf Wa Al-Bayan, Beirut Dar Al-Ihya‟ Al-Turats Al-Arabi 2002 M Muhammad Yusuf, Abu Hayyan, Al-Bahru Al-Muhith Beirut Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1993 Juz 1/103. Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur‟an Jakarta Pustaka Pelajar, 1988. Definition Of Method, Accessed Oktober 2017. Https// Definisi Kata Metode, Diakses Oktober 2017, Https// Ahmad Bin Faris, Mu‟jam Maqayis Dar Al-Fikr, 1979 M. Musa‟id Al-Tayyar, Su‟al An Al-Tafsir Al-Tahlili, Http// Mengenal Metode Tafsir Tahlili ... Menurut kajian Muhammad Salih al-Din 2010, Dr. Wahbah menggunakan metode penafsiran secara taḥlīlī, iaitu mentafsirkan al-Quran mengikut tertib dan urutan yang sama dengan yang tertulis di mushaf. Hal ini juga selari dengan kajian Rokim 2017 yang menegaskan bahawa salah satu langkah pentafsiran al-Quran oleh ulama terdahulu yang menggunakan metode taḥlīlī ialah menerangkan maksud perkataan dalam al-Quran, menyatakan asbāb al-nuzūl, munāsabāt antara surah dan surah, i'rāb dan pelbagai qirā'at. Selain daripada itu penjelasan kandungan balāgahnya dan keindahan susunan kalimatnya, penjelasan hukum fekah yang diambil dari ayat dan penjelasan makna umum dari ayat dan petunjuk-petunjuknya. ...... Kajian Rokim 2017 menjelaskan bahawa kitab al-Tafsīr al-Munīr adalah antara kitab yang membincangkan hikmah sesuatu hukum itu disyariatkan dan perkara ini amat diperlukan sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan masalah masyarakat. Boleh dikatakan setiap perkara yang disyariatkan, Dr. Wahbah akan menyertakannya seperti hikmah pengucapan sumpah dalam li'ān secara berulang-ulang ketika menghuraikan ayat 6-10 dalam bahagian al-fiqh wa al-ḥayāh. ... Miftah Khilmi HidayatullohThe 19th century was the century of colonialization of the Islamic world. At that time, Abduh offered the tajdid idea through the Qur'an interpretation as a response to the condition of Muslims who were slumped and colonized by the West. The researcher examines more deeply the intellectual history of Abduh's interpretation, by describing the conditions before Abduh's interpretation was delivered genesis and the conditions after impact. Lacapra's theory of intellectual history is used to deepen this research by describing the six contexts surrounding Abduh's interpretation, namely intentions, motivation, society, culture, corpus, and structure/ analogous concepts. The results of the preliminary research that we have done state that Abduh offers a simple, pro-science, and socially-styled interpretation of the Qur'an so that it can be a source of guidance for Muslims who are being colonized to regain happiness in the world and the hereafter.... Menurut kajian Muhammad Salih al-Din 2010, Dr. Wahbah menggunakan metode penafsiran secara taḥlīlī, iaitu mentafsirkan al-Quran mengikut tertib dan urutan yang sama dengan yang tertulis di mushaf. Hal ini juga selari dengan kajian Rokim 2017 yang menegaskan bahawa salah satu langkah pentafsiran al-Quran oleh ulama terdahulu yang menggunakan metode taḥlīlī ialah menerangkan maksud perkataan dalam al-Quran, menyatakan asbāb al-nuzūl, munāsabāt antara surah dan surah, i'rāb dan pelbagai qirā'at. Selain daripada itu penjelasan kandungan balāgahnya dan keindahan susunan kalimatnya, penjelasan hukum fekah yang diambil dari ayat dan penjelasan makna umum dari ayat dan petunjuk-petunjuknya. ...... Kajian Rokim 2017 menjelaskan bahawa kitab al-Tafsīr al-Munīr adalah antara kitab yang membincangkan hikmah sesuatu hukum itu disyariatkan dan perkara ini amat diperlukan sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan masalah masyarakat. Boleh dikatakan setiap perkara yang disyariatkan, Dr. Wahbah akan menyertakannya seperti hikmah pengucapan sumpah dalam li'ān secara berulang-ulang ketika menghuraikan ayat 6-10 dalam bahagian al-fiqh wa al-ḥayāh. ...... Menurut kajian Muhammad Salih al-Din 2010, Dr. Wahbah menggunakan metode penafsiran secara taḥlīlī, iaitu mentafsirkan al-Quran mengikut tertib dan urutan yang sama dengan yang tertulis di mushaf. Hal ini juga selari dengan kajian Rokim 2017 yang menegaskan bahawa salah satu langkah pentafsiran al-Quran oleh ulama terdahulu yang menggunakan metode taḥlīlī ialah menerangkan maksud perkataan dalam al-Quran, menyatakan asbāb al-nuzūl, munāsabāt antara surah dan surah, i'rāb dan pelbagai qirā'at. Selain daripada itu penjelasan kandungan balāgahnya dan keindahan susunan kalimatnya, penjelasan hukum fekah yang diambil dari ayat dan penjelasan makna umum dari ayat dan petunjuk-petunjuknya. ...... Kajian Rokim 2017 menjelaskan bahawa kitab al-Tafsīr al-Munīr adalah antara kitab yang membincangkan hikmah sesuatu hukum itu disyariatkan dan perkara ini amat diperlukan sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan masalah masyarakat. Boleh dikatakan setiap perkara yang disyariatkan, Dr. Wahbah akan menyertakannya seperti hikmah pengucapan sumpah dalam li'ān secara berulang-ulang ketika menghuraikan ayat 6-10 dalam bahagian al-fiqh wa al-ḥayāh. ...... Menurut kajian Muhammad Salih al-Din 2010, Dr. Wahbah menggunakan metode penafsiran secara taḥlīlī, iaitu mentafsirkan al-Quran mengikut tertib dan urutan yang sama dengan yang tertulis di mushaf. Hal ini juga selari dengan kajian Rokim 2017 yang menegaskan bahawa salah satu langkah pentafsiran al-Quran oleh ulama terdahulu yang menggunakan metode taḥlīlī ialah menerangkan maksud perkataan dalam al-Quran, menyatakan asbāb al-nuzūl, munāsabāt antara surah dan surah, i'rāb dan pelbagai qirā'at. Selain daripada itu penjelasan kandungan balāgahnya dan keindahan susunan kalimatnya, penjelasan hukum fekah yang diambil dari ayat dan penjelasan makna umum dari ayat dan petunjuk-petunjuknya. ...... Kajian Rokim 2017 menjelaskan bahawa kitab al-Tafsīr al-Munīr adalah antara kitab yang membincangkan hikmah sesuatu hukum itu disyariatkan dan perkara ini amat diperlukan sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan masalah masyarakat. Boleh dikatakan setiap perkara yang disyariatkan, Dr. Wahbah akan menyertakannya seperti hikmah pengucapan sumpah dalam li'ān secara berulang-ulang ketika menghuraikan ayat 6-10 dalam bahagian al-fiqh wa al-ḥayāh. ...... Menurut kajian Muhammad Salih al-Din 2010, Dr. Wahbah menggunakan metode penafsiran secara taḥlīlī, iaitu mentafsirkan al-Quran mengikut tertib dan urutan yang sama dengan yang tertulis di mushaf. Hal ini juga selari dengan kajian Rokim 2017 yang menegaskan bahawa salah satu langkah pentafsiran al-Quran oleh ulama terdahulu yang menggunakan metode taḥlīlī ialah menerangkan maksud perkataan dalam al-Quran, menyatakan asbāb al-nuzūl, munāsabāt antara surah dan surah, i'rāb dan pelbagai qirā'at. Selain daripada itu penjelasan kandungan balāgahnya dan keindahan susunan kalimatnya, penjelasan hukum fekah yang diambil dari ayat dan penjelasan makna umum dari ayat dan petunjuk-petunjuknya. ...... Kajian Rokim 2017 menjelaskan bahawa kitab al-Tafsīr al-Munīr adalah antara kitab yang membincangkan hikmah sesuatu hukum itu disyariatkan dan perkara ini amat diperlukan sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan masalah masyarakat. Boleh dikatakan setiap perkara yang disyariatkan, Dr. Wahbah akan menyertakannya seperti hikmah pengucapan sumpah dalam li'ān secara berulang-ulang ketika menghuraikan ayat 6-10 dalam bahagian al-fiqh wa al-ḥayāh. ...... Jika suatu produk tafsir dituliskan berdasarkan tartīb al-ayah wa al-suwar maka dapat diketahui bahwa metode yang digunakan dalam tafsir tersebut adalah ijmāli dan taḥlili. Untuk membedakan kedua metode tersebut, dapatlah dilihat dari panjang dan pendeknya penjelasan yang terdapat di dalamnya Rokim, 2017. Jika penjelasan di dalamnya dijelaskan secara umum, maka metode yang digunakan adalah ijmāli dan jika penjelasan di dalamnya dijelaskan secara panjang lebar menyentuh berbagai aspek, maka metode yang digunakan adalah metode taḥlili. ...Akhdiat AkhdiatAbdul KholiqPenafsiran Al-Qur’an telah dimulai sejak masa Nabi Muhammad SAW sampai dengan sekarang ini. Suatu produk penafsiran yang muncul dari masa Nabi SAW sampai sekarang tentulah berbeda, baik dari metode maupun kesimpulan yang dihasilkan. Hal itu terjadi karena kebutuhan suatu penafsiran setiap masa selalu berbeda-beda. Di samping itu munculnya anggapan bahwa produk tafsiran lama tidak lagi mampu menjawab tantangan zaman akan setiap permasalahan manusia. Maka karena itu, dari empat metode yang sudah disimpulkan oleh Al-Farmawi, yaitu ijmāli, taḥlīli, muqāran, dan metode mauḍū’i, penulis mencoba untuk membahas metode ijmāli. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk membahas kemunculan tafsir ijmāli, dasar dan urgensi tafsir ijmāli, langkah-langkah tafsir ijmāli dan kelebihan serta kekurangan tafsir ijmāli. Adapun metode yang digunakan adalah metode kualitatif berbasis library research dengan pendekatan analisis-deskriptif. Berdasarkan metode tersebut, artikel ini menemukan hasil bahwa metode ijmāli muncul pertama kali pada masa Nabi SAW. Tafsir ijmāli adalah metode penafsiran Al-Qur’an dengan penjelasan singkat, global dan tidak panjang lebar. Dan metode ini sangat cocok untuk digunakan bagi pemula dan orang awam dalam memahami Al-Qur’an. Adapun langkah-langkahnya adalah menguraikan ayat secara sistematika Al-Qur’an, menjelaskan secara umum serta makna mufradatnya, berdasarkan kaidah-kaidah bahasa Arab, dan bahasa yang digunakan mengupayakan pemilihan diksi yang mirip dengan lafadz yang digunakan oleh Al-Qur’an. Di samping itu metode ijmāli memiliki kelebihan jelas dan mudah dipahami, terbebas dari penafsiran israiliyat dan dekat dengan bahasa Al-Qur’an. Sedangkan kekurangannya adalah petunjuk Al-Qur’an yang tidak utuh/parsial dan penafsiran dangkal atau tidak menyeluruh.... Metode ini menafsirkan dengan pola ma'tsur dan ra'yi. Pemaknaan teks dilaksanakan secara utuh yang disertai pencantuman asbabun nuzul, munasabah antar ayat, dan pengertian setiap kosakata yang terbilang sulit Rokim, 2017. Perkembangan metode ini terbagi pada tiga periode. ...Ihsan ImadudinAini Qurotul AinTulisan ini bertujuan untuk memetakan kategorisasi tafsir serta problematikanya dengan meninjau dari tiga aspek yaitu sumber, metode, dan corak penafsirannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan library research atau studi pustaka. Hasil studi menunjukan bahwa dari segi sumber tafsir terbagi menjadi dua kategori yaitu sumber primer atau tafsir bil ma’tsur dan sumber sekunder atau tafsir bil ra’yi. Ditinjau dari segi metode, tafsir terbagi menjadi empat kategori yaitu tahlili, ijmail, moqaran dan maudhu’i. Ditinjau dari segi corak, kategori tafsir memilik variasi corak yang sangat banyak di antaranya corak lughawi, hukmi, falsafi, sastra, ilmi, adab ijtima’i, dan akan terus muncul corak baru sesuai dengan perkembangan zaman. Kategorisasi tafsir ini hasil selain mempermudah dalam pemetaan keilmuan Al-Qur’an, dalam prosesmya ternyata menemui beberapa problematika terutama dalam aspek aksiologi dan SalsabilaThis study aims to discuss the concept of covering the genitals from the perspective of the Qur'an in Surah An-Nur verse 31 from the perspective of Karim's interpretation of the Qur'an and the interpretation of An-Nur. This research method is qualitative through literature study with a fiqh approach. This study concludes that there are similarities in the interpretation of women's genitalia according to the interpretation of the Qur'an Karim by Mahmud Yunus and the interpretation of An-Nur by Hasbi Ash-Shiddieqy, namely all parts of the body except the face, the palms of the hands and the soles of the feet, both of which refer to the opinion of Ibn Abbas. However, there is also a difference in the limits of a woman, according to the interpretation of the Qur'an Karim by Mahmud Yunus, a woman's half arm and half calf can be seen because these body parts are usually seen when working, this refers to the opinion of the Hanafi school. According to Hasbi Ash-Shiddieqy's interpretation of An-Nur, shaking hands with non-mahrams is not haram, because women's palms are not part of the Azmi FaridaZainal AbidinAbstrak Karya tulis ini membahas peran penting sebagai media yang menyuarakan moderasi Islam. Dalam konteks saat ini, suara kelompok konservatif-Islamis masih mendominasi dunia maya, sehingga perlu melakukan langkah strategis untuk membalikkan keadaan. Langkah strategis ini disebut sebagai gerakan Escape from Echo Chamber Keluar dari Ruang Gema. Echo Chamber sesungguhnya berupa algoritma digital yang memudahkan pencarian konten sesuai keinginan pengguna media sosial. Namun, lama-kelamaan Echo Chamber menjadi ruang eksklusif yang tertutup. Algortima ini dikhawatirkan karena kondisi sekarang masih didominasi oleh kelompok konservatif-islamis. Maka, Peran penting dalam menyuarakan moderasi Islam perlu hadir secara maksimal. Terlebih, konten tafsir digital menjadi rujukan karena slogan kembali ke Al-Qur’an dan hadis semakin eksis di Indonesia. Sebagai penelitian kualitatif, karya tulis ini dideskripsikan secara analitik, Adapun hasil penelitian ini yaitu gerakan Escape from Echo Chamber dimaknai sebagai upaya untuk sosialisasi tafsir digital yang moderat secara nyata, baik melalui kunjungan ke instansi pendidikan ataupun melalui festival keagamaan khas anak muda. Kata Kunci Tafsir Digital, Escape from Echo ChamberAhmad Fadhil RizkiSudirman M. Johan Afrizal NurThe Phenomena that occur at this time are very detrimental to society, namely conflicts and wars that occur at every point in the world since ancient times until now it will never end and will continue until the future because there is no solution in it, but in the Al-Quran, Allah SWT told a story about the politic of Balqis in the letter Al-Naml verses 32-35, namely a queen who was able to solve the war problems that would be faced with good and wise when getting a letter from the Prophet Sulaiman as containing invitation to believe in Allah SWT or will be fought if refused it, she was not in a hurry in making decision. First, she held a deliberation with her dignitaries to get the best suggestions and opinions, Second, think carefully even though she had a large amount, complete weapons and trained troops, but she also thought about the risks that would be faced after the war, Third, taking lessons from previous historical experience if the kings have fought and won, they would ruin the place and hold people to be their slaves. Fourth, from the deliberation, she considered sending a gift to the Prophet Sulaiman to change his decision, Fifth, after careful consideration, the queen of balqis decided to make peace because if she made a wrong decision the people of Sabaq would become victims of the war, from the story above, it can be concluded that the deliberation is a solution for the people to achieve the best consideration, mutual agreement and bring peace to each community and Al-Qur"an Kairo Dar L-TuratsAl-Burhan FiMuhammad Abdullah Al-Zarkasyi, Al-Burhan Fi "Ulum Al-Qur"an Kairo Dar L-Turats, 1984 Penafsiran Al-Qur"an Jakarta Pustaka PelajarNashruddin BaidanNashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur"an Jakarta Pustaka Pelajar, 1988.
MenurutMuhammad Baqir al-Shadr, metode tafsir maudhu'i adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur'an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an yang mempunyai tujuan yang satu, yang bersama-sama membahas topik atau judul tertentu dan menyusunnya sesuai dengan masa dan sebab-sebab turunnya, lalu memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat yang lainnya, kemudian mengistimbatkan hukum-hukum.
METODE TAFSIR TAHLILI ABDULLAH KHUSAIRI Pendahuluan Salah satu dampak positif dari pernyataan Gubernur DKI Basuki Tjahya Purnama yang diduga menistakan agama oleh sebagian golongan ummat Islam adalah tafsir-tafsir al-Quran dibicarakan di ruang publik secara terbuka. Khususnya Surat al-Maidah ayat 51.[1] Terlepas kepentingan politik praktis kekuasaan yang telah mengitari persoalan penafsiran surat al-Maidah ayat 51 tersebut, yang jelas di panggung publik, media massa dan media sosial, tafsir al-Quran khusus ayat-ayat yang berkenaan dengan kepemimpinan telah disuarakan secara lantang. Persoalan serupa ini memang sering muncul dalam kontestasi politik menjelang dunia suksesi di daerah bahkan dalam Pemilihan Presiden.[2] Walau pun akhirnya, memang pendalaman kajian tafsir harus terus dipaparkan kepada publik agar tidak terjebak dalam logika sempit dan menjauhkan simpati dan menegasi keberagaman dan al-islam al-rahmat al-amin.[3] Kita tidak akan mengupas pro kontra penafsiran Surat al-Maidah ayat 51 tersebut. Peristiwa ini cukuplah menjadi titik balik bersama untuk mendalami lebih jauh metode-metode tafsir al-Quran. Perbedaan penafsiran adalah keniscayaan yang harus dihormati sejauh tidak memiliki efek negatif dan berlawanan maksud kehadiran al-Quran sebagai petunjuk bagi ummat manusia al-hudan al-nash.[4] Melanjutkan materi kuliah Quranic Exgesis of Methode, setelah kita mengenal beberapa pendekatan dalam tafsir bi al ma'tsur dan bi al-ra'yi, corak-corak penafsiran, faktor-faktor penyebab penyimpangan dalam tafsir, kaidah-kaidah dalam penafsiran, dsb. maka pada makalah ini akan khusus mengupas Metode Tafsir Tahlili. Metode Tafsir Tahlili merupakan satu dari empat metode tafsir yang dibahas dalam memelajari Ilmu Tafsir. Empat metode tersebut adalah, Metode Tafsir Ijmali, Metode Tafsir Tahlili, Metode Tafsir Maudhu'i dan Metode Tafsir Muqarin.[5] Makalah ini akan memaparkan pengertian, ciri-ciri dan contoh-contoh kitab-kitab Tafsir Tahlili, contoh-contoh penafsiran, kelebihan dan kelemahan, serta pendapat penulis. Pengertian Secara bahasa al lughah, kata Tahliliy berasal dari akar kata bahasa arab, hallala-yuhallilu-tahlilan. Artinya, analisa atau menguraikan. Bahasa Inggrisnya, to analize, detailing.[6] Demikian arti dari segi bahasa al lughah. Secara istilah, menurut M. Quraish Shihab, Metode Tafsir Tahlili merupakan suatu bentuk tafsir yang berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari berbagai sisi dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Quran sebagaimana tercantum dalam mushaf. Menurut Muhammad Baqir al-Shadr menamakan Metode Tafsir Tahlili sebagai Metode Tajzi’iy, yaitu metode tafsir yang berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari berbagai segi dengan memerhatikan susunan surat dan ayat al-Quran.[7] Sedangkan Abdul Hayy al-Farmawi menyatakan, Tafsir Tahlili dengan suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dari seluruh aspeknya.[8] Pada kerjanya Metode Tafsir Tahlili menganalisis dari sisi bahasa, al-lughah, sebab-sebab turun ayat al-asbab al-anuzul, hubungan antar ayat, nasikh mansukh, perkembangan kebudayaan generasi nabi dan sahabat maupun tabi’in. Di samping itu, khusus lainnya yang kesemuanya ditujukan untuk memahami kandungan al-Quran. Artinya Metode Tafsir Tahlili dapat disebutkan sebuah cara mengangkat dan menarik isi kandungan teks ayat-ayat al-Quran dengan cara menganalisis dari berbagai sisi. Kandungan inilah dijadikan sebagai acuan untuk memahami perintah, mengerjakan perintah dari Allah Swt. Ciri-Ciri dan Contoh Kitab Tafsir Tahlili Sungguhpun para mufassir memiliki kecenderungan corak penafsiran sesuai menurut kadar kedalaman keilmuan yang dimilikinya namun mereka tetap menggunakan kaidah-kaidah umum Ilmu Tafsir al-Quran. Yaitu, Kaidah Quraniyah, Kaidah Sunnah, Kaidah Bahasa, Kaidah Ushul al-Fiqh dan Kaidah Ilmu Pengetahuan.[9] Ciri-ciri metode Tafsir Tahlili di antaranya adalah, ayat-ayat Al-Qur’an ditafsirkan, ayat demi ayat dan surat demi surat, sesuai urutan dalam mushhaf Utsmany, atau dimulai dari Surat al-Fatihah, diakhir dengan surat an-Nash. Mufassir menguraikan kosa kata, lafaz dan menjelaskan arti yang ditetapkannya. Sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur i’jaz, balaghah dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang di-istinbath-kan dari ayat, yaitu hukum fikih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak, aqidah atau tauhid, perintah-perintah, larangan, janji, ancaman, hakikat, majaz, kinayah, dan al isti’arah. Di samping itu juga mengemukakan kaitan antara Ayat-Ayat dan relevansinya Surat sebelum dan sesudahnya. Dilengkapi lagi dengan sebab-sebab turun ayat al-asbab al-nuzul, hadits-hadits Rasulullahh SAW dan pendapat para sahabat dan tabi’in-tabi’in yang berkenaan dengan ayat yang ditafsirkan. Mufassir yang menggunakan metode tahlili umumnya menguasai lebih dari satu bidang ilmu. Seperti diketahui ulama pada masa dahulu tidak hanya menguasai satu bidang ilmu saja. Mereka bisa disebut multidisipliner. Hasil dari Metode Tafsir Tahlili ini melahirkan beragam kitab tafsir. Ada yang ditulis dengan panjang lebar al-ithnab, ada yang secara singkat al-ijaz dan ada pula di antara keduanya, pertengahan al-musawah. Kitab Tafsir al-Quran yang ditulis Mufassir al-Alusy, al-Fakhr al-Razy, al-Qurthuby dan Ibn Jarir al-Thabary termasuk katagori al-ithnab. Kitab tafsir karya Jalal al-Din Al-Shuyuthy, Jalal al-Din al-Mahally dan al-Sayyid Muhammad Farid Wajdi masuk kategori singkat al-Ijaz. Sedangkan karya Imam al-Baydlawy, Syeikh Muhammad Abduh, al-Naysabury, masuk kategori pertengahan al-musawah.[10] Sekalipun mereka sama-sama menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan metode tahlili akan tetapi corak Tahlili masing-masing berbeda. Sesuai dengan kecenderungan mufasir tersebut. Lebih lengkap, kitab tafsir dengan Metode Tafsir Tahlili adalah 1. Tafsir al-Qur’an al-azhim karya Ibn Katsir. 2. Tafsir al-Munir karya Syaikh Nawawy al-Bantany. 3. Tafsir al-Fakh al-Razy yang terdiri dari tafsir al- Kabir Mafatih al-Ghaib yang terdiri dari 30 jilid dan Tafsir al-Saghir Asrar al-Tanzil wa Anwar al-Ta’wil. 4. Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, karangan Imam Ibn Jarir Al-Thabary 5. Ma’alim al-Tanzil yang dikenal dengan Al-Tafsir al-Manqul, karangan Imam Al-Baghawy 6. Madarik al –Tanzil wa Haqaiq al-Ta’wil, karangan Al-Ustadz Mahmud Al-Nasafy 7. Anwar al-Tanzil wa Asrarnal-Ta’wil, karangan Al-Ustadz Al-Baydlawy 8. Tafsir Al-Qur’an al-Adhim, karangan Imam Al-Tustary 9. Haqaiq al-Tafsir, karangan al-Sulamy w. 421 H 10. Ahkam Al-Qur’an, karangan Al-Jasshash w. 370 H 11. Al-Jami’ li Al-Qurthuby w. 671 H 12. At-Tafsir al-Ilm li al-Kauniyat al-Qur’an al-Karim, karya Hanafi Ahmad 13. Al-Islam Yatahadda, karangan Al-Allamah Wahid al-Din Khan 14. Tafsir al-Manar, karya Rasyid Ridha w. 1345 H 15. Tafsir a-Jalalain, karya Jalal al-Din Al-Shuyuthy, Jalal al-Din al-Mahally 16. Tafsir Al-Qur’an al-Karim, karya Mahmud Salthut 17. Tafsir Imam al-Zamakhsari Al-Ksyasaf an Haqaiq al-Tanzil wa uyun al-Aqawil fi Wujud al-Ta’wil, karya Tafsir Imam al-Zamakhsari [11] Corak Metode Tafsir Tahlili Pada pertemuan terdahulu kita telah mengupas beragam corak penafsiran al-Quran. Pemahaman tentang corak ini, tiada lain adalah ragam dari metode yang digunakan dalam melahirkan karya tafsir oleh kalangan ulama.[12] Berbeda metode penafsiran, kedalaman dan penguasaan ilmu, tentunya menghasilkan bentuk tafsir yang berbeda. Namun perbedaan tersebut tidak kontra dari makna awal ayat. Metode Tafsir Tahlili dikelompokkan menjadi beberapa macam. Yaitu, tafsir bil Ma’tsuri, tafsir bir Ra’yi, tafsir as-Shufi, tafsir al-Fikhi, tafsir al-Falsafi, tafsir al-Ilmi, tafsir al-Adab al-ijtimi’i.[13] Lebih jelasnya, sbb 1. Bentuk Tafsir Ma’tsuri Riwayat Tafsir bil Ma’tsuri yaitu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan ayat-ayat lain, dengan sunnah Nabi SAW, dengan pendapat sahabat Nabi SAW dan dengan perkataan tabi’in. Menurut Subhi as-Shalih, bentuk tafsir seperti ini sangat rentan terhadap masuknya pendapat-pendapat di luar Islam, seperti kaum zindiq Yahudi, Parsi dan masuknya hadits-hadits yang tidak shahih. Namun demikian pada tafsir Ibnu Jarir al-Thabary H, Jami al-Bayani fi Tafsir al-Quran dan tafsir Ibn Katsir H, tafsir al-Quran, kecil kemungkinan terdapat penyimpangan maksud. Mengingat para mufassir bekerja dengan itikad ibadah dan kehati-hatian yang tinggi. 2. Bentuk Tafsir bir ar-Ra’yi Nalar Tafsir bir Ra’yi merupakan cara penafsiran Al-Qur’an dengan dan penalaran dari mufasir. Mufasir dalam punya kebebasan menafsirkan al-Qur’an. Hal tersebut tentu dibatasi oleh kaidah-kaidah penafsiran al-Qur’an, agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dalam menafsirkan Al-Qur’an. Model Tafsir bir ar-ra’yi dapat dilihat dalam kitab tafsir, sbb § ا نوا ر ا لتنزيل وا سرا ر ا لتاء ويل- al-Baidhawy 691 H. § مدا رك التنزيل وحقا تق ا لتاء ويل- al-Nasafy w. 701 H. § لبا ب ا لتاءويل فى ا لتنزيل- al-Khazin w. 741 H. § ا رشا د ا لعقل ا لسليم الى مزا يا ا لكتب ا لكريم-Abu al-Su’ud w. 982 §Ù…فا تيح ا لغيب - al-Fakhr al-Razi w. 606 H.[14] 3. Bentuk Tafsir as-Shufi Tafsir as-Shufi mulai berkembang ketika ilmu-ilmu agama dan sains mengalami kemajuan pesat serta kebudayaan Islam tersebar di seluruh pelosok dunia dan mengalami kebangkitan dalam segala seginya. Tafsir ini lebih menekankan pada aspek esoterik atau isyarat-isyarat yang tersirat dari ayat oleh para sufi. Para tokoh aliran ini menamakan tafsir mereka dengan al-Tafsir al-Isyari, yaitu menta’wil ayat-ayat, berbeda dengan arti zhahirnya, berdasarkan isyarat-isyarat tersembunyi yang hanya tampak jelas oleh para pemimpin suluk, namun tetap dapat dikompromikan dengan arti zhahir yang dimaksudkan. Di antara kitab-kitab tafsir al-Quran bercorak sufi adalah Tafsir al-Qur’an al-Karim oleh al-Tustari w. 383 H; Haqaiq al-Tafsir, oleh al-Sulami H, Araisy al-Bayan fi Haqaiq al-Qur’an, karya al-Syairazi w. 606 H, Latha’if al-Isyarah, karya al-Qusyairi H.[15] 4. Bentuk Tafsir al-Fikhi Hukum Tafsir Fikih adalah tafsir yang menekankan pada tinjauan hukum dari ayat yang ditafsirkan. Tafsir ini banyak di temukan dalam kitab-kitab fikih yang ditulis imam-imam dari berbagai mazhab yang berbeda. Tafsir yang ditulis tersebut menguatkan dalil atas kebenaran mazhab.[16] Para mufasir menggunakan kaidah ushul dalam menafsirkan ayat. Kaidah-kaidah tersebut adalah a. Kaidah yang berkaitan dengan al-amr wa al-nahy Al-amr adalah tuntutan untuk melaksanakan sesuatu pekerjaan dari pihak yang lebih tinggi derajatnya kapada pihak yang lebih rendah. Sedangkan al-nahy merupakan kebalikan dari al-amr. Apabila Allah swt memerintahkan sesuatu berarti melarang untuk melakukan sebaliknya. b. Kaidah-kaidah ushuli lainnya antara lain 1. Am dan Khash. Am adalah lafaz yang mencakup seluruh satuan-satuan yang pantas baginya dan tidak terbatas dalam jumlah tertentu. Sedangkan lafaz khash merupakan kebalikan dari lafaz Am, yaitu yang tidak menghabiskan semua apa yang pantas baginya tanpa ada pembatasan. 2. Mujmal dan Mubayyan. Mujmal adalah lafaz yang mengandung dua makna atau lebih, yang kesemuanya masih sulit untuk ditentukan secara pasti mana yang lebih tepat untuknya, karena makna yang dikandung oleh lafaz tersebut sama-sama kuatnya. Sedangkan mubayyan merupakan penjelas terhadap lafaz yang masih mujmal pengertiannya. 3. Manthuq dan Mafhum. Manthuq adalah sesuatu makna yang ditunjukkan oleh ucapan lafaz itu sendiri. Dengan kata lain, pengucapan lafaz itu sendirilah yang memberi jalan bagi kita untuk dapat mengerti maksud kandungannya sehingga tidak ada kemungkinan makna lain kecuali apa yang dapat dimengerti dari teks itu sendiri. Sedangkan mafhum adalah sesuatu makna dari suatu lafaz yang ditunjukkan secara tersirat. 4. Muthlaq dan Muqayyad. Muthlaq adalah suatu lafazh yang menunjukkan kepada satu-satuan tertentu tetapi tanpa adanya pembatasan. Sedangkan yang dimaksud lafazh muqayyad adalah kebalikan dari lafazh muthlaq. Manna’ al-Qaththan dalam Mabahis fi Ulum al-Qur’an, mendefinisikannya sebagai suatu lafazh yang menunjukkan atas suatu hakikat dengan adanya batasan. 5. Hakikat dan Majas. Hakikat merupakan suatu lafaz yang tetap pada makna aslinya, dan tidak ada taqdim makna yang didahulukan dan ta’khir makna yang diakhirkan di dalamnya. Sedangkan majaz adalah lafaz yang digunakan untuk suatu arti, yang semua lafaz itu bukan diciptakan untuknya.[17] Di antara kitab-kitab tafsir yang bercorak tafsir al-Fikhi ini adalah § احكا Ù… ا لقر ا Ù† , oleh al-Jash-Shash w. 370 H § ا حكا Ù… ا لقران , karya Ibn al-Arabi w. 543 H § الجا مع لا حكا Ù… ا لقرا Ù† , oleh al-Qurthuby w. 671 [18] 5. Bentuk Tafsir al - Falsafi Filsafat Tafsir Falsafi merupakan ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan filsafat. Pendekat filsafat yang digunakan adalah pendekatan yang berusaha melakukan sintesis dan siskretisasi antara teori-teori filsafat dengan ayat-ayat al-Qur’an. Selain itu juga menggunakan pendekatan yang berusaha menolak teori-teori filsafat yang dianggap bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur’an. Tafsir ini hadir di tengah-tengah pesatnya perkembangan ilmu dan budaya dan gerakan penerjemahan buku-buku falsafah dari Yunani dimasa Dinasti Bani Abbasiyah. Tokoh-tokoh Islam yang membaca buku-buku filsafat dari Yunani terbagi kepada dua golongan. Pertama, golongan yang menolak falsafat, karena mereka menemukan adanya pertentangan antara falsafat dan agama. Kelompok ini secara radikal menentang falsafat dan berupaya menjauhkan umat darinya. Tokoh pelopor kelompok ini adalah Imam Ghazali[19] dan al-Fakr al-Razi. Imam Ghazali bahkan secara khusus menulis tentang metode falsafat yang menurutnya rancu.[20] Kedua, golongan yang mengagumi dan menerima falsafat, meskipun didalamnya terdapat ide-ide yang bertentangan dengan nash-nash syara’. Kelompok ini berupaya mengkompromikan atau mencari titik temu antara falsafat dan agama serta berusaha menyingkirkan segala pertentangan. Di antara kitab-kitab tafsir yang ditulis berdasar corak falsafi ini, yaitu dari golongan pertama yang menolak falsafat adalah kitab tafsir Mafatih al-Ghaib, oleh al-Fakhr al-Razi w. 606 H. Al-Imam al-Ghazali, melalui kitabnya Ihya ulum ad-Din dan Jawahir al-Qur’an, Al-Imam al-Suyuthy, melalui kitabnya al-Itqan. Sayangnya tak ada kitab tafsir al-Qur’an secara lengkap dan utuh versi para filosof. Namun demikian ada yang tematik dan mengupas mendalam tentang ketuhanan, kosmologi dan hal-hal yang menjadi kajian utama filsafat. Hikmah bersentuhannya filsafat Yunani dengan Islam, lahirnya filosof-filosof dari kalangan Islam. 6. Bentuk Tafsir al-Ilmi Ilmu Tafsir ini mulai muncul dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, sehingga tafsir ini dalam menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan ilmiah atau dengan menggunakan teori-teori ilmu pengetahuan. Dalam tafsir ini mufasir berusaha mengkaji al-Qur’an dengan dikaitkan dengan fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta ini. Tafsir ini terbatas pada ayat-ayat tertentu dan bersifat parsial, terpisah dengan ayat-ayat lain yang berbicara pada masalah yang sama. Tafsir ini lebih dekat kepada model metode Tafsir Ijmali. Meskipun terdapat berbagai kendala dan rintangan serta tantangan, nampaknya masih ada tokoh-tokoh ulama kontemporer yang berminat melakukan kajian al-Tafsir al-Ilmi untuk menyingkapi makna ayat-ayat kauniyah. Tokoh ulama yang dimaksud antara lain a. Al-Ustazd Dr. Muhammad Ahmad al-Ghamrawi. Didalam kitabnya, Sunanullah al-Kauniyah, dia telah mengemukakan pembahasan panjang lebar mengenai ayat-ayat al-Qur’an yang menunjuk kepada masalah meteorologi. b. Al-Ustazd Dr. Abd al-Aziz Ismail. Didalam karyanya, al-Islam wa al-Thib al-Hadist, tokoh ini menafsirkan sebagian ayat-ayat kawniyah secara ilmiah seraya mengungkapkan aspek-aspek kemukjizatannya. c. Al-Syekh Thanthawi Jauhari. Melalui kitab tafsirnya yang tebal, beliau telah mengemukakan pembahasan mengenai berbagai macam ilmu yang disyaratkan oleh ayat-ayat kawniyah. Andaikan tokoh ini tidak sempat memberikan penjelasan yang luas dan panjang lebar, niscaya masih banyak hakikat dan nilai ilmu yang ada di dalam ayat tersebut tetep tersembunyi. d. Ahmad Mukhtar al-Ghazi. Didalam kitab yang diberi judul Riyadh al-Mukhiar, tokoh ini banyak membahas ayat-ayat kawniyah, pembahasannya tersebut terbatas pada sudut pandang salah satu aspek dari sekian banyak aspek ilmu modern. e. Al-Ustadz Hanafi Ahmad, seperti yang terdapat dalam karyanya, al-Tafsir al-Ilmi li al-Ayat al-Kawniyah fi al-Qur’an al-Karim. [21] 7. Bentuk Adab al-Ijtima’i Tafsir adalah suatu metode tafsir yang coraknya menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan kemasyarakatan, serta usaha-usaha untuk menanggulangi masalah-masalah kemasyarakatan berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dengan mengemukakannya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan indah didengar.[22] Tafsir ini mengandalkan kekuatan bahasa dan sastra budaya mufasir, dikaitkan dengan persoalan kekinian pada masanya. Tafsir al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha dapat digolongkan mengikuti corak ini, yang banyak memberi sumbangan persoalan kemasyarakatan kekinian pada masa itu. Contoh-Contoh Tafsir Tahlili 1. Contoh Metode Tafsir Ma'tsuri Salah satu contoh Metode Tafsir Tahlili yang menggunakan bentuk penafsiran ayat dengan ayat, yaitu kata-kata al-muttaqin orang-orang bertakwa dalam ayat 2, Surat al-Baqarah dijabarkan ayat-ayat sesudahnya ayat-ayat 3-5 yang menyatakan الَّذِينَ ÙŠُؤْÙ…ِÙ†ُونَ بِالْغَÙŠْبِ ÙˆَÙŠُÙ‚ِيمُونَ الصَّÙ„َاةَ ÙˆَÙ…ِÙ…َّا رَزَÙ‚ْÙ†َاهُÙ…ْ ÙŠُÙ†ْفِÙ‚ُونَ Ùˆَالَّذِينَ ÙŠُؤْÙ…ِÙ†ُونَ بِÙ…َا Ø£ُÙ†ْزِÙ„َ Ø¥ِÙ„َÙŠْÙƒَ ÙˆَÙ…َا Ø£ُÙ†ْزِÙ„َ Ù…ِÙ†ْ Ù‚َبْÙ„ِÙƒَ ÙˆَبِالْØ¢ØِرَØ©ِ Ù‡ُÙ…ْ ÙŠُوقِÙ†ُونَ Ø£ُولَٰئِÙƒَ عَÙ„َÙ‰ٰ Ù‡ُدًÙ‰ Ù…ِÙ†ْ رَبِّÙ‡ِÙ…ْ ۖ ÙˆَØ£ُولَٰئِÙƒَ Ù‡ُÙ…ُ الْÙ…ُفْÙ„ِØ­ُونَ Yaitu orang-orang yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada Kitab al-Qur’an yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya kehidupan akherat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka orang-orang yang beruntung. 2. Contoh Metode Tafsir bir ar-Ra'yi Salah satu contoh penafsiran bi al-Ra’yi adalah penafsiran yang dikemukakan oleh imam al-Mahalli dan imam as-Sayuthi dalam kitab tafsir kolaborasi mereka “Tafsir Jalalain”, mengenai surat al-Isra’ ayat 85 ÙˆَÙŠَسْØ£َÙ„ُونَÙƒَ عَÙ†ِ الرُّوحِ ۖ Ù‚ُÙ„ِ الرُّوحُ Ù…ِÙ†ْ Ø£َÙ…ْرِ رَبِّÙŠ ÙˆَÙ…َا Ø£ُوتِيتُÙ…ْ Ù…ِÙ†َ الْعِÙ„ْÙ…ِ Ø¥ِÙ„َّا Ù‚َÙ„ِيلًا Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit. Imam al-Mahalli menafsirkan kata ”ruh” bahwa sesungguhnya ruh itu adalah jasad atau jisim halus jism al-lathif, yang dengan masuknya ia ke dalam diri manusia, maka manusia bisa hidup. Kemudian imam as-Suyuthi memberikan penafsiran bahwa perkara ruh itu termasuk ilmu Allah Ta’ala. Sebab itu menahan diri dari memberikan defenisinya adalah lebih baik. Karena tafsir ini termasuk tafsir bi al-Ra’yi yang ringkas maka kedua mufassir tersebut memberikan penjelasan yang singkat dengan pendapatnya dan menafsirkan ayat tersebut dengan mempertimbangkan maksud ayat dan syari’at. 3. Contoh Metode Tafsir as-Shufi Contoh yang dalam bentuk shufi, yaitu dari al-Alusy berkata tentang isyarat yang diberikan oleh firman Allah al-Baqarah 45, sebagai berikut Ùˆَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ ÙˆَالصَّÙ„َاةِ ۚ ÙˆَØ¥ِÙ†َّÙ‡َا Ù„َÙƒَبِيرَØ©ٌ Ø¥ِÙ„َّا عَÙ„َÙ‰ الْØَاشِعِينَ Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu berat, keculi bagi orang-orang yang khusyu’. 2 45 Bahwa shalat adalah sarana untuk memusatkan hati untuk menangkap tajally penampakan diri Allah dan hal ini sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang luluh dan lunak hatinya untuk menerima cahaya-cahaya dari tajally-tajally Allah yang amat halus dan menangkap kekuasaan-Nya yang perkasa. Merekalah orang-orang yang yakin, bahwa mereka benar-benar berada di hadapan Allah dan hanya kepada-Nyalah mereka kembali, dengan menghancurkan sifat-sifat kemanusiaan mereka fana’ dan meleburkannya ke dalam sifat-sifat Allah baqa’, sehingga mereka tidak menemukan selain eksistensi Allah sebagai Raja yang Maha Halus dan Maha Perkasa. Contoh lain, dapat dikemukakan Al-alusi ketika menolak pendapat Mu’tazilah dan membela Asy’ariyah, dalam menafsirkan surat al Kahfi ayat 29. ÙˆَÙ‚ُÙ„ِ الْØ­َÙ‚ُّ Ù…ِÙ†ْ رَبِّÙƒُÙ…ْ ۖ فَÙ…َÙ†ْ Ø´َاءَ فَÙ„ْÙŠُؤْÙ…ِÙ†ْ ÙˆَÙ…َÙ†ْ Ø´َاءَ فَÙ„ْÙŠَÙƒْفُرْ ۚ Ø¥ِÙ†َّا Ø£َعْتَدْÙ†َا Ù„ِلظَّالِÙ…ِينَ Ù†َارًا Ø£َØ­َاØَ بِÙ‡ِÙ…ْ سُرَادِÙ‚ُÙ‡َا ۚ ÙˆَØ¥ِÙ†ْ ÙŠَسْتَغِÙŠØُوا ÙŠُغَاØُوا بِÙ…َاءٍ ÙƒَالْÙ…ُÙ‡ْÙ„ِ ÙŠَØ´ْÙˆِÙŠ الْÙˆُجُوهَ ۚ بِئْسَ الشَّرَابُ Ùˆَسَاءَتْ Ù…ُرْتَفَÙ‚ًا Dan katakanlah "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. QS. 1829 Menurut al-Alusi, ayat ini tidak menunjukkan adanya free will dan free act sebagaimana yang diklaim oleh kaum Mu’tazilah. Hal ini karena free will dan free act bertentangan dengan dua hal; Pertama, bila untuk berbuat manusia perlu berkehendak, maka untuk membuat kehendak manusia juga perlu berkehendak, begitu seterusnya, sehingga akan terjadi proses teologis yang tidak ada ujung pangkalnya. Kedua, Allah SWT telah berfirman dalam surat al-Insan ayat 30. ÙˆَÙ…َا تَØ´َاءُونَ Ø¥ِÙ„َّا Ø£َÙ†ْ ÙŠَØ´َاءَ اللَّÙ‡ُ ۚ Ø¥ِÙ†َّ اللَّÙ‡َ Ùƒَانَ عَÙ„ِيمًا Ø­َÙƒِيمًا Dan kamu tidak mampu menempuh jalan itu, kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.QS. 7630 Ayat ini jelas menunjukkan bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah. Demikian menurut al-Alusi.[23] 4. Contoh Metode Tafsir al-Fikhi Tafsir al-fikhi menitikberatkan perspektif hukum yang akan diambil dari al-Quran. Namun demikian tetap dengan kajian komperehensif. Hal ini seperti yang ditulis Al-Qurtubi. Metodologi tafsirnya adalah; menyebutkan asbabun nuzul sebab-sebab turunnya ayat, mengemukakan ragam Qira’at dan i’rab, menjelaskan lafazh-lafazh yang gharib asing, melacak dan menghubungkan berbagai pendapat kepada sumbernya, menyediakan paragraph khusus bagi kisah para mufassir dan berita-berita dari para ahli sejarah, mengutip dari para ulama terdahulu yang dapat dipercaya, khususnya penulis kitab hukum. Misalnya, ia mengutip dari ibnu Jarir Ath-Thabari. Ibnu Athiyah, Ibnu Arabi, Alkiya Harrasiy dan Abu bakar Al-Jasshash. Al-Qurtubi sangat luas dalam mengkaji ayat-ayat hukum. Ia mengetengahkan masalah-masalah khilafiyah, hujjah bagi setiap pendapat lalu mengomentarinya. Dia tidak fanatik madzhab. Contohnya saat menafsirkan firman Allah, al-Baqarah ayat 187. Ø£ُØ­ِÙ„َّ Ù„َÙƒُÙ…ْ Ù„َÙŠْÙ„َØ©َ الصِّÙŠَامِ الرَّفَØُ Ø¥ِÙ„َÙ‰ٰ Ù†ِسَائِÙƒُÙ…ْ ۚ Ù‡ُÙ†َّ Ù„ِبَاسٌ Ù„َÙƒُÙ…ْ ÙˆَØ£َÙ†ْتُÙ…ْ Ù„ِبَاسٌ Ù„َÙ‡ُÙ†َّ ۗ عَÙ„ِÙ…َ اللَّÙ‡ُ Ø£َÙ†َّÙƒُÙ…ْ ÙƒُÙ†ْتُÙ…ْ تَØْتَانُونَ Ø£َÙ†ْفُسَÙƒُÙ…ْ فَتَابَ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ Ùˆَعَفَا عَÙ†ْÙƒُÙ…ْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُÙ†َّ Ùˆَابْتَغُوا Ù…َا Ùƒَتَبَ اللَّÙ‡ُ Ù„َÙƒُÙ…ْ ۚ ÙˆَÙƒُÙ„ُوا Ùˆَاشْرَبُوا Ø­َتَّÙ‰ٰ ÙŠَتَبَÙŠَّÙ†َ Ù„َÙƒُÙ…ُ الْØَÙŠْØُ الْØ£َبْÙŠَضُ Ù…ِÙ†َ الْØَÙŠْØِ الْØ£َسْÙˆَدِ Ù…ِÙ†َ الْفَجْرِ ۖ ØُÙ…َّ Ø£َتِÙ…ُّوا الصِّÙŠَامَ Ø¥ِÙ„َÙ‰ اللَّÙŠْÙ„ِ ۚ ÙˆَÙ„َا تُبَاشِرُوهُÙ†َّ ÙˆَØ£َÙ†ْتُÙ…ْ عَاكِفُونَ فِÙŠ الْÙ…َسَاجِدِ ۗ تِÙ„ْÙƒَ Ø­ُدُودُ اللَّÙ‡ِ فَÙ„َا تَÙ‚ْرَبُوهَا ۗ ÙƒَذَٰÙ„ِÙƒَ ÙŠُبَÙŠِّÙ†ُ اللَّÙ‡ُ آيَاتِÙ‡ِ Ù„ِلنَّاسِ Ù„َعَÙ„َّÙ‡ُÙ…ْ ÙŠَتَّÙ‚ُونَ Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah meng-ampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minum-lah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam, tetapi janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. Ada banyak hal yang dibahas dalam ayat ini, sesudah mengemukakan perbedaan pendapat para ulama mengenai hukum orang yang akan makan siang hari dibulan Ramadhan karena lupa, dan mengutip pendapat Imam Malik, yang mengatakan batal dan wajib mengqadha; Ia mengatakan, “Menurut pendapat selain Imam Malik, tidaklah dipandang batal setiap orang yang makan karena lupa akan puasanya, dan jumhur pun berpendapt sama bahwa barang siapa makan atau minum karena lupa, ia tidak wajib mengqadha’nya. Dan puasanya tetap sempurna. Hal ini berdasarkan pada hadits Abu Hurairah, katanya, Rasulullah bersabda, “jika seseorang sedang berpuasa lalu makan atau minum karena lupa, maka yang demikian adalah rezeki yang diberikan Allah kepadanya, dan ia tidak wajib mengqadha’nya.” Dari kutipan ini kita melihat, dengan pendapat yang dikemukakannya itu Al-Qurtubi tidak lagi sejalan dengan madzhabnya sendiri, ia berlaku adil terhadap madzhab lain. Al-Qurtubi juga melakukan konfrontasi terhadap sejumlah golongan lain. misalnya, ia menyanggah kaum Mu’tazilah, Qadariyah, Syi’ah Rafidhah, para filosof dan kaum sufi ynag ekstrim. Tetapi dilakukan dengan bahasa yang halus. Dan didorong oleh rasa keadilan, kadang-kadang ia pun membela orang-orang yang di serang oleh ibn Arabi dan mencelanya karena ungkapan-ungkapannya yang kasar dan keras terhadap ulama. Dan jika perlu mengkritik, maka kritikannya pun bersih serta dilakukan dengan cara sopan dan terhormat. 5. Contoh Metode Tafsir al-Falsafi Beberapa pendapat para filosof muslim dalam menafsirkan al-Qur’an dapat dilihat dalam karya Al-Farabi, Ikhwanus Shafa dan Ibnu Sina. Al-Farabi menulis Fushus al-Hikam yang memuat beberapa penafsirannya terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dengan pendekatan filosofis. Salah satunya adalah penafsirannya terhadap Surat al-Hadid ayat 3. Ù‡ُÙˆَ الْØ£َÙˆَّÙ„ُ ÙˆَالْØ¢Øِرُ Ùˆَالظَّاهِرُ ÙˆَالْبَاØِÙ†ُ ۖ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ بِÙƒُÙ„ِّ Ø´َÙŠْØ¡ٍ عَÙ„ِيمٌ Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Penafsiran Al-Farabi terhadap ayat ini bercorak platonik, yakni penafsiran Plato tentang kekekalan alam. Oleh karena itu Al-Farabi menafsirkan kepemulaan Allah dari segi bahwa segala yang ada dan mengakibatkan adanya yang lain, itu semua adalah berasal dari-Nya. Allah adalah yang pertama dari segi ada-Nya. Ia yang pertama dari setiap waktu yang keberadaanya bergantung pada-Nya. Telah ada waktu ketika tidak ada sesuatu selain dari-Nya.[24] Berkenaan dengan lanjutan ayat ini yaitu pada kalimat “Ùˆَٱلظَّٰاهِرُ ÙˆَٱلْبَاØِÙ†ُ” artinya “Dia Yang Maha Dhahir dan Maha Bathin”, al-Farabi menafsirkan dengan menyatakan bahwa Tidak ada wujud yang lebih sempurna selain dari wujudNya, tidak ada yang tersembunyi kekurangan wujudNya dan Dia ada pada dzat yang Dhahir, dan tidak pantas muncul pada yang batin. DenganNya nampak segala sesuatu yang dhahir seperti matahari, dan nampak segala sesuatu yang tersembunyi dari persembunyiannya. Contoh tafsir ibn Rusyd Jika alam ini baru dan yang mengadakan adalah Allah maka pertanyaan yang muncul, bagaimana membuktikan bahwa Allah itu esa. Dalam hal ini rupanya Ibnu Rusyd menggunakan argumen teologis yang biasa dipakai oleh kaum teolog, yaitu Surat al-Anbiya’ ayat 22. Ù„َÙˆْ Ùƒَانَ فِيهِÙ…َا آلِÙ‡َØ©ٌ Ø¥ِÙ„َّا اللَّÙ‡ُ Ù„َفَسَدَتَا ۚفَسُبْØ­َانَ اللَّÙ‡ِ رَبِّ الْعَرْØ´ِ عَÙ…َّا ÙŠَصِفُونَ Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai `Arsy daripada apa yang mereka sifatkan. 21 22. Sebagaimana halnya para teolog di sini ibn Rusyd menjelaskan ayat tersebut dengan al-Qiyas ala al-gho’ib bi asy-Syahid yaitu menganalogikan yang gaib dengan yang nyata. Kata Ibnu Rusyd ”Sudah menjadi hal yang maklum bahwa berkumpulnya dua penguasa di satu negeri menyebabkan rusaknya negeri tersebut”. Demikian pula jika di alam ini ada-dua tuhan bahkan lebih niscaya akan alam ini akan rusak, namun kenyataan membuktikan bahwa alam ini tetapberjalan baik dan teratur, berartl Allah itu esa. Ibnu Rusyd kemudian memperkuat logika tersebut dengan ayat lain yaitu Ù…َا اتَّØَذَ اللَّÙ‡ُ Ù…ِÙ†ْ ÙˆَÙ„َدٍ ÙˆَÙ…َا Ùƒَانَ Ù…َعَÙ‡ُ Ù…ِÙ†ْ Ø¥ِÙ„َٰÙ‡ٍ ۚØ¥ِذًا Ù„َذَÙ‡َبَ ÙƒُÙ„ُّ Ø¥ِÙ„َٰÙ‡ٍ بِÙ…َا ØَÙ„َÙ‚َ ÙˆَÙ„َعَÙ„َا بَعْضُÙ‡ُÙ…ْ عَÙ„َÙ‰ٰ بَعْضٍ ۚسُبْØ­َانَ اللَّÙ‡ِ عَÙ…َّا ÙŠَصِفُونَ Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan yang lain besertanya, kalau ada Tuhan besertanya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya dan sebagian dari tuhantuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha suci Allah dari apa yang mereka sifatkan. al-Mukminun 23 91[25] 6. Contoh Metode Tafsir al-Ilmi Contoh-contoh penafsiran dengan tafsir ilmi dapat diambil dari al-Baqarah 61 yang bercerita tentang kaum Nabi Musa yang tidak puas dengan makan satu jenis makanan di pegunungan. ÙˆَØ¥ِذْ Ù‚ُÙ„ْتُÙ…ْ ÙŠَا Ù…ُوسَÙ‰ Ù„َÙ†ْ Ù†َصْبِرَ عَÙ„َÙ‰ Øَعَامٍ Ùˆَاحِدٍ فَادْعُ Ù„َÙ†َا رَبَّÙƒَ ÙŠُØْرِجْ Ù„َÙ†َا Ù…ِÙ…َّا تُÙ†ْبِتُ الأرْضُ Ù…ِÙ†ْ بَÙ‚ْÙ„ِÙ‡َا ÙˆَÙ‚ِØَّائِÙ‡َا ÙˆَفُومِÙ‡َا ÙˆَعَدَسِÙ‡َا ÙˆَبَصَÙ„ِÙ‡َا Ù‚َالَ Ø£َتَسْتَبْدِÙ„ُونَ الَّذِÙŠ Ù‡ُÙˆَ Ø£َدْÙ†َÙ‰ بِالَّذِÙŠ Ù‡ُÙˆَ ØَÙŠْرٌ اهْبِØُوا Ù…ِصْرًا فَØ¥ِÙ†َّ Ù„َÙƒُÙ…ْ Ù…َا سَØ£َÙ„ْتُÙ…ْ Ùˆَضُرِبَتْ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِÙ…ُ الذِّÙ„َّØ©ُ ÙˆَالْÙ…َسْÙƒَÙ†َØ©ُ Ùˆَبَاءُوا بِغَضَبٍ Ù…ِÙ†َ اللَّÙ‡ِ ذَÙ„ِÙƒَ بِØ£َÙ†َّÙ‡ُÙ…ْ Ùƒَانُوا ÙŠَÙƒْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّÙ‡ِ ÙˆَÙŠَÙ‚ْتُÙ„ُونَ النَّبِÙŠِّينَ بِغَÙŠْرِ الْØ­َÙ‚ِّ ذَÙ„ِÙƒَ بِÙ…َا عَصَÙˆْا ÙˆَÙƒَانُوا ÙŠَعْتَدُونَ Dan ingatlah, ketika kamu berkata “Hai Musa, kami tidak bisa sabar tahan dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya”. Musa berkata “Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? 2. 61 Thantowi Jauhari w. 1940 M mengomentari ayat ini dengan mengambil teori ilmiah Eropa, yakni bahwa model kehidupan Baduwi di pedesaan atau pegunungan, yang biasanya orang mengkonsumsi makanan manna wa salwa jenis makanan yang tanpa efek samping dengan kondisi udara yang bersih, jauh lebih baik daripada model kehidupan di perkotaan yang biasanya orang suka mengkonsumsi makanan siap saji, daging-daging, dan berbagai ragam makanan lainnya, ditambah lagi polusi udara yang sangat membahayakan kesehatan.[26] Contoh lain dapat ditemukan dalam penafsiran M. Abduh terhadap surat al-Fil 3 - 4 yang menafsirkan kata thayran ababil burung Ababil dengan mikroba dan kata al-hijarah batu dengan kuman penyakit. Atau, penafsiran Abdul al-Razq Nawfal pada al-A’raf 189. Ù‡ُÙˆَ الَّذِÙŠ ØَÙ„َÙ‚َÙƒُÙ…ْ Ù…ِÙ†ْ Ù†َفْسٍ ÙˆَاحِدَØ©ٍ ÙˆَجَعَÙ„َ Ù…ِÙ†ْÙ‡َا زَÙˆْجَÙ‡َا Ù„ِÙŠَسْÙƒُÙ†َ Ø¥ِÙ„َÙŠْÙ‡َا فَÙ„َÙ…َّا تَغَØ´َّاهَا Ø­َÙ…َÙ„َتْ Ø­َÙ…ْلا Øَفِيفًا فَÙ…َرَّتْ بِÙ‡ِ فَÙ„َÙ…َّا Ø£َØْÙ‚َÙ„َتْ دَعَÙˆَا اللَّÙ‡َ رَبَّÙ‡ُÙ…َا Ù„َئِÙ†ْ آتَÙŠْتَÙ†َا صَالِØ­ًا Ù„َÙ†َÙƒُونَÙ†َّ Ù…ِÙ†َ الشَّاكِرِينَ Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan beberapa waktu. Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya suami istri bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang sempurna, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur". & 189 Al-Razq menafsirkan kata nafsu al-wahidah diri yang satu dengan proton dan zawjaha dengan pasangannya elektron, dan masing-masing keduanya membentuk unsur atom. Contoh lain, ada penafsiran ayat dalam surah Yasiin ayat 38 ÙˆَالشَّÙ…ْسُ تَجْرِÙŠ Ù„ِÙ…ُسْتَÙ‚َرٍّ Ù„َّÙ‡َا ۚ ذَٰÙ„ِÙƒَ تَÙ‚ْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَÙ„ِيمِ Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. QS. Yaasin 38 Pada masa-masa sebelumnya, para mufassir menafsirkan ayat ini dengan gerakan lahiriah matahari yang berjalan sehari-hari atau per musim. Akan tetapi, pada masa kini, berdasarkan penemuan-penemuan ilmiah dan sains baru, para ahli tafsir menafsirkan ayat tersebut dengan gerakan matahari menuju suatu titik tertentu yang di situ terdapat planet Vega. Semua penafsiran itu masih disertai dengan kehati-hatian dan bersifat moderatif. Akan tetapi, di beberapa kalangan mufassirin kita melihat keteledoran dan keberlebihan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan rangka mendukung metode penafsiran ilmiah. 7. Contoh Metode Tafsir Adab al-Ijtima'i Corak tafsir adabi ijtimai bukan lagi hanya memfokuskan pada pemaknaan linguistik, tetapi juga melihat keterkaitan makna ayat dengan aspek-aspek atau persoalan yang muncul pada zaman sekarang, sehingga al-Qur’an bukan lagi dianggap sebagai kitab suci yang memiliki sastra tinggi, namun al-Qur’an dapat berfungsi sebagaimana fungsi utamanya bagi masyarakat umat Islam, yakni sebagai petunjuk dalam hidup. Hal inilah yang menjadikan titik perbedaan antara corak tafsir adabi ijtimai dengan yang lainnya. Sebagaimana dapat dilihat dalam contoh penafsiran Juz Amma oleh Muhammad Abduh dalam QS. al-Fiil 3-4. ÙˆَØ£َرْسَÙ„َ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِÙ…ْ ØَÙŠْرًا Ø£َبَابِيل تَرْÙ…ِيهِÙ… بِØ­ِجَارَØ©ٍ Ù…ِّÙ† سِجِّيلٍ Dan Dia kirimkan kepada mereka, burung-burung yang berbondong-bondong. Yang melempari mereka dengan batu berasal dari tanah yang terbakar. 3-4 Kata أبابيل ialah kawanan burung atau kuda dan sebagainya yang masing-masing kelompok mengikuti kelompok lainnya. sedangkan yang dimaksud dengan ØÙŠØ±Ø§ ialah hewan yang terbang di langit, baik yang bertubuh kecil ataupun besar; tampak oleh penglihatan mata ataupun tidak, ”yang melempari mereka dengan batu-batu dari tanah yang membatu”. Kata سجيل berasal dari bahasa Persia yang bercampur dengan bahasa Arab, yang berarti tanah yang membatu.[27] Abduh menjelaskan bahwa lafaz ØÙŠØ±Ø§ tersebut merupakan dari jenis nyamuk atau lalat yang membawa benih penyakit tertentu. Dan lafaz بحجارة itu berasal dari tanah kering yang bercampur dengan racun, dibawa oleh angin lalu menempel di kaki-kaki binatang tersebut. Dan apabila tanah bercampur racun itu menyentuh tubuh seseorang, racun itu masuk ke dalamnya melalui pori-pori, dan menimbulkan bisul-bisul yang pada akhirnya menyebabkan rusaknya tubuh serta berjatuhannya daging dari tubuh itu.[28] Dengan begitu, dapat dilihat bahwa penafsiran Abduh ini, lebih bersifat soaial masyarakat modern. Dalam artian bahwa beliau lebih menonjolkan ketelitian redaksi ayat-ayat tersebut, kemudian menguraikan makna yang dikandung dalam ayat tersebut dengan redaksi yang menarik hati, dan adanya upaya untuk menghubungkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hukum-hukum alam yang berlaku dalam masyarakat. Berbeda hal nyadengan corak penafsiran lain yang dilakukan oleh beberapa ulama era klasik ataupun pertengahan. Sebut saja misalnya penafsiran dalam Tafsir al-Qurthubi dengan corak fiqhinya, yang hanya menafsirinya dengan memaknai ayat secara linguistik saja. Yakni hanya membahas mengenai segi kebalaghannnya saja dengan mengkaitkannya pada riwayat-riwayat dari beberapa sahabat. Tanpa memaknainya dengan mengkaitkan kehidupan sosial atau pengetahuan yang ada ketika itu dalam masyarakat. Beliau lebih mencantumkan mengenai perbedaan dari beberapa sahabat dengan pengertian bahwa lafaz ØÙŠØ±Ø§ berarti burung yang lebih mirip dengan kelelawar yang bewarna merah dan hitam, sebagaimana yang diriwayatkan Aisyah. Disebutkan juga bahwa lafaz tersebut bermakna burung khudlur riwayat Said bin Jubair, dan sebagainya. Sedangkan mengenai lafaz بحجارة dalam tafsir tersebut ditafsiri dengan batu yang terbuat dari tanah liat, yang dibakar di atas api neraka, dan pada batu-batu itu tertuliskan nama setiap orang yang berhak atasnya.[29] Maka dapat disimpulkan dari contoh tersebut bahwa dalam corak Adabi Ijtimai mempunyai karakteristik atau ciri tersendiri dalam penafsirannya. Yakni bahwa corak tafsir tersebut berkaitan dengan kehidupan sosial dan perkembangan pengetahuan yang berkembang pada masa modern. Kelebihan dan Kelemahan Suatu metode yang dilahirkan seorang manusia dengan segenap kemampuannya selalu memiliki kelemahan dan keistimewaan. Pun begitu Metode Tafsir Tahlili. Namun perlu disadari keistimewaan dan kelemahan yang dimaksud bukanlah suatu hal yang negatif karena kegiatan ini usaha untuk menggali kandungan al-Quran, yang tentunya mufassir selalu berhati-hati dan berkerendahan hati. Tafsir Tahlili ditemukan beberapa keistimewaan diantaranya Pertama, tafsir ini biasanya selalu memaparkan beberapa hadist ataupun perkataan sahabat dan para tabiin yang berkenaan dengan pokok pembahasan pada ayat. Juga didalamnya terdapat beberapa analisa mufassir mengenai hal-hal umum yang terjadi sesuai dengan ayat. Dengan demikian, informasi wawasan yang diberikan dalam tafsir ini sangat banyak dan dalam. Kedua, keistimewaan lainnya adalah adanya potensi besar untuk memperkaya arti kata-kata dengan usaha penafsiran terhadap kosa-kata ayat. Potensi ini muncul dari luasnya sumber tafsir metode tahlili tersebut. Penafsiran kata dengan Metode Tahlili akan erat kaitannya dengan kaidah-kaidah bahasa Arab dan tidak tertutup kemungkinan, kosa-kata ayat tersebut sedikit banyaknya bisa dijelaskan dengan kembali kepada arti kata tersebut seperti pemakaian aslinya. Pembuktian seperti ini akan banyak berkaitan dengan syair-syair kuno. Ketiga, keistimewaan lainnya adalah luasnya bahasan penafsiran. Pada dasarnya, selain detail, keluasan bahasan juga menjadi salah satu ciri khusus yang membedakan tafsir tahlili dengan tafsir ijmali. Sebuah ayat yang tidak ditafsirkan oleh metode ijmali kadang kala membutuhkan ruang yang banyak bila ditafsirkan dengan metode tahlili. Disamping keistimewaan, juga ada kelemahan. Namun sekali lagi kelemahan disini bukanlah merupakan kelemahan yang mengharuskan kita tidak menggunakan atau mengabaikan tafsir ini. Akan tetapi hendaknya dalam menyikapi kelemahan ini, kita harus dapat memilah milih beberapa informasi dan wawasan yang dipaparkan dalam metode penafsiran ini. Lebih dari itu, ketika zaman berganti, kekuatan penalaran berkembang, hasil usaha tafsir tahlili tentu saja beberapa penjelasan tidak lagi bisa diadopsi zaman. Kelemahan-kelemahan itu di antaranya adalah; pertama, yang sering disebutkan adalah berkenaan dengan israiliyat yang mungkin terkadang masuk dalam informasi yang diberikan mufassir. Juga sama halnya dengan berbagai hadist lemah yang tidak selayaknya digunakan pada tempat dan kondisi sesuai. Jadi analisa kritis yang mendalam, kelemahan-kelemahan ini sangat mungkin untuk dihindarkan. Selayaknyalah memang seorang mufassir yang berkompeten untuk memberikan perhatian serius terhadap sumber informasi yang ia gunakan dalam menafsirkan sebuah ayat. Israiliyyat tidaklah begitu sulit untuk dikenali, konsepnya hanyalah apakah informasi tersebut mempunyai sumber yang jelas atau tidak, bila sumbernya jelas dan kuat maka informasi tersebut bisa dipakai dan sebaliknya. Demikian pula dengan hadist-hadist dha’if ataupun pendapat-pedapat para sahabat maupun tabi’i. Hukum dasar hadist da’if adalah tidak boleh diamalkan, hal ini tentu saja berlaku dalam pemakaian sebagai sumber tafsir. Hadist dha’if tersebut hanya bisa dipakai sebagai penguat apabila ada hadist yang lebih kuat menjelaskan senada dengan hadist da’if tersebut. Kedua, tafsir tahlili adalah kesan pemaparan yang bertele-tele dan tidak sistematis. Tentu saja ini terjadi mengingat metode ini mengikuti susunan surat dan ayat dalam mushaf usmani. Sehingga tidak bisa disebut sistematis menurut alur pikir manusia hari ini. Keluasan masalah yang akan dipaparkan tentunya membuat panjang lebar dan berbeda dengan model pemaparan tafsir ijmali. Keluasan bahasan Tafsir Tahlili dalam menguraikan sebuah ayat tentu saja membutuhkan usaha yang lebih keras dan waktu yang lebih lama bagi seorang mufassir. Bagi beberapa golongan hal ini juga dianggap sebagai kelemahan dibandingkan dengan Tafsir Ijmali yang praktis dan sederhana. Sebagai catatan penutup, Metode Tafsir Tahlili merupakan tafsir al-Quran yang memiliki kelebihan dan kelemahan. Namun kitab-kitab tafsir yang dilahirkan dari metode inilah yang paling tepat untuk dibaca dan memahami al-Quran, setelah itu dilanjutkan dengan memelajari metode tafsir ijmali dan maudhui sebagai zoom out dan zoom in agar mendapat kandungan al-Quran. Begitu pula ketika akan menulis tafsir al-Quran, kita tidak bisa lepas dengan karya para ulama yang telah menulis tafsir dengan menggunakan metode ini. Setelah mengupas makalah ini, penulis dapat menyimpulkan, kerja tafsir bukan pekerjaan interpretasi biasa. Tetapi usaha sungguh-sungguh dan mendalam agar memahami ayat-ayat al-Quran secara komprehensif, tidak hanya satu dua ayat yang bisa berbahaya dari tujuan utama al-Quran diturunkan.[] DAFTAR PUSTAKA Abduh, Muhammad, Tafsir Juz Amma, tej. Muhammad Bagir, Bandung Mizan, 1999 Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, tej. Dudi Rosyadi dan Faturrahman, Jakarta PustakaAzzam, 2009 Abu al Fadl Mahmud al-Alusi, Ruh al-Ma’am fi Tafsir al-Qur’an Azim wa Sab’i al-Matsani, Beirut, Dar Ihya al-Turats al’arabi, Anwar, Rosihan, Ilmu Tafsir, Bandung Pustaka Setia, 2008 Aqil, Said Husin al-Munawwar, al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta Ciputat Pers, 2002 Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Yogyakarya Pustaka Pelajar, 1998 Hasan, Ali Al-Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 1994 Hayy Al-Farmawi, Abdul, Tafsir Maudhu‟i Suatu Pengantar, Jakarta Raja Grafindo Persada, 1996 Husaini, Sayid Musa, Metode Penafsiran Saintis di Dalam Buku-buku Tafsir Modern, diakses Jumat 28/10, WIB. Kholis, Nur, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses Offset, 2008 Mustaqim, Abdul, Aliran-Aliran Tafsir, dari perode klasik hingga kontemporer, Yogyakarta; Kreasi Warna, 2005 Majid, Abdul Majid Abdussalam al-Muntasib, Visi dan Paradigma Tafsir Al-Qur’an Kontemporer, terj. Mohammad Maghfur Wachid. Judul asli Ittijaahat at-Tafsiir fi al-Ashri ar-Rahin, Bangil Al-Izzah, 1997 Izzan, Ahmad, Metodologi Ilmu Tafsir, Bandung Tafakur, 2011, cet. III Syarif, Para Filosof Muslim, cet I, Bandung Mizan, 1985 Suryadilaga, M. Alfatih, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta Teras. 2005 Nata, Abuddin, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf; Dirasah Islamiyah IV, Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 2001 Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, I, II Jakarta UI-Press, 1979 _______________,Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, cet. III, Jakarta Bulan Bintang, 1983 Solihin, M, Tasawuf Tematik Membedah Tema-tema Penting Tasawuf, Bandung Pustaka Setia, 2003 Supiana dan M. Karman, Ulumul Qur’an, Bandung Pustaka Islamika, 2002 Tantawi Jauwhari, Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an al-Karim al-Mushtamil ala Ajaib Badai’ al-Mukawwanat wa Gharib al-Ayat al-Bahirat al-Musama, Juz 1, Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2004 Quraish, M. Shihab, Mukjizat Al-Qur’an, Bandung Mizan, 1998 ________________, Membumikan Al-Qur’an, Bandung Mizan, 1996 __________________, Sejarah & al-Ulum al-Qur’an, Jakarta Pustaka Firdaus, 2001 Yuminah, Corak Penafsiran, dipresentasekan dalam kuliah, Senin 3/10 [1]Basuki Tjahya Purnama alias Ahok dalam suatu kesempatan di Kepulauan Seribu melontarkan pernyataan tentang pihak lawan politiknya memakai propaganda deengan landasan ayat al-Maidah 51, agar warga Jakarta tak memilih dirinya dalam Pemilihan Gubernur DKI 2017-2002. Pernyataan Ahok itu diunggah tidak lengkap, setelah mengalami pemenggalan dan editing, lalu diunggah ke situs video online, [2]Ketika Megawati Soekarno Putri menjadi calon presiden dalam Pemilu 2004 dan 2009, wacana tentang pemimpin perempuan dalam Islam juga mengemuka. Tafsir ayat al-Quran tentang kepemimpinan yang mengemuka adalah QS. An Nisaa 34. Setelah panggung pesta demokrasi itu terlewati, publik dan media massa sudah tak lagi intens membicarakan soal kepemimpinan seorang perempuan. [3]QS. Al-Anbiya’ 107, lihat Kitab Tafsir Ibnu Katsir Juz 5, hal. 385 [4] 2213, 179, 241, 5725 [5]Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟i Suatu Pengantar, Jakarta Raja Grafindo Persada, 1996 [6]Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Yogyakarya Pustaka Pelajar, 1998 [7]M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an, Bandung Mizan, 1998, lihat juga, Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung Mizan, 1996. [8]Abdul Hayy Al-Farmawi, [9] M. Alfatih Suryadilaga. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta Teras. 2005. hal. 70 [10]Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses Offset, 2008 [11]Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 1994 [12]Lebih lengkap dalam makalah Yuminah, Corak Penafsiran, dipresentasekan dalam kuliah, Senin 3/10. [13]Said Aqil Husin al-Munawwar, al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta Ciputat Pers, 2002 [14]Said Aqil Husin al-Munawwar, hal. 74-80 [15]M. Quraish Shihab, Sejarah & Ulum al Qur’an, Jakarta Pustaka Firdaus, 2001 [16]Said Aqil Husein al Munawwar, Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehn Hakiki, Jakarta Ciputat Pers, 2002, hal. 70-71 [17]Abdul Mustaqim, Aliran-Aliran Tafsir, dari perode klasik hingga kontemporer, Yogyakarta; Kreasi Warna, 2005. [18]Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, Bandung Tafakur, 2011, cet. III, hal. 20 [19]Imam Al-Ghazali menulis buku Tahafut al Falasifah, sebagai kritik tajamnya terhadap metode berpikir filsafat. Kritik ini juga dibalas Ibn Rusyd dengan buku Tahafut al Tahafut. Polemik dua tokoh Islam ini dapat ditemukan dalam Syarif, Para Filosof Muslim, cet I, Bandung Mizan, 1985. Lihat, Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf; Dirasah Islamiyah IV, cet. v Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 2001, serta Harun Nasution, Jilid II, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta UI-Press, 1979, Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, cet. III, Jakarta Bulan Bintang, 1983. [20]Imam Al-Ghazali menulis buku Tahafut al Falasifah, sebagai kritik tajamnya terhadap metode berpikir filsafat. Kritik ini juga dibalas Ibn Rusyd dengan buku Tahafut al Tahafut. Polemik dua tokoh Islam ini dapat ditemukan dalam Syarif, Para Filosof Muslim, cet I, Bandung Mizan, 1985. Lihat, Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf; Dirasah Islamiyah IV, cet. v Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 2001, serta Harun Nasution, Jilid II, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta UI-Press, 1979, Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, cet. III, Jakarta Bulan Bintang, 1983. [21]Lihat Rosihan Anwar, Ilmu Tafsir, Bandung Pustaka Setia, 2008, lihat juga dalam Abdul Mustaqim, Aliran-Aliran Tafsir, dari perode klasik hingga kontemporer, Yogyakarta; Kreasi Warna, 2005. [22]M. Alfatih Suryadilaga, hal. 55. [23]Abu al Fadl Mahmud al-alusi, Ruh al-Ma’am fi Tafsir al-Qur’an Azim wa Sab’i al-Matsani, Beirut, Dar Ihya al-Turats al’arabi, Juga dalam M. Solihin, Tasawuf Tematik Membedalh Tema-tema Penting Tasawuf, Bandung Pustaka Setia, 2003 [25]Abdul Majid Abdussalam al-Muntasib, Visi dan Paradigma Tafsir Al-Qur’an Kontemporer, terj. Mohammad Maghfur Wachid. Judul asli Ittijaahat at-Tafsiir fi al-Ashri ar-Rahin, Bangil Al-Izzah, 1997 hlm. 279. [26]Tantawi Jauwhari, Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an al-Karim al-Mushtamil ala Ajaib Badai’ al-Mukawwanat wa Gharib al-Ayat al-Bahirat al-Musama Tafsir Tantawi Jawhari, Juz 1 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2004, hlm. 66-67 sebagaimana dikutub dalam Supiana dan M. Karman, Ulumul Qur’an. Bandung Pustaka Islamika, 2002 hlm 316 [27]Muhammad Abduh, Tafsir Juz Amma, tej. Muhammad Bagir Bandung Mizan, 1999, hlm. 320 [28]Muhammad Abduh, Tafsir Juz Amma, tej. Muhammad Bagir, Bandung Mizan, 1999, hlm. 322 [29]Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, tej. Dudi Rosyadi dan Faturrahman Jakarta PustakaAzzam, 2009, hlm. 755-760
.

ciri ciri tafsir tahlili